Kebersamaan dan Pengorbanan dalam Marbinda dan Natal

Oleh Aronia Lola

Masyarakat Batak di Sumatera Utara mempunyai suatu tradisi khas dalam merayakan Natal. Kira-kira sepuluh atau sebelas bulan sebelum Natal, mereka membentuk kelompok-kelompok dan mengumpulkan uang secara mencicil untuk membeli binatang berkaki empat—kerbau, sapi, atau babi. Di masa Natal, binatang tadi akan disembelih dan dagingnya dibagi merata di antara anggota kelompok. Tradisi itu dinamai marbinda.1

Jelas nuansa kebersamaan dan pengorbanan menonjol dalam tradisi marbinda.  Ini menjadikannya cocok dengan perayaan Natal, yang mengingatkan kita kepada kebersamaan dan pengorbanan yang teramat agung.

Nuansa kebersamaan nyata dalam marbinda ketika orang Batak kompak mengumpulkan uang, membeli binatang, dan menikmati dagingnya di hari Natal. Kebersamaan itu tentu menguntungkan, karena mempererat hubungan dan memudahkan peserta marbinda untuk menikmati daging binatang yang biasa melonjak harganya di akhir tahun.2

Natal juga bicara tentang kebersamaan. Yesus Kristus, yang kelahiran-Nya dirayakan dalam Natal, dinyatakan Alkitab sebagai Firman Allah yang “telah menjadi manusia, dan diam di antara kita” (Yoh. 1:14). Firman telah menjadi manusia, telah hadir di antara manusia, untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah yang sudah rusak oleh dosa. Manusia berdosa yang mau bertobat dan beriman kepada-Nya akan masuk kepada kebersamaan dengan Allah dan menikmati hidup baru yang berdaya untuk berbuat baik.

Nuansa pengorbanan nyata dalam marbinda ketika binatang berkaki empat disembelih orang Batak untuk menjadi santapan perayaan. Adanya korban binatang itulah yang membuat adanya kebersamaan di antara peserta marbinda.

Natal juga bicara tentang pengorbanan. Yesus Kristus dinyatakan Alkitab sebagai “Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29). Sebutan ini berkaitan dengan tradisi umat Allah di masa lampau yang mempersembahkan binatang seperti anak domba sebagai kurban penghapus dosa.3 Yesus Kristus diibaratkan sebagai anak domba itu, yang disediakan Allah sebagai korban di kayu salib untuk menghapus dosa manusia di dunia. Kita bisa masuk kepada kebersamaan dengan Allah karena pengorbanan Kristus.

Alangkah indah bahwa Nusantara memiliki tradisi semacam marbinda untuk merayakan kelahiran Kristus di dunia. Tak dinyana bahwa nilai-nilai kebersamaan dan pengorbanan dalam marbinda bisa bersesuaian dengan nilai-nilai serupa dalam peristiwa Natal. Sayang sekali bila tradisi baik itu terkikis atau bahkan hilang dari masyarakat Batak, seperti gejala yang diberitakan hari ini.4

Nusantara tentu saja tidak hanya memiliki marbinda. Banyak tradisi/budaya lain di antara suku-suku Nusantara penganut iman Kristen yang juga dapat dijadikan penyemarak perayaan Natal. Kita semestinya jeli menggali atau menggubah tradisi/budaya unik nan apik untuk mengungkapkan sukacita kita atas kedatangan Kristus yang berkorban demi kebersamaan kita dengan Allah.

Dan lebih dari itu, kita semestinya tidak sekadar bersukaria merayakan marbinda dan Natal sebagai suatu acara semata. Sebaliknya, kita perlu mengambil ilham darinya untuk diterapkan dalam hidup sehari-hari di dunia.

Bercermin kepada kebersamaan dalam marbinda dan Natal, kita harus giat memelihara kebersamaan dan kerukunan dengan sesama. Caranya adalah dengan saling menghormati dan bekerja sama menghadirkan damai sejahtera di negeri dan di bumi. Bercermin kepada pengorbanan dalam marbinda dan Natal, kita harus rela berkorban demi terciptanya kebaikan atas seluruh alam ciptaan Allah. Caranya adalah dengan membaktikan diri kepada perjuangan-perjuangan baik di tengah masyarakat, di bidang gelutan masing-masing, seturut teladan Kristus.

Kristus telah datang dan menyerahkan diri untuk memulihkan hubungan antara Allah dan manusia berdosa. Biarlah nilai-nilai indah tentang kebersamaan dan pengorbanan itu terus dirayakan dari Natal ke Natal, dari marbinda ke marbinda, dari tahun ke tahun hingga Ia datang kembali nanti.

. 

Aronia Lola adalah seorang alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat yang bermukim di Kupang, NTT.

. 

Catatan

1 Fit Fizha. “Indahnya Kebersamaan dalam Marbinda, Tradisi Natal Masyarakat Batak” dalam situs  Inddit. <http://www.inddit.com/f-6l4x83/indahnya-kebersamaan-dalam-Marbinda-tradisi-natal-masyarakat-batak>. Kata marbinda sendiri kira-kita berarti “menyembelih binatang.”

2 Rinto Aritonang. “Tradisi ‘Marbinda Horbo’ Akhir Tahun di Taput” dalam situs Antara Sumut. <http://www.antarasumut.com/berita/154644/tradisi-‘marbinda-horbo’-akhir-tahun-di-taput>.

3 Lihat Imamat 4, khususnya ayat 32-35.

4 Lihat “Tradisi Marbinda Kian Terkikis” dalam situs Analisa. <http://ragam.analisadaily.com/read/tradisi-marbinda-kian-terkikis/201616/2015/12/30>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *