Oleh Ebenhard Marpaung
Alkitab Wenceslas adalah kitab yang “unik dan sangat berharga, bukan saja karena teksnya, yang merupakan salah satu terjemahan Jerman terawal dari Alkitab, tetapi juga karena gambar gambarnya yang luar biasa.”1 Terdiri dari 2.428 halaman yang berukuran 52 x 36 cm, Alkitab bergambar dari abad ke-14 itu berhiaskan 654 gambar miniatur dan inisial.2 Namanya berasal dari nama Wenceslas IV (1361-1419), penguasa Kerajaan Bohemia dan Kerajaan Jerman dari Dinasti Luksemburg.
Alkitab Wenceslas diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dari Vulgata,3 Alkitab bahasa Latin dari akhir abad ke-4. Lewat penerjemahan ini, Kitab Suci yang semula tersedia dalam bahasa yang bisa dibilang asing sekarang jadi dapat dipahami dalam salah satu bahasa pribumi yang cukup dominan di kerajaan Wenceslas. Bahasa Latin sendiri pada saat itu sudah lama berhenti jadi bahasa sehari-hari dan di kerajaan Wenceslas hanya digunakan sebagai bahasa pemerintahan dan liturgi4—asing bagi rakyat pada umumnya.
Tapi bukan berarti segalanya mudah. Penerjemahan Alkitab Wenceslas sangat berisiko karena Raja Charles IV, ayah Wenceslas, melarang segala upaya untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa pribumi. Upaya semacam itu dianggap bidat.5 Larangan ini tentu saja membuat Alkitab tetap asing bagi rakyat pada umumnya.
Namun, karena Wenceslas bertetap hati untuk tidak menuruti larangan ayahnya, Alkitab berbahasa Jerman itu pun tetap dibuat—lengkap dengan gambar-gambar indah.6 Selain teksnya merupakan terjemahan dari bahasa asing ke dalam bahasa pribumi, gambar-gambarnya pun merupakan “terjemahan” dari realitas budaya Asia Barat (budaya latar Alkitab) ke dalam realitas budaya Eropa. Busana tokoh, perabotan, dan bangunan digambarkan khas Eropa abad ke-14.
Sebagai contoh, dalam ilustrasi tentang pembangunan Menara Babel, teknik konstruksi yang ditampilkan adalah teknik konstruksi Eropa abad ke-14.7 Dalam ilustrasi tentang mata Simson dibutakan, orang-orang Filistin ditampilkan dalam balutan jubah, celana ketat, dan ikat pinggang khas Eropa abad ke-14.8 Selain ilustrasi seputar cerita-cerita Alkitab, ada pula gambar-gambar seputar kerajaan Wenceslas (misalnya sosok dan emblem-emblem sang raja) yang jelas bernuansa Eropa abad itu. 9
Alkitab Wenceslas membuktikan bahwa kekristenan sangat dapat diungkapkan melalui bahasa dan budaya setempat. Kekristenan sangat memberi ruang untuk menerjemahkan Alkitab dari bahasa aslinya ke dalam bahasa manapun di dunia. Dengan demikian yang asing menjadi akrab bagi setiap budaya. Vulgata sendiri, sumber penerjemahan Alkitab Wenceslas, merupakan terjemahan dari bahasa-bahasa Ibrani, Aram, dan Yunani—bahasa-bahasa asli Alkitab.
Kekristenan pun sangat memberi ruang bagi budaya setempat untuk memperindah kekristenan. Tak heran Alkitab Wenceslas dihiasi dengan droleri (gambar kecil penghias pinggir halaman), gambar miniatur, hiasan inisial awal, dan ornamen-ornamen sulur, dedaunan, burung pekakak.10 Semua khas budaya Bohemia dan Jerman—khas budaya Eropa.
Gereja di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, seyogyanya “menerjemahkan” pula kekristenan dari budaya asing ke dalam budaya setempat. Sudah bagus bahwa Alkitab telah dan terus diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa daerah Nusantara. Namun, budaya Nusantara masih langka menghiasi kekristenan. Begitu banyak pernak-pernik kekristenan Eropa/Barat yang “diimpor” oleh kekristenan Indonesia. Padahal orang Eropa sendiri mempribumikan kekristenan dari Asia Barat ke dalam budaya mereka!
Menjadi Kristen tidak berarti menyisihkan budaya sendiri demi merangkul budaya bangsa penyiar kekristenan. Alkitab Wenceslas menunjukkan bahwa orang Kristen Bohemia dan Jerman menjadi Kristen tanpa meninggalkan kebohemiannya dan kejermanannya. Maka orang Kristen Indonesia pun bisa menjadi Kristen tanpa harus kehilangan keindonesiaannya.
Sungguh sayang bahwa Alkitab Wenceslas belum selesai. Proses penerjemahannya terhenti seiring meninggalnya Martin Rotlev, tokoh yang menugaskan dan mendanai pekerjaan itu. Kitab Daniel, kitab “nabi-nabi kecil”, dan seluruh “Perjanjian Baru” absen dari kitab bergambar itu.11
Seperti Alkitab Weceslas, rupanya pekerjaan “penerjemahan” kekristenan ke dalam budaya setempat juga belum tuntas. Saat ini kekristenan di banyak negeri masih terkungkung dalam keasing-asingan. Semoga umat Kristen dari berbagai budaya melek bahwa budayanya sendiri dapat dipakai untuk memperindah kekristenan—untuk menerjemahkan yang asing sehingga menjadi akrab dengan budayanya.
Ebenhard Marpaung adalah seorang karyawan perusahaan telekomunikasi yang bermukim di DKI Jakarta.
Catatan
1 “Wenceslas Bible” dalam Revolvy. <https://www.revolvy.com/page/Wenceslas-Bible>.
2 Barbara Drake Boehm dan Jiri Fajt. “Wenceslas IV’s books and their illuminators” dalam Prague: The Crown of Bohemia, 1347-1437/penyunting: John P. O’Neill dkk. New York: Metropolitan Mueseum of Art, 2005, hal. 220.
3 “Wenceslas Bible”, Revolvy.
4 Anthony. “Languages in the EMP – Germany/Holy Roman Empire” dalam blog Antiledo. <http://antiledo.blogspot.com/2011/04/languages-in-emp-germanyholy-roman.html>.
5 “Wenceslas Bible”, Revolvy.
6 Barbara Drake Boehm dan Jiri Fajt. “Wenceslas IV” dalam Prague: The Crown of Bohemia, 1347-1437/penyunting: John P. O’Neill dkk. New York: Metropolitan Mueseum of Art, 2005, hal. 99.
7 Gambar bisa dilihat dalam situs Wikipedia. <https://en.m.wikipedia.org/wiki/File:Wenzelsbibel1.jpg>.
8 Gambar bisa dilihat dalam situs Alamy <https://www.alamy.com/english-bible-of-wenceslaus-iv-franais-miniature-de-la-bible-de-wenceslas-samson-et-dalila-1389-unknown-bible7-image184914809.html>.
9 Barbara Drake Boehm dan Jiri Fajt, “Wenceslas IV’s books and their illuminators”, hal. 220.
10 Hermon Sharon. “Illuminated manuscripts of the court of king Wenceslas IV of Bohemia” dalam situs Persee. <https://www.persee.fr/doc/scrip_0036-9772_1955_num_9_1_2595#scrip_0036-9772_1955_num_9_1_T1_0122_0000>.
11 Hermon Sharon, “Illuminated manuscripts of the court of king Wenceslas IV of Bohemia”.