Yugoslavia: Gesekan Pembuyar

Oleh Victor Samuel

 

Akhirnya Yugoslavia buyar. Menurut sejarahnya, negara besar itu berawal dari kemauan suku-suku Slav selatan (“jugoslav”) untuk bersatu setelah dijajah bangsa-bangsa asing selama ratusan tahun. Mereka membentuk Kerajaan Yugoslavia pada tahun 1918 yang kemudian menjadi republik federal Yugoslavia pada tahun 1943.1 Namun, setengah abad kemudian Yugoslavia pecah, justru karena gesekan antarsuku.

Wilayah Yugoslavia di Semenanjung Balkan memang merupakan tempat tinggal beberapa suku yang berbeda agama: Kroasia (Katolik), Slovenia (Katolik), Serbia (Ortodoks), dan Bosnia (Islam). Walaupun masih serumpun, selama berabad-abad mereka sudah sering bergesekan gara-gara berbeda suku dan agama.2 Hidup berdekatan di daratan yang sama ternyata tidak menjamin persatuan antarsuku.

Seiring berakhirnya Perang Dunia II, Josip Broz “Tito”, pemimpin dan pahlawan besar Yugoslavia, berhasil membebaskan wilayah Yugoslavia dari kekuasaan Jerman dan Italia. Dia menjadikan Yugoslavia negara federal dengan enam negara bagian: Kroasia, Slovenia, Serbia, Bosnia-Herzegovina, Montenegro, dan Makedonia.

Tito menyadari bahwa gesekan-gesekan di tengah masyarakat amat berbahaya bagi kesatuan Yugoslavia. Sebagai presiden, ia menumpas setiap tindakan yang dapat memancing gesekan. Tito berhasil merawat keutuhan Yugoslavia sampai ia wafat pada tahun 1980.3

Sepeninggal Tito, kesatuan Yugoslavia merentan. Gesekan besar timbul di daerah Kosovo yang berpenduduk mayoritas orang Albania (suku asli Eropa Timur yang menjadi minoritas di Yugoslavia). Orang Serbia, minoritas di Kosovo, merasa ditindas oleh pemerintah otonom Kosovo yang dikuasai orang Albania. Sebaliknya, orang Albania di Kosovo merasa dipinggirkan oleh pemerintah Yugoslavia yang didominasi orang Serbia.4

Kerentanan sosial ini dimanfaatkan oleh politisi dan pemimpin Serbia, Slobodan Milosevic. Ia membangkitkan suatu nasionalisme Serbia dan mengobarkan kebencian terhadap suku lain. Ia mencetus gesekan perusak keseimbangan yang telah diciptakan Tito. Suku-suku Yugoslavia lain pun gerah dan bereaksi.5

Di Kroasia, reaksinya begitu keras sampai-sampai status kewarganegaraan orang Serbia (minoritas di sana) dinomorduakan. Pada tahun 1991, Slovenia dan Kroasia menyatakan merdeka dari Yugoslavia. Keduanya menjadi negara berdaulat hingga kini, namun setelah melewati pertumpahan darah dalam perang melawan tentara Yugoslavia yang didominasi orang Serbia.6

Setelah Slovenia dan Kroasia, giliran Bosnia-Herzegovina mengejar kemerdekaan. Orang Serbia di sana menentang kemerdekaan Bosnia-Herzegovina dan melawan balik—dibantu diam-diam oleh negara bagian Serbia—dengan melakukan genosida yang keji dan mengerikan. Mereka berpropaganda lewat media, menyuarakan kebencian, dan menuduh orang Bosnia berencana mendirikan negara Islam.7

Hanya dua negara bagian yang buyar dari Yugoslavia secara damai, yakni Makedonia (1991) dan Montenegro (2006). Mereka dibiarkan saja merdeka karena miskin.8 Setelah merdeka, negara-negara eks-Yugoslavia secara internasional kehilangan posisi strategis yang pernah mereka miliki saat bersatu dalam Yugoslavia. Semasa Perang Dingin, misalnya, Yugoslavia menjadi salah satu pendiri Gerakan Non-Blok bersama Indonesia.

Berbeda dengan Yugoslavia, Indonesia yang memiliki lebih banyak suku dan agama masih tetap utuh hingga sekarang. Hidup di kepulauan yang dipisah-pisahkan laut ternyata tidak merenggangkan persatuan antarsuku Indonesia. Ini suatu keajaiban!

Namun, Indonesia harus berhati-hati sebab potensi buyar bukannya tidak mengancam. Faktanya, Indonesia telah mengalami goncangan-goncangan karena gesekan antarsuku dan agama (seperti kerusuhan Ambon dan Poso). Djoko Santoso, mantan panglima TNI, memperingatkan, “Ancaman disintegrasi bangsa adalah ancaman yang paling membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Kita kuat menghadapi musuh dari luar. Tapi permasalahan dari dalam negeri inilah yang utama.”9

Indonesia perlu belajar dari keberhasilan Tito (dan kegagalan Milosevic) bahwa para pemimpin dan politisi berperan besar dalam menjaga (atau merusak) kelangsungan hidup bangsa. Hal-hal yang memancing gesekan antarsuku dan agama harus dicegah atau ditiadakan dan tidak boleh dimanfaatkan untuk melanggengkan kekuasaan. Rakyat Indonesia harus menjaga persatuan, salah satunya dengan cara memilih pemimpin yang mengedepankan keutuhan negeri.

Gesekan pembuyar Yugoslavia yang dimulai di Kosovo masih berlanjut sampai sekarang. Pada tahun 2008, Kosovo menyatakan kemerdekaannya dari Serbia. Namun, kemerdekaan ini belum diakui sepenuhnya oleh dunia internasional—dan pastinya oleh Serbia.10 Akankah gesekan berkepanjangan di Kosovo ini menjadi adegan terakhir dalam kisah suram buyarnya Yugoslavia? Waktu saja yang bisa menjawabnya.

 

Victor Samuel adalah seorang insinyur di bidang energi yang bermukim di DKI Jakarta.

 

Catatan

1 Cameron Hewitt. “Understanding Yugoslavia” dalam situs Rick Steves’ Europe.
<https://www.ricksteves.com/watch-read-listen/read/understanding-yugoslavia>.

2 Cameron Hewitt, “Understanding Yugoslavia”.

3 Carole Rogel. The Breakup of Yugoslavia and the War in Bosnia. Westport: Greenwood Publishing Group, 1998, hal. 16.

4Cameron Hewitt, “Understanding Yugoslavia”.

5Cameron Hewitt, “Understanding Yugoslavia”.

6Cameron Hewitt, “Understanding Yugoslavia”.

7 Sonja Biserko. “The Dissolution of Yugoslavia: Roots of the Conflict” dalam situs Humanity in Action. <https://www.humanityinaction.org/knowledgebase/360-the-dissolution-of-yugoslavia-roots-of-the-conflict>.

8 Sonja Biserko, “The Dissolution of Yugoslavia: Roots of the Conflict”.

9 “Disintegrasi, Ancaman Terbesar Bangsa Indonesia” dalam situs Kompas.<http://nasional.kompas.com/read/2008/01/24/22064787/Disintegrasi…Ancaman.Terbesar.Bangsa.Indonesia>.

10 Cameron Hewitt, “Understanding Yugoslavia”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *