Oleh Herdiana Situmorang
Negara Yunani yang kita kenal di masa kini sungguh berbeda dengan di masa lalu, khususnya di abad keempat SM.1 Hari ini Yunani bukanlah negara “papan atas” seperti tetangga-tetangganya di Eropa Barat. Namun, dahulu Yunani adalah kerajaan adikuasa yang memerintah atas tigabenua: Eropa, Afrika, dan Asia—sebelum tongkat kekuasaannya beralih kepada kerajaan lain.2
Kerajaan Yunani—yang awalnya berupa negara kota (polis)—mashur oleh berbagai pencapaiannya: seni drama, musik, arsitektur, filosofi, dan iptek. Dua polis Yunani yang terkenal dengan semua itu adalah Athena dan Sparta. Hingga kini dunia masih mengapresiasi peninggalan-peninggalan Yunani, misalnya Kuil Parthenon, pemikiran-pemikiran para filsuf, demokrasi, dan olimpiade.3
Sepeninggal Filipus II, raja yang menguasai polis-polis Yunani di tahun 359 SM, tongkat kekuasaan Yunani digenggam oleh putranya, Aleksander (atau Iskandar) Agung yang kenamaan itu.4 Aleksanderlah yang meluaskan kekuasaan Yunani hingga ke luar Eropa. Pada pertengahan abad keempat, ia menaklukkan Persia, kerajaan adikuasa sebelum Yunani.5 Di sana dan di daerah-daerah taklukan lainnya, Yunani menyebarkan bahasa, budaya, dan filosofinya.
Zaman keemasan Yunani mulai berakhir ketika Aleksander Agung mangkat pada tahun 323 SM.6 Kerajaannya terpecah menjadi empat dinasti yang kemudian dikalahkan oleh Kerajaan Romawi hingga tak bersisa lagi pada tahun 31 SM.7 Menariknya, peralihan tongkat kekuasaan Yunani kepada Romawi itu telah dinubuatkan Alkitab.
Sebagaimana termaktub dalam Kitab Daniel pasal 2, Allah membuat Nebukadnezar, raja Babel, bermimpi tentang sebuah patung manusia besar.Kepala patung itu terbuat dari emas, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga, kakinya dari campuran besi dan tanah liat. Sebuah batu tiba-tiba menghancurkan patung itu lalu berkembang menjadi gunung besar yang memenuhi bumi.
Nabi Daniel mengartikan bagi sang raja bahwa patung itu melambangkan kerajaan-kerajaan yang bangkit berkuasa—dimulai dengan Babel—tapi kemudian runtuh oleh kerajaan-kerajaan lain. Demikianlah sejarah mencatat bahwa tongkat kekuasaan beralih dari Babel (dilambangkan oleh kepala patung) kepada Media-Persia (dada dan lengan) lalu kepada Yunani (perut dan pinggang) lalu kepada Romawi (kaki).
Bagi kita, nubuat itu mengajarkan bahwa kuasa bangsa-bangsa tidaklah kekal dan bisa beralih kepada bangsa-bangsa lain. Suatu bangsa bisa berkuasa atau menjadi adikuasa atas seizin Allah, yang berwenang “memecat raja dan mengangkat raja” (Dan 2:21). Namun, pada akhirnya, Kerajaan Allah (dilambangkan oleh batu ajaib itu) akan menaklukkan segala kuasa bangsa-bangsa, yang cenderung mendurhaka terhadap Allah (Kis. 4:25-26).
Itulah pengharapan besar umat Allah, khususnya ketika disusahkan oleh dampak-dampak negatif dari kuasa bangsa-bangsa. Di masa lalu, bani Israel mengalami aniaya, pembunuhan, perampasan Bait Suci, dan pemusnahan Kitab Taurat oleh Kerajaan Yunani.8 Di masa kini,sebagian umat Kristen pun mengalami aniaya, teror, pembunuhan, dan penistaan di tengah bangsa-bangsa.
Tetapi kuasa bangsa-bangsa tak melulu berdampak negatif. Buktinya, di masa lalu murid-murid Kristus menggunakan bahasa Yunani (yang disebarkan Kerajaan Yunani) untuk menuliskan Injil dan Rasul Paulus memanfaatkan asas-asas retorika Yunani dalam surat-suratnya yang kemudian menjadi bagian Alkitab.9 Di masa kini, umat Kristen pun menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi antarbangsa dan teknologi bangsa-bangsa maju untuk beribadah atau mewartakan Injil.
Hari ini Yunani sudah susut dari kejayaan masa lalunya. Bahasa dan budayanya pun tidak lagi diterima luas—kalah pamor oleh bahasa Inggris dan budaya AS. Memang “[u]ntuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya” (Pkh. 3:1). Tak ada bangsa yang bisa menjadi adikuasa selamanya. Tongkat kekuasaannya pasti beralih juga.
Hanya Kerajaan Allahlah yang abadi dan menjadi acuan mantap bagi kinerja dan pengharapan kita. Seperti sabda Nabi Daniel, “[P]ada zaman raja-raja, Allah semesta langit akan mendirikan suatu kerajaan yang tidak akan binasa sampai selama-lamanya, dan kekuasaan tidak akan beralih lagi kepada bangsa lain: kerajaan itu akan meremukkan segala kerajaan dan menghabisinya, tetapi kerajaan itu sendiri akan tetap untuk selama-lamanya” (Dan. 2:44).
Herdiana Situmorang adalah seorang dokter yang bermukim di DKI Jakarta.
Catatan
1 “What Was the Golden Age of Greece?” dalam situs Greek Boston. <http://www.greekboston.com/culture/ancient-history/golden-age-greece/>.
2 “Hellenistic Greece” dalam situs History. <http://www.history.com/topics/ancient-history/hellenistic-greece>.
3“What Was the Golden Age of Greece?”, Greek Boston.
4 “Philip II of Macedon” dalam situs Biography. <https://www.biography.com/people/philip-ii-of-macedon-21322787>.
5“The Hellenistic World (323B.C.-31 B.C.)” dalam situs The Latin Library.<http://www.thelatinlibrary.com/historians/narrative/hellenistichistory.html>.
6“What Was the Golden Age of Greece?”,Greek Boston.
7“Hellenistic Greece”.
8Harry Oates. “The Maccabean Revolt” dalam situs The Ancient History Encyclopedia. <https://www.ancient.eu/article/827/the-maccabean-revolt/>.
9 Samuel Tumanggor. Tuhan Gunung atau Tuhan Alam Semesta?: Wawasan Nasrani tentang Daulat Allah atas Semesta. Jakarta: Literatur Perkantas, 2011, hal.128.