Pendobrak Muda dari Seantero Nusantara

Oleh Herdiana Situmorang dan Victor Sihombing

Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Ambon, Jong Celebes—nama-nama perkumpulan ini dikenal orang Indonesia dari peristiwa Sumpah Pemuda. Waktu itu, dalam Kongres Pemuda II di tahun 1928, kebanyakan perkumpulan kaum muda yang menjadi peserta memang bersifat kedaerahan. Tapi di antara mereka ada tiga yang mendobrak sekat daerah, yaitu Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), Jong Islamieten Bond (JIB), dan Pemuda Indonesia.

Warga ketiga perkumpulan itu pantas disebut pendobrak muda karena mereka menerobos “pakem” kedaerahan. Bagi mereka, perekat solidaritas dalam perkumpulan tidaklah selalu kesamaan suku atau daerah asal.1 Tak hanya itu, kegiatan-kegiatan mereka pun mendobrak rasa takut orang Nusantara terhadap penjajah atau rasa acuh tak acuh terhadap perjuangan kemerdekaan.

Itu bisa dilihat dari cara PPPI berkegiatan. Perkumpulan ini, yang didirikan pada tahun 1925 oleh para mahasiswa di Jakarta dan Bandung, berusaha menyatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda dari seantero Nusantara. PPPI membentuk pengurus pusat perkumpulan pemuda, bahkan mengusulkan peleburan seluruh perkumpulan pemuda Nusantara. Dalam rapat-rapatnya, nasionalisme, penjajahan, dan perjuangan kemerdekaan dibicarakan dengan serius.2

Pada tahun 1925 juga JIB didirikan sebagai wadah bagi pemuda Islam dari seantero Nusantara. Anggotanya berasal dari berbagai perkumpulan pemuda kedaerahan yang tertarik kepada perkembangan Islam. Dalam pertemuan-pertemuannya, JIB membahas kebangsaan dan nasionalisme dari sudut pandang Islam. Mereka mendobrak anggapan bahwa agama dan kebangsaan adalah urusan yang terpisah.3

Dua tahun setelah PPPI dan JIB terbentuk, berdirilah Jong Indonesia. Perkumpulan ini mendobrak sekat kedaerahan pula dengan memajukan bahasa Melayu (kelak menjadi bahasa Indonesia). Bahasa Melayu dijadikannya bahasa pengantar kegiatan, bahkan nama perkumpulan diubah menjadi Pemuda Indonesia.4 Pada pertemuan Pemuda Indonesia di akhir tahun 1927, lambang-lambang keindonesiaan (warna merah, warna putih, dan kepala banteng) bertebaran sebagai bukti kebulatan tekad akan Indonesia merdeka.5

Menyatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda, menyelaraskan paham kebangsaan dengan ajaran agama, mempraktikkan satu bahasa persatuan, memikirkan perjuangan kemerdekaan—semuanya adalah gebrakan-gebrakan hebat ketiga perkumpulan pemuda itu. Dengan cerdas dan berani, ketiganya mendobrak cara pikir dan sikap kebanyakan orang di masa itu.

Ketiganya juga menunjukkan bahwa perbedaan suku, daerah asal, atau agama bukanlah penghalang bagi jiwa-jiwa yang rela bersatu. Dengan apik para pendobrak muda itu bekerja sama dalam Kongres Pemuda II. Sugondo Joyopuspito (PPPI) sebagai ketua, Johan Muhammad Cai (JIB) sebagai pembantu I, dan R. Kacasungkana (Pemuda Indonesia) sebagai pembantu II bahu-membahu dengan wakil perkumpulan-perkumpulan lain dalam kepanitiaan kongres.6

Mereka semua berkongres di bawah pengawasan kepolisian pemerintah Belanda, sampai-sampai kata “merdeka” harus mereka hindari agar kongres tidak dibubarkan. Dan mereka pun berhasil menyatakan dengan khidmat ikrar kesatuan bertanah air, berbangsa, dan berbahasa.7 Itulah hebatnya orang-orang muda saat berkumpul!

Ketika energi muda dipadukan, dampaknya memang bisa sangat besar bagi kebaikan. Di masa lalu para pendobrak muda mengikrarkan Sumpah Pemuda yang mengilhami orang-orang dari seantero Nusantara untuk bersatu dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Di masa kini para pendobrak muda pun perlu menghasilkan karya-karya cemerlang yang mengisi kemerdekaan Indonesia berbagai bidang.

Lewat perkumpulan-perkumpulan bakat dan minat, mereka bisa mengembangkan kekreatifan untuk mendobrak kemiskinan prestasi. Lewat perkumpulan-perkumpulan kebangsaan atau keagamaan, mereka bisa menyumbangkan pemikiran-pemikiran bernas dan langkah nyata untuk mendobrak masalah-masalah di bidang sosial-politik atau moral.

Demikianlah perkumpulan pemuda seharusnya tak hanya berdampak bagi para anggotanya, tetapi juga bagi tanah air dan bangsa. Di zaman merdeka dengan ruang gerak yang sangat leluasa, capaian-capaian para pendobrak muda masa kini mestinya lebih banyak lagi dari para pendobrak muda di masa lalu.

Ya, Indonesia yang tengah menggeliat bangkit kepada kemajuan butuh dobrakan-dobrakan terhadap kebuntuan dan rintangan. PPPI, JIB, dan Pemuda Indonesia telah menunjukkan di era Sumpah Pemuda bahwa tiada yang lebih potensial untuk melancarkan dobrakan-dobrakan itu selain para pendobrak muda dari seantero Indonesia.

 

Herdiana Situmorang adalah seorang dokter yang bermukim di DKI JakartaVictor Sihombing adalah seorang karyawan perusahaan konstruksi fasilitas industri yang bermukim di Depok, Jawa Barat.

 

Catatan

1 “Kisah Jong Islamieten Bond dan Sumpah Pemuda” dalam situs Republika. <https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/17/10/29/oykf3c440-kisah-jong-islamieten-bond-dan-sumpah-pemuda-part1>.

2 Hendri F. Isnaeni. “Organisasi Mahasiswa di Balik Sumpah Pemuda” dalam situs Historia. <https://historia.id/modern/articles/organisasi-mahasiswa-di-balik-sumpah-pemuda-vVemk>.

3 “Mengenal Jong Islamieten Bond” dalam situs Republika. <https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-digest/17/11/01/oyqf1h313-mengenal-jong-islamieten-bond>.

4 Martin Sitompul. “Jong Indonesia Berdiri” dalam situs Historia. <https://historia.id/kronika/articles/jong-indonesia-berdiri-vXWd8>.

5 Robert E. Elson. The Idea of Indonesia: Sejarah Pemikiran dan Gagasan. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2009, hal. 97.

6 “Kongres Pemuda II” dalam situs Guru Pendidikan. <https://www.gurupendidikan.co.id/kongres-pemuda-ii-pengertian-persiapan-pelaksanaan-peserta-hasil-keputusan/>.

7 Try Sutrisno. “Tak Banyak Yang Tahu, Ini Fakta Unik Di Balik Sumpah Pemuda” dalam situs Tribun Manado. <http://manado.tribunnews.com/2017/10/27/tak-banyak-yang-tahu-ini-fakta-unik-dibalik-sumpah-pemuda?page=all>.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *