Oleh S.P. Tumanggor
Dari semua perkumpulan yang mengikuti Kongres Pemuda II di tahun 1928, ada dua yang menonjol karena beranggotakan pemuda-pemuda asal Indonesia Timur. Kedua perkumpulan itu adalah Jong Ambon (“Ambon Muda”) dan Jong Celebes (“Sulawesi Muda”). Keduanya berisi anak-anak muda bervisi hebat yang berasal dari Kepulauan Maluku dan Pulau Sulawesi.
Berpikir melampaui identitas daerah, para anggota Jong Ambon dan Jong Celebes menjadi visioner muda yang menerawang persatuan bangsa-bangsa Nusantara. Visi mereka melambung melintasi batas daerah, suku, dan agama untuk membentuk satu Indonesia, yang lantas diikrarkan dalam Sumpah Pemuda bersama anak muda anggota perkumpulan-perkumpulan lain dari Indonesia Barat.
Jong Ambon didirikan di Jakarta pada tahun 1917 oleh J. Kayadu. Mulanya sibuk menekuni sepakbola, perkumpulan kaum muda Maluku itu kemudian disengat visi tentang pentingnya pendidikan dan kebangsaan.1
Jong Celebes didirikan pada tahun 1919 dengan dimotori oleh kaum muda Minahasa. Semula mereka ini membentuk Jong Minahasa tapi kemudian mendapat visi lebih besar untuk membuat perkumpulan yang dapat mewadahi suku-suku di Sulawesi—bukan suku Minahasa saja.2
Karena sevisi dengan kaum muda Nusantara lainnya, kedua perkumpulan itu menjadi peserta Kongres Pemuda II di Jakarta. Masing-masing bahkan menyumbangkan seorang anggotanya untuk duduk di kepanitiaan. Johannes Leimena dari Jong Ambon menjabat sebagai Pembantu IV sedang Rumondor Cornelis Lefrand Senduk dari Jong Celebes menjabat sebagai Pembantu III.3
Di Jakarta, pada hari bersejarah di tanggal 28 Oktober 1928, para visioner muda dari seantero Indonesia itu mencetuskan Sumpah Pemuda. Berasal dari daerah yang berbeda, mereka mengikrarkan tanah tumpah darah yang satu: Indonesia. Berasal dari suku yang berbeda, mereka mengikarkan bangsa yang satu: Indonesia. Berasal dari bahasa ibu yang berbeda, mereka mengikrarkan bahasa persatuan: Indonesia.
Sejak saat itu, ikrar cemerlang Sumpah Pemuda mencorongkan daya upaya segenap kaum muda Nusantara kepada perjuangan keindonesiaan. Tiga belas tahun kemudian buah utamanya dipetik: proklamasi kemerdekaan Indonesia. Itulah hasil dari kiprah para visioner muda yang cerdas dan idealis, termasuk para anggota Jong Ambon dan Jong Celebes.
Tak heran pula bahwa dari kedua perkumpulan itu tampil tokoh-tokoh yang bervisi besar dan berkarya luhur bagi Indonesia. Johannes Leimena, misalnya, menggagas Rencana Bandung yang menaburkan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di seluruh tanah air.4 Rumondor Senduk juga terjun di bidang kesehatan. Bersama Bahder Johan, visioner muda lainnya, ia memprakarsai terbentuknya Palang Merah Indonesia.5
Mereka ini menunjukkan manfaat besar perkumpulan (atau komunitas) bagi kaum muda. Apa pun bidang kegiatannya (politik, hobi, agama, dll.), perkumpulan patutlah memiliki visi besar mengenai bidang yang digelutinya dan mengenai manfaat bidang itu bagi bangsa. Anggota-anggotanya perlu diarahkan kepada mimpi-mimpi besar yang positif sehingga menjadi para visioner muda.
Indonesia hari ini jelas membutuhkan para visioner muda, sama seperti di tahun 1928. Jika para anggota Jong Ambon, Jong Celebes, dan perkumpulan lainnya dapat merumuskan dan menggebrak dengan hal besar seperti Sumpah Pemuda, tentulah kaum muda Indonesia masa kini dapat berbuat serupa atau bahkan lebih lagi. Kecanggihan zaman seharusnya memudahkan, bukan melenakan, generasi muda mutakhir.
Selain itu, Jong Ambon, Jong Celebes, dan perkumpulan lainnya menunjukkan pula apa yang dapat dicapai oleh kaum muda yang bersatu padu dan bersatu visi. Kebersamaan dalam keindonesiaan, yang masih terjalin hingga hari ini di antara rakyat Indonesia yang berbeda daerah, suku, dan agama, adalah buah mimpi para visioner muda.
Sayang sekali, bangsa Indonesia kurang tanggap untuk melestarikan secara memadai kenangan tentang para visioner muda itu. Sungguh minim sumber-sumber tentang Jong Ambon dan Jong Celebes yang tersedia dan bisa diakses umum. Ini bisa berarti bahwa visi besar pemuda-pemuda cemerlang dari Maluku dan Sulawesi itu pun akan sukar diakses kaum muda masa kini. Sangat tidak pantas.
Meskipun begitu, meskipun tidak dihargai dengan semestinya, yang sedikit tersedia tentang Jong Ambon dan Jong Celebes masih menyajikan ilham besar bagi generasi muda mutakhir asalkan mereka mau memikirkannya: yang muda seharusnya visioner.
S.P. Tumanggor adalah seorang pengalih bahasa yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.
Catatan
1 “Dokter Politik dari Timur” dalam Tempo edisi 27 Oktober-2 November 2008, hal. 51.
2 Fauziah. “Sumpah Pemuda: Sembilan Organisasi Pemuda Daerah” dalam situs Kebudayaan Indonesia. <http://kebudayaanindonesia.net/sumpah-pemuda-sembilan-organisasi-pemuda-daerah/>; M. Junaedi Al Anshori. Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan. Jakarta: PT Mitra Aksara Panaitan, hal. 116.
3 “Kongres Pemuda Kedua” dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia. <https://id.wikipedia.org/wiki/Kongres_Pemuda_Kedua>.
4 “Dr. Johannes Leimena” dalam situs Pahlawan Center. <https://pahlawancenter.com/dr-johannes-leimena/>.
5 Aswab Nanda Pratama. “Sejarah Palang Merah, Berawal dari Nerkai, PMI, hingga Lahirnya PMR” dalam situs Kompas. <https://nasional.kompas.com/read/2018/09/17/17212001/sejarah-palang-merah-berawal-dari-nerkai-pmi-hingga-lahirnya-pmr>.