Buyar

Salam di bulan kedua 2018, rekan pembaca!

Di peralihan abad XX ke abad XXI, khususnya sejak tahun 1990 hingga kini, dunia telah menyaksikan munculnya puluhan negara baru. Negara-negara baru itu lahir dari buyarnya atau pecahnya negara-negara lama. Secara mencolok, Benua Eropa, tempat beragam suku hidup bertetangga dalam satu daratan luas, menjadi kawasan yang paling banyak menetaskan negara baru.

Fakta Eropa itu berkontras dengan fakta Indonesia, kawasan luas yang tetap utuh sebagai satu negara meski dihuni beragam suku yang hidup di pulau-pulau dipisahkan laut. Fakta Eropa itu juga sering dijadikan pengingat agar Indonesia tak mengalami buyar serupa. Bulan ini, masih dalam suasana awal tahun, Komunitas Ubi (Kombi) hendak memperkuat pengingat itu lewat empat tulisan yang melibatkan kisah tentang empat negara Eropa yang buyar.

Lima belas negara lahir pada tahun 1991 dari buyarnya Negara Uni Soviet. Victor Sihombing bercerita bagaimana Uni Soviet bangkit dari mimpi kaum komunis untuk menciptakan masyarakat tanpa kepemilikan pribadi dan kelas sosial. Mimpi yang tak tergapai ini, lantaran bersifat utopis dan dikejar dengan menerapkan tangan besi terhadap rakyat, menghancurkan kesatuan Uni Soviet yang adidaya itu.

Negara Ceko dan Negara Slowakia lahir pada tahun 1993 dari buyarnya Negara Cekoslowakia. Helminton Sitanggang bertutur bahwa ketimpangan sosial di Cekoslowakia mencetus ketidakpuasan yang menggoncang persatuan. Setelah menempuh proses perundingan yang panjang, kedua negara bagian Cekoslowakia akhirnya berpisah—syukurlah dengan baik-baik tanpa tikai dan perang.

Lima negara lahir pada tahun 1991-1992 dari buyarnya Negara Yugoslavia. Victor Samuel bercerita bagaimana gesekan antar suku melanda Yugoslavia sepeninggal Josef Broz, pemimpin yang menjalin dan memelihara kesatuan mereka. Gesekan ini bahkan menimbulkan pertumpahan darah hebat yang membuat Yugoslavia jadi kegemparan dunia.

Negara Serbia dan Negara Montenegro lahir pada tahun 2006 dari buyarnya Negara Serbia-Montenegro. S.P. Tumanggor bertutur bahwa musnahnya persatuan itu melanjutkan kisah keruntuhan Yugolavia yang nama besarnya diwarisi Serbia-Montenegro. Meski berlangsung damai, perpecahan negara seperti yang dialami Serbia-Montenegro tak bisa tidak menimbulkan kerepotan besar.

Indonesia sangat bisa dan perlu belajar dari kebuyaran negara-negara Eropa itu. Kekompakan yang terjaga hingga kini haruslah disyukuri, tapi keselarasan keragaman jangan sampai lalai dikelola dan keadilan sosial jangan sampai lalai ditegakkan di seluruh penjuru negeri. Dengan pengertian dan kerja sama yang baik di antara semua suku dan golongan, Indonesia akan dapat terus bersatu sambil mengerjakan dan menghasilkan hal-hal besar dari persatuannya.

Selamat ber-Ubi.

 

Komunitas Ubi