Lihai Meracik Data

Oleh Lasma Panjaitan

Ketika memasak, kita harus lihai meracik bumbu secara pas. Tidak sembarang bumbu bisa kita masukkan, karena kita harus menyesuaikannya dengan masakan yang kita harapkan. Takaran bumbu yang tepat, di samping bahan yang berkualitas, akan mempengaruhi rasa masakan. Menulis juga sering kali mirip dengan meracik bumbu dalam memasak. Itu yang saya simpulkan selama menekuni kiprah penulisan bersama Komunitas Ubi (Kombi) yang tahun ini genap berumur empat tahun.

Dalam banyak tulisan Kombi, kami membutuhkan data-data pendukung untuk memperkuat pendapat. Data-data yang digunakan tentulah harus disesuaikan “takaran”nya dengan tulisan yang ingin kami buat. Tidak semua data harus dimasukkan—dijejalkan dan dicampuradukkan—ke dalam tulisan. Kelihaian meracik data ini saya pandang sebagai bagian dari berpikir dalam menulis.

Ya, menulis berarti berpikir. Dalam hal ini, proses berpikir berlangsung ketika kita memilah-milah dan meracik data secara lihai untuk memperkuat “citarasa” tulisan. Proses ini sudah menjadi semacam ciri khas dan komitmen Kombi dalam menghasilkan tulisan.

Kombi percaya bahwa tulisan-tulisan bernas haruslah lahir dari proses bernalar yang lihai, termasuk dalam hal meracik data. Lihai meracik data berarti, antara lain, lihai memilah data yang tepat, mencari sumber informasi terpercaya, dan membangun argumen dari data. Saya dapat menunjukkan beberapa contoh penjelasnya dari pengalaman Kombi dalam setahun terakhir.

Di bulan April 2015, di bawah tema besar “Palang Gemilang,” saya membuat tulisan berjudul “Palang Malta” untuk Kombi. Dalam proses pembuatan tulisan, saya melakukan riset kecil untuk mendapatkan berbagai informasi tentang Palang Malta. Data yang saya temukan cukup banyak dan, sialnya, ada yang tidak saling mendukung. Di sinilah saya harus pandai-pandai membandingkan dan memilah data untuk mendapatkan kesimpulan yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan.

Di bulan September 2014, di bawah tema besar “Aksara Nusantara,” Stefani Krista membuat tulisan berjudul “Aksara Rejang.” Mengingat bahan bacaan tentang aksara Rejang tidak mudah ditemukan, Stefani harus tekun mencari data di dunia maya, di antara situs-situs dan blog-blog. Ia harus pandai-pandai memilih sumber informasi yang terpercaya untuk menyusun tulisan yang terpercaya pula.

Di bulan Februari 2015, di bawah tema besar “Kenal Orisinal,” Viona Wijaya membuat tulisan berjudul “Mendunia Lewat Majalah.” Melalui tulisannya, Viona hendak mengargumenkan keorisinalan orang Barat lewat majalah-majalah mereka. Ia harus pandai-pandai mencermati data-data yang bisa ditemukannya untuk bisa menentukan contoh-contoh majalah Barat yang menunjang bangunan argumennya.

Ketiga contoh kasus di atas memberikan gambaran tentang pentingnya kelihaian meracik data dalam membuat tulisan. Memang meracik data bukanlah hal gampang dan melibatkan proses bernalar yang tidak sederhana. Namun, jika kita mau membiasakan diri dengannya, kita akan terlatih berpikir baik. Tulisan-tulisan hasil berpikir baik akan serupa dengan masakan yang pas takaran bumbunya dan punya citarasa tinggi.

Tulisan semacam itu, saya yakin, akan berpengaruh baik kepada pembaca. Ketika menikmatinya, angan pembaca juga dibentuk untuk mengacu kepada cara berpikir yang baik. Ini jelas akan berdampak bagus kepada cara berpikir bangsa. Jadi, jika kita tidak ingin melihat bangsa kita payah etos pikirnya, kita tidak boleh enggan dan malas berlihai pikir dalam menulis. Kita tidak boleh membuat tulisan yang sembarang jadi atau asal ada.

Memasuki tahun kelimanya, Kombi tetap ingin menggiatkan dan mengilhamkan kinerja menulis-berpikir yang, antara lain, mewujud dalam kelihaian meracik data. Kami di Kombi percaya bahwa kinerja ini baik bagi bangsa, bahkan bagi dunia. Mari kita budayakan berlihai pikir dalam menulis.

.

Lasma adalah seorang pegiat Lembaga Bantuan Hukum yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *