Membangkitkan Pahlawan

Salam di bulan delapan 2011, Sidang Pembaca!

Bangsa kita punya banyak pahlawan. Mereka ibarat mutiara-mutiara berkilauan yang terasah melalui pergulatan zaman. Tentu kita bangga dan terpukau dengan kiprah dan perjuangan mereka. Namun, kita juga perlu menangis karena kerap kali mereka sekadar singgah dalam ingatan kita sebelum lenyap bersama berlalunya waktu.

Hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk menghargai para pahlawan adalah dengan melanjutkan semangat yang telah mereka gelorakan—bahkan mencipta inspirasi baru untuk bangsa ini. Oleh karena itu, lima peladang (penulis) bulan ini berupaya “membangkitkan” orang-orang yang telah menunjukkan kilau di bidangnya melampaui sekat agama, suku, dan golongan.

Nuary Ayuningtyas mengajak kita untuk berjumpa dengan sosok Tjilik Riwut. Nuary membuktikan bahwa usia belia dan asal suku tidak menjadi penghalang untuk terlibat dalam upaya menjaga tanah air yang kita cintai. Malahan, kita dapat terlibat dalam upaya menjaga kedaulatan Indonesia dengan cara membangun kemandirian daerah.

Menjaga tanah air berarti pula menjaga keutuhan Zamrud Khatulistiwa. Melalui kiprah Djuanda Kartawidjaja, Efraim Sitinjak menandaskan bahwa perjuangan menyatukan tanah air belum selesai. Kita perlu menghadirkan ide-ide terbaik untuk berkancah di dunia internasional demi melindungi wilayah-wilayah yang sering terabaikan.

Di lahan lain, Viona Wijaya mengobarkan nyali kita untuk tidak gentar menghadapi “orang-orang gede”. Bercermin dari pergulatan Hoegeng di kepolisian, Viona menyerukan perlawanan terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telanjur mendarah-daging dalam berbagai institusi di Indonesia.  Tulisan ini mengajak kita untuk menggemparkan bangsa dengan integritas yang tak tergoyahkan.

Bagi Yulius Tandyanto, semua orang—baik kaya, miskin, buta huruf, laki-laki, perempuan—dapat mengharumkan bangsanya. Bagus menghadirkan geliat perempuan dari lapisan bawah, Dewi Dja, yang mengajak kita untuk menghayati makna pengabdian dan ketekunan. Bagus mengingatkan kita untuk tekun menggeluti setiap bidang kehidupan meski sepi dari penghargaan dan aral memupus asa.

Menutup untaian tulisan tentang membangkitkan pahlawan, S.P. Tumanggor menyadarkan kita dengan penampilan Teuku Hasan Muhammad di Tiro dan Seth Jafet Rumkorem. Tumanggor mengajak kita untuk melihat dengan jeli bahwa bibit-bibit pahlawan malah bisa menjadi pelawan bangsa jika suku atau daerahnya diperlakukan secara tidak adil. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun rakyat perlu bergandengan tangan untuk mewujudkan Indonesia yang madani.

Sidang Pembaca, saatnya kita bangkit menjadi pahlawan bagi bangsa ini. Jangan sampai para pahlawan masa lampau bangkit dari liang kubur dan menyerapahi kita karena bangsa ini kian karut akibat kepongahan kita. Dirgahayu Republik Indonesia ke-66, merdeka!

Selamat ber-UBI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *