Tubuh dan Potensinya

Oleh Hotgantina Sinaga

Tubuh manusia sungguh luar biasa. Ia bisa digunakan untuk mengerjakan kebaikan yang sebaik-baiknya ataupun kejahatan yang sejahat-jahatnya. Dengan tubuh, manusia bisa melukis pemandangan terindah, menata taman terelok, mendirikan bangunan tertinggi, atau menulis puisi yang menggugah jiwa. Dengan tubuh juga manusia bisa membunuh, memperkosa, menipu, dan merusak. Tubuh kita berpotensi baik sekaligus berpotensi jahat!

Kenyataan itu diaminkan kekristenan. Alkitab, buku pedoman umat Kristen, mengungkapkan bahwa Allah menciptakan tubuh manusia sebagai hal yang “sungguh amat baik”—bersama ciptaan lainnya (Kej. 1:31). Namun, kejatuhan manusia ke dalam dosa membuat tubuh memiliki kecenderungan untuk berbuat jahat alias potensi berbuat jahat. Sementara itu, manusia tetaplah pengemban citra Allah (Kej. 1:26) sehingga tetap mampu berbuat baik. Inilah sumber ketegangan dalam hidup.

Karena ketegangan itu muncullah beragam pemikiran/ajaran di dunia tentang tubuh manusia. Salah satunya adalah pemikiran/ajaran yang memandang tubuh sebagai sesuatu yang rendah/buruk, khususnya jika dibandingkan dengan roh/jiwa. Sebagai kontrasnya, pemikiran/ajaran lain memandang kenikmatan dan kesenangan tubuh sebagai tujuan hidup manusia.

Kekristenan tidak sejalan dengan kedua pandangan tadi. Alkitab memandang tubuh sebagai hal baik yang telah terjajah kuasa dosa sehingga berpotensi baik sekaligus berpotensi jahat. Karena potensi jahat ini akan membinasakan manusia, Firman Allah menjelma dalam peristiwa Natal, mengenakan tubuh dan lahir dari anak dara untuk menebus manusia—tubuh, roh, dan jiwanya. Tindakan Kristus, Sang Firman, menandaskan bahwa tubuh memang baik tapi butuh penebusan.

Manusia yang beriman kepada Sang Penebus diberi perangai baru, daya dan potensi untuk menang atas potensi jahat tubuh di dunia (1 Yoh. 4:4-5). Ia diubah Roh Allah dan dinasihati, “[s]ama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan” (Rom. 6:19).

Pengubahan yang memampukan “hamba kecemaran dan kedurhakaan” menjadi “hamba kebenaran” telah menonjol sepanjang sejarah kekristenan. Kita mengenal sosok-sosok seperti Saulus, pegiat agama yang fanatik dan tak segan menganiaya orang lain, serta Aurelius Agustinus, pelajar cendekia yang hedonis. Mereka berubah 180 derajat melalui iman kepada Kristus. Dan masih banyak lagi contoh sosok dan kasus perubahan perangai seperti mereka.

Perubahan perangai itu bersaksi tentang kuasa Roh Allah yang memerdekakan kita dari penjajahan dosa atas tubuh. Keinginan dan “selera” tubuh untuk bertindak cemar dan durhaka diubah-Nya menjadi keinginan dan “selera” untuk bertindak benar dan kudus. Tubuh yang semula gemar berdusta, marah, mencuri, bertengkar dimampukan-Nya untuk menjadi jujur, ramah, pekerja keras, dan pemaaf.

Setelah dimerdekakan oleh Roh Allah, kita wajib mengerahkan anggota-anggota tubuh untuk berjuang bagi kebenaran di berbagai lapangan kehidupan di dunia. Tubuh kita bisa menulis tulisan yang dapat dipercaya kebenarannya, mengajar/mendidik orang lain dengan penuh integritas, berdagang dengan jujur, memutuskan perkara hukum dengan adil, dll.

Sambil berjuang bagi kebenaran, kita harus tetap waspada terhadap potensi jahat tubuh, karena dosa masih berkuasa di dunia fana ini. Kita mesti terus mengandalkan kuasa Allah yang membangkitkan tubuh Kristus dari kematian. Kuasa itulah satu-satunya harapan kita untuk terus berdaya dalam mengalahkan potensi jahat tubuh dan dalam mengembangkan potensi baik tubuh di dunia.

Seperti Firman Allah menjelma, mengenakan tubuh, untuk menebus manusia, demikianlah hendaknya kita pun “mengenakan” tubuh yang sudah ditebus Sang Firman untuk menjabarkan karya penebusan-Nya dalam segala bidang di dunia. Sambil menyongsong kedatangan-Nya kembali kelak, biarlah kita terus menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada-Nya untuk mengerjakan kebaikan yang sebaik-baiknya.

Hotgantina Sinaga adalah seorang guru yang bermukim di DKI Jakarta.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *