Oleh Efraim Sitinjak
Sejarah Indonesia bercerita banyak tentang pribadi Kristen yang berjuang membela bangsa. Mereka pahlawan iman dalam hal kebangsaan. Teladan mereka masih bergaung sampai saat ini.
Pemuda Wolter Monginsidi, contohnya, memegang Alkitab ketika tubuhnya menyongsong timah-timah panas dari senapan penjajah. Ia dieksekusi pada 5 September 1949 karena membela bangsanya. Ia seorang Kristen yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia sampai rohnya kembali kepada Sang Khalik. Ia setia sampai mati dalam keyakinan.
Di lain tempat dan waktu, Arnold Mononutu turut menyumbang ide dan keringat dalam Konstituante (forum pembuat Undang-Undang) 1953. Bersama tokoh-tokoh lain, ia memperjuangkan dasar negara yang bisa mempersatukan Indonesia yang beragam. Ulasannya tentang Pancasila dan kebangsaan dari sudut pandang Alkitab bahkan membuat tokoh agama lain terkesan.
Peran J. Leimena tak kalah hebatnya. Kegelisahannya atas kurangnya kepedulian umat Kristen terhadap nasib bangsa membawanya ikut mendirikan GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) di tahun 1950. Ia adalah tangan kanan Presiden Soekarno. Karena kejujurannya, negara Indonesia kerap dipercayakan kepadanya jika Presiden Sukarno sedang di luar negeri. Ia seorang dokter, negarawan, pahlawan nasional, dan anak Tuhan yang sungguh. Baginya politik adalah etika untuk melayani.
T.B. Simatupang adalah seorang jenderal, bukan seorang teolog. Ia ahli perang, bukan ahli khotbah. Namun, kegelisahannya membuatnya menulis ide-ide untuk mendaratkan kekristenan dalam kehidupan berbangsa. Ia percaya bahwa orang Kristen punya peranan penting untuk bangsa ini.
Sudahlah kita sekadar berkenang-kenang dengan sejarah. Gerakan mereka memang manis untuk dikenang. Namun jika tidak kita teladani saat ini, inspirasi mereka hanya menjadi sindiran tajam untuk kita. Mereka sudah melakukan bagian mereka, bagaimana dengan kita? Masihkah kita cuma berziarah ke makam sejarah?
Bukan dengan pemikiran dangkal W.J. Rumambi, tokoh Kristen dalam perdebatan amandemen dasar negara, menjabarkan bahwa tugas umat Kristen Indonesia ialah turut mengusahakan kesejahteraan, perdamaian, keadilan, dan ketertiban untuk seluruh rakyat Indonesia. Jadi, kiprah umat Kristen, baik dengan kata maupun perbuatan, bukan untuk kalangan sendiri saja, namun untuk semua golongan dan agama. Inilah sikap kebangsaan yang harusnya ada dalam setiap kita yang mengaku pengikut Kristus.
Jika saat ini banyak pemuda Kristen masih merenungkan arti Matius 5:13-14 (soal peran kita sebagai garam dan terang dunia), para pahlawan di atas sudah memaknainya. Jika banyak orang Kristen baru berhasil mengingat ayat tersebut, mereka sudah berhasil menerapkannya. Jika kita masih sibuk mengurai arti menjadi garam dan terang, mereka sudah menjiwai dan menghidupinya.
Mari mencintai bangsa ini sebagaimana para pendahulu kita mencintainya. Tuhan memberi mereka waktu dan mereka melakukan bagian mereka. Tuhan juga sedang memberi kita waktu, jadi mari lakukan bagian kita. Mari menjadi pribadi yang selalu gelisah atas nama integritas melihat kerusakan bangsa ini. Bagian para pendahulu kita sudah, bagian kita masih di hadapan kita.
Mari kita jaga kibaran bendera yang dulu dijaga para pendahulu kita dengan bertaruh nyawa.
.
Efraim adalah seorang konsultan kebijakan publik yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.