Siap, Laksanakan!

Oleh Herdiana Situmorang

 

Belakangan ini kita sering mendengar kata-kata “siap, laksanakan!” diucapkan dalam percakapan sehari-hari. Padahal kata-kata tersebut biasanya dipakai di kalangan tentara atau polisi, yaitu ketika bawahan menerima aba-aba atau perintah dari atasannya. Dengan kata-kata itu tentara atau polisi menunjukkan dirinya siap melaksanakan tugas dan juga bersedia mengutamakan pelaksanaan tugas itu.

Selaku pengawal negara, tentara dan polisi memang mesti mengutamakan tugasnya di atas hal lain. Di pundak merekalah terletak tanggung jawab istimewa menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban negara dan masyarakat. Karena tugas mereka penting, para pengawal negara harus berfokus secara khusus kepadanya. Jika tidak, kelangsungan hidup negara tidak akan terjamin.

Keharusan pengawal negara berfokus kepada tugasnya tak luput dari perhatian Alkitab. Dalam Ulangan 20:1-8 kita mendapati petunjuk-petunjuk Nabi Musa untuk tentara Israel ketika mereka menghadapi peperangan. Seorang imam harus menguatkan hati tentara sambil mengingatkan mereka untuk mengandalkan Allah (20:2-4). Dengan tindakan itu fokus tentara kepada tugasnya dikuatkan.

Selanjutnya, para tentara harus disortir untuk mendapatkan pasukan yang benar-benar bisa berfokus kepada tugasnya. Tentara yang tidak siap berperang karena berbagai alasan (belum menempati rumah yang baru dibangunnya, belum menikmati hasil dari kebun anggur yang dibukanya, belum menikahi tunangannya, merasa takut berperang) dipersilakan pulang ke rumah (20:5-8). Semua hal itu bisa mengalihkan fokus tentara dari tugasnya.

Selaras dengan petunjuk-petunjuk Nabi Musa, kita mendapati di bagian lain Alkitab tertulis: “Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya” (2 Tim. 2:4). Ini berarti dua hal. Pertama, hanya tentara (“prajurit”) yang berfokus kepada tugasnya yang siap dan bisa melaksanakan tugas itu dengan baik. Kedua, hal-hal yang mengganggu fokusnya kepada tugas harus ditiadakan.

Di Indonesia, kita memiliki TNI dan Polri sebagai pengawal negara. Tanpa mereka, kita tidak akan bisa makan, minum, bekerja, atau berusaha dengan aman dan nyaman. Hanya jika berfokus kepada tugas, mereka akan bisa berperan sebagai alat pertahanan negara serta pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.1

Ketika pengawal negara berfokus kepada tugas, ia sesungguhnya berkorban bagi negara. Tentara dan polisi dituntut mendahulukan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi. Mereka harus siap meninggalkan keluarga dan kenyamanan demi tugas negara, bahkan harus siap menghadapi risiko kematian akibat tugas itu. Keluarga mereka juga harus bersedia ditinggalkan dan menerima risiko tersebut.

Karena itu wajarlah jika “soal-soal penghidupan” tidak boleh mengganggu fokus mereka kepada tugas. Negara harus memperhatikan kecukupan penghasilan, pemenuhan kebutuhan pokok, jaminan kesehatan dan pendidikan bagi tentara dan polisi beserta keluarganya. Dengan begitu mereka akan semakin siap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Fokus yang mereka butuhkan sedemikian besar karena tugas yang mereka emban memang besar. Tentara dan polisi adalah alat pemerintah, yang adalah perpanjangan tangan Allah, untuk mengawal keadilan-Nya tetap tegak di dunia yang penuh dosa ini. Mereka diberi kuasa untuk menghukum kejahatan warga negara, bahkan berperang melawan negara lain (jika diperlukan) dalam rangka bela negara.

Untuk itu para pengawal negara diperlengkapi dengan keahlian dan persenjataan, bahkan wewenang untuk menangkap dan/atau membunuh orang. Agaknya karena inilah sebagian orang Kristen “pasifis” menganggap profesi tentara dan polisi bertentangan dengan ajaran Alkitab tentang orang Kristen sebagai pembawa damai (Mat. 5:9). Tetapi itu anggapan yang keliru, sebab Alkitab yang sama juga menyerukan pengusahaan keadilan dan pengendalian orang kejam (Yes. 1:17).

Jadi, karena profesi pengawal negara itu istimewa, penting, dan sejalan dengan Alkitab, tak perlu ada keraguan bagi orang Kristen mengenainya. Setiap orang Indonesia Kristen yang terpanggil menjadi tentara atau polisi dapat berlapang hati untuk bergabung dengan TNI dan Polri. Etos kerja Kristen mendorong mereka untuk menjadi pengawal negara yang siap melaksanakan tugas sebaik mungkin.

Para pengawal negara yang baik pasti akan menjadi penopang damai sejahtera bagi masyarakat. Kita pun, manakala mendengar lagi kata-kata “siap, laksanakan!” digunakan dalam keseharian, akan lekas teringat kepada mereka dan berterima kasih atas fokus dan kesiapan mereka dalam melaksanakan tugas.

 

Herdiana Situmorang adalah seorang dokter yang bermukim di DKI Jakarta.

 

Catatan

1 Lihat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia Bab I Pasal 2 (1) dan Bab II Pasal 6 (1). Dapat diakses di situs Hukum Online. <http://www.hukumonline.com/pusatdata/download/lt4ffe833111085/node/lt4ffe81e8bf92e>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *