Oleh S.P. Tumanggor
Dunia memang belum pernah mengenal suatu kerajaan yang bernama “Kerajaan Eropa”. Namun, istilah itu terkadang digunakan untuk menyebut Uni Eropa sebagai suatu entitas kenegaraan yang adikuasa.1 Negara-negara atau bangsa-bangsa penyusun Uni Eropa, khususnya yang biasa disebut sebagai negara/bangsa “Barat” (Inggris, Jerman, Perancis, Belanda, Spanyol, Italia, dll.) telah menjadi dominan di bumi selama beberapa abad hingga kini.
Tak heran “anakan” dari “Kerajaan Eropa” (istilah ini akan kita pakai untuk merujuk kepada negara-negara/bangsa-bangsa Barat) di belahan dunia lain—Kanada, AS, Australia, Selandia Baru—menunjukkan kedigjayaan pula. AS malah menjadi satu-satunya negara adikuasa di bumi hari ini. Namun, seperti didapati oleh para adikuasa terdahulu, “Kerajaan Eropa” pun akan mendapati bahwa kuasa duniawi tak pernah lestari.
Kedominanan “Kerajaan Eropa” berpangkal pada abad ke-15, ketika orang Barat membuka era penjelajahan dan penaklukan dunia, penemuan ilmiah dan perindustrian. Lebih dari kerajaan/negara adikuasa manapun yang terdahulu, mereka berhasil menguasai hampir seluruh wilayah di bumi dan menyebarkan budaya/isme mereka kepada segala bangsa. Itu pencapaian yang besar sekali, apalagi kalau mengingat latar belakang mereka selaku bangsa-bangsa “barbar” peruntuh Kerajaan Romawi.2
Latar belakang itu membuat banyak orang dari kalangan Kristen memandang Uni Eropa sebagai jari-jari kaki patung dalam mimpi Nebukadnezar, raja Babel. Sebagaimana dituturkan Alkitab dalam Kitab Daniel pasal 2, sang raja bermimpi menyaksikan patung manusia besar yang bagian-bagian tubuhnya ternyata melambangkan kerajaan-kerajaan adikuasa: Babel (kepala), Media-Persia (dada dan lengan), Yunani (perut dan pinggang), Romawi (kaki).
Nabi Daniel, yang menakwilkan mimpi itu bagi Nebukadnezar, secara khusus menyebutkan jari-jari kaki patung itu (Dan. 2:41-42). Inilah penyebab Uni Eropa diidentikkan dengan jari-jari itu, karena leluhur orang Eropa Barat masa kini adalah penggusur Kerajaan Romawi sekaligus pewaris peradabannya. Pengidentikan itu cukup masuk akal, meski kita perlu sangat kritis terhadap detil-detil tafsiran orang Kristen mengenainya (lantaran penuh silang pendapat, spekulasi, dan kegegabahan).
Bagaimanapun, mimpi Nebukadnezar memuncak pada penglihatan tentang sebuah batu yang menimpa dan menghancurkan patung itu. Batu ini melambangkan Kerajaan Allah, dan hancurnya patung itu melambangkan hancurnya kuasa duniawi di akhir zaman oleh kuasa Allah. Kehancuran ini harus terjadi lantaran keberdosaan manusia selalu mencenderungkan bangsa-bangsa untuk melawan kehendak Allah. Kuasa duniawi yang tak lestari akan ditundukkan oleh kuasa Allah yang lestari.
Dalam kasus “Kerajaan Eropa”, ketaklestarian mulai tampak paling tidak dari lepasnya sebagian besar wilayah jajahan mereka di bumi pada abad ke-20. Kecenderungan mereka melawan Allah juga tampak dari tindakan mencampakkan warisan kristiani lalu mengagungkan humanisme sekuler dan melegalkan banyak hal yang bertentangan dengan perintah Allah. Hari ini, orang Kristen bisa teraniaya di negeri-negeri Barat hanya karena meyakini isi Alkitab.3
Fakta tersebut memberitahu kita bahwa umat Allah tak bisa tidak terdampak oleh kuasa-kuasa duniawi, entah secara positif ataupun negatif. Sebagai contoh, secara positif, umat Kristen dibebaskan beribadah dan berdakwah di negeri-negeri Barat. Secara negatif, umat Kristen dibebaskan diolok-olok lewat buku, filem, musik, dsb. atas nama kebebasan berekspresi ala humanisme sekuler Barat. Hari ini, tak ada negeri yang lebih menista kekristenan (atau agama secara umum) daripada negeri-negeri Barat.
Maka batu penghancur patung itu menjadi pengharapan besar bagi kita, sebab aniaya, permusuhan, bahkan perang apa pun akan berakhir saat pemerintahan Allah tegak di dunia. Pada waktu itu bangsa-bangsa “tidak akan lagi belajar perang” (Yes. 2:14). Allah, melalui Mesias-Nya, akan menggulirkan masa damai sejahtera yang lestari bagi semua bangsa di bumi.
Meski telah kehilangan banyak wilayah jajahan, “Kerajaan Eropa” masih dominan di dunia masa kini. Kita tidak tahu sampai kapan ia akan berkuasa, tapi kita tahu bahwa tak pernah ada kuasa duniawi yang lestari. Maka di bumi ini, di tengah percaturan bangsa-bangsa, kita akan tetap hidup bertakwa dan berbuat baik sambil menanti saat “[p]emerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya [yaitu Mesias-Nya], dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-lamanya” (Why. 11:15).
S.P. Tumanggor adalah seorang pengalih bahasa dan penulis yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.
Catatan
1 Contohnya adalah dua artikel ini: Peter Jones. “The European Empire” dalam situs The Spectator. <https://www.spectator.co.uk/2013/03/the-european-empire/> dan Javier López. “The Decline of the European Empire” dalam situs Social Europe. <https://www.socialeurope.eu/decline-european-empire>.
2 Tim Lambert. “A Brief History of the Barbarians” dalam situs Local Histories. <http://www.localhistories.org/barbarians.html>.
3 Lihat, misalnya, Wendy Right. “Christians increasingly persecuted in Europe” dalam situs Spero News. <http://www.speroforum.com/a/ROMKLDSGOZ40/74134-Christians-increasingly-persecuted-in-Europe#.Wk2AV2ex-t8> dan Kevin DeYoung. “Four Thoughts on Persecution in America?” dalam situs The Gospel Coalition. <https://www.thegospelcoalition.org/blogs/kevin-deyoung/four-thoughts-on-persecution-in-america/>.