Oleh Herdiana Situmorang
Pandita Ramabai, pejuang hak wanita asal India, adalah seorang Kristen yang saleh. Iman Kristen menggerakkan kepeduliannya kepada wanita, kaum yang tidak diperhitungkan di India pada zamannya, apalagi jika telah menjanda. Kebanyakan janda berusia sangat muda karena dinikahi orang dewasa pada usia anak. Mereka rentan disiksa, dituntut membakar diri bersama jenazah suaminya, bahkan dipaksa menjadi budak dan pelacur.1
Kepedulian Ramabai sejalan betul dengan sabda Tuhan: “[B]elajarlah berbuat baik; usahakan keadilan, kendalikan orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkan perkara janda-janda!” (Yes. 1:17). Sabda ini disampaikan Tuhan melalui Nabi Yesaya untuk menegur umat-Nya yang tidak melindungi janda dan anak yatim, kaum yang sering diinjak-injak haknya dalam masyarakat karena tidak mempunyai pemberi nafkah dan pelindung.
Lahir pada tahun 1858 dari kasta Brahmana di Hutan Gungamul, Karnataka, sejak kecil Ramabai Dongre diajari ibunya membaca kitab kuno berbahasa Sansekerta. Di kemudian hari ia menguasai 18.000 ayat Kitab Purana dan tujuh bahasa India sehingga digelari “pandita” (orang bijaksana) dan “sarasvati” (dewi pengetahuan). Ia tahu sedikit tentang kekristenan di India dan semakin banyak ketika belajar di Inggris, sampai akhirnya dibaptis menjadi Kristen di sana pada tahun 1883.2
Pengalaman pahit terkucil (karena ayahnya berani mengajari ibunya bahasa Sansekerta) dan menyaksikan kekejaman terhadap janda-janda muda menggugah Ramabai untuk peduli kepada hak wanita. Dan iman kepada Kristus mendorongnya kepada perjuangan sosial, sebab katanya, “Kristus dan Injil-Nya adalah uap panas, daya penggerak yang dapat membuat mesin bergerak”.3
Ramabai pun menjadi “mesin bergerak” yang mengusahakan keadilan pendidikan bagi wanita dan menentang pernikahan usia anak. Ia menyuarakan perjuangannya lewat ceramah, tulisan, dan komunitasnya di dalam dan luar negeri. Dengan mendirikan Sharada Sadan (“Rumah Belajar”), ia berupaya mengendalikan orang kejam yang menyiksa dan memperbudak para janda. Di situ para janda dididik secara formal dan dibekali keterampilan kerja.4
Selain itu, Ramabai membela hak anak yatim dan memperjuangkan perkara janda-janda dengan membangun Rumah Misi Mukti. Asrama dan pusat pelatihan keterampilan bagi janda dan anak yatim ini kemudian berkembang menjadi panti asuhan, pelatihan industri, dan rumah sakit. Di situ sejumlah besar wanita jadi beriman kepada Kristus.5
Kiprah Ramabai sungguh menyentil banyak orang Kristen yang sangat mementingkan hidup rohani dan keselamatan jiwa tapi mengabaikan kepedulian sosial. Karena memandang tindakan sosial bukanlah tindakan Kristen, melainkan “injil sosial”, mereka tak acuh terhadap masalah sosial atau bahkan menghindari aksi-aksi sosial. Alhasil mereka “memandulkan” kekristenan dari perbuatan baik yang adalah buah keselamatan.
Di sisi lain, banyak pula orang Kristen yang mengusung “injil sosial” dan menganggap perbaikan sosial (sebagai hasil dari aksi sosial) adalah satu-satunya jawaban atas masalah manusia. Karena memandang perbaikan moral akan tercapai dengan sendirinya jika perbaikan sosial terwujud, mereka tidak memandang penting upaya memulihkan hubungan pribadi-pribadi dengan Tuhan—atau “pertobatan”. Alhasil mereka “memandulkan” kekristenan dari kuasa yang mampu mengubah tabiat buruk manusia.
Ramabai tidak berdiri di salah satu sisi ekstrem itu. Ia tahu bahwa kepedulian sosialnya adalah tindakan relijius yang mengungkapkan imannya. Itulah sebabnya ia berkata, “Orang bukan hanya harus mendengar tentang kerajaan Allah, tetapi harus melihatnya dalam operasi yang sesungguhnya, mungkin pada skala kecil dan dalam bentuk tidak sempurna, tetapi tetap merupakan peragaan yang nyata”.6
Perjuangan Ramabai membuahkan UU Persetujuan Pernikahan 1891 dan kesetaraan hak pendidikan bagi wanita India. Tulisan-tulisannya mempengaruhi tokoh-tokoh emansipasi wanita di belahan dunia lain, misalnya Umeko Tsuda di Jepang dan R.A. Kartini di Indonesia. Ia dianugerahi medali emas Kaiser-e-Hind oleh pemerintah kolonial Inggris pada tahun 1919 atas perjuangannya dalam pendidikan wanita. Pada tahun 1922, pejuang hak wanita itu meninggal dunia di Kedgaon.7
Pandita Ramabai mendengar dan menaati sabda Tuhan untuk menunjukkan kepedulian sosial kepada mereka yang terinjak-injak haknya di negeri. Setiap orang Kristen pun harus mendengar dan menaati sabda yang sama, “Belajarlah berbuat baik!”
Herdiana Situmorang adalah seorang dokter yang bermukim di DKI Jakarta.
Catatan
1 Dan Graves. “Pandita Ramabai Reclaimed Rejects” dalam situs Christianity. <http://www.christianity.com/church/church-history/timeline/1801-1900/pandita-ramabai-reclaimed-rejects-11630514.html>. Di India pada masa itu seorang anak perempuan bisa menjadi janda di usia 6 tahun! Lihat Helen S. Dyer. Pandita Ramabai: The Story of Her Life. London: Morgan and Scott, 1900, hal. 31.
2 Dan Graves, “Pandita Ramabai Reclaimed Rejects”; Helen S. Dyer, hal. 7, 17, 21; “Women’s History Month: Pandita Ramabai” dalam situs Women’s History Network <https://womenshistorynetwork.org/womens-history-month-pandita-ramabai/>.
3 Helen S. Dyer, hal. 17, 21.
4 Nupur Preeti Alok. “Life of Pandita Ramabai: Championing Women’s Education and Social Reform” dalam situs Feminism in India. <https://feminisminindia.com/2017/03/28/pandita-ramabai-essay/>.
5 Dan Graves, “Pandita Ramabai Reclaimed Rejects”.
6 Lihat Loun-Ling Tan. “Asian Women on the Cutting Edge of Mission: Past and Present” dalam situs Lausanne World Pulse. <https://www.lausanneworldpulse.com/themedarticles-php/1448/09-2011>.
7 “Women’s History Month: Pandita Ramabai”; Meera Kosambi. Pandita Ramabai: Life and Landmark Writings. New York: Routledge, 2016, hal. 259, 292-294. Medali emas Kaiser e-Hind adalah penghargaan tertinggi dari pemerintah kolonial Inggris pada tahun 1900-1947 untuk orang yang berjasa dalam memajukan masyarakat India.