Akhiri dengan Indah

Oleh Efraim Sitinjak

Kita mungkin masih akrab dengan lirik lagu “Akhiri Ini dengan Indah” yang dikumandangkan Jikustik. Sebagian lirik tersebut berkata demikian:

Ketika slamanya pun harus berakhir
Akhirilah ini dengan indah
Kau harus relakan setiap kepingan
Waktu dan kenangan
Ketika pelukanku pun tak lagi bisa
Menenangkan hatimu yang sedih
Aku memilih ‘tuk mengakhiri ini dengan indah
1

Lagu tersebut bercerita tentang hubungan pacaran yang harus disudahi bukan pada akhir yang direncanakan, yaitu pernikahan. Terkadang dua sejoli yang berpacaran harus mengambil keputusan berpisah yang mungkin menyakitkan hati, tapi jauh lebih baik daripada tetap bersama.

Pacaran seyogyanya menjadi masa pertemanan yang lebih intim bagi dua insan. Inilah masa ketika kedua insan itu bisa saling kenal lebih dalam sebelum menikah. Pacaran identik dengan keromantisan dan semangat. Namun, di balik keromantisan itu perbedaan karakter bisa menjadi sesuatu yang berat. Pertengkaran bisa tercetus oleh hal-hal yang kecil. Selain perbedaan karakter, ada pula hal yang lebih besar untuk diwaspadai: tidak melibatkan peran Tuhan dalam berpacaran.

Saya pernah menjalin hubungan dengan seorang wanita. Kami berkenalan melalui ruang maya lalu memutuskan untuk bertemu. Setelah berkenalan secara langsung, kami mulai berkomunikasi secara lebih serius. Beberapa waktu kemudian kami berpacaran dan menjalin hubungan sungguh-sungguh, dalam arti punya gambaran untuk menikah.

Namun, dalam perjalanan hubungan ini, banyak sekali tantangan yang kami hadapi. Bulan-bulan pacaran kami diisi oleh keromantisan, pertengkaran, persahabatan, perdebatan, kasih sayang, dan kecemburuan. Sering sekali kami tidak mengandalkan Tuhan dalam menyelesaikan berbagai masalah. Akhirnya, kami pun memutuskan untuk menyudahi hubungan asmara kami, namun tetap menjalin pertemanan.

Kisah saya itu adalah satu dari sekian banyak kisah pacaran yang ternyata harus berakhir. Tetapi darinya saya memetik pelajaran berharga: Jika kita memulai hubungan asmara dengan itikad baik, kita patut mengakhirinya dengan itikad baik pula—sekiranya hubungan itu memang harus berakhir.

Perpisahan tentu membuat hati kita remuk. Dalam keadaan ini, kita cenderung tidak bisa menerima kenyataan. Semua kita nilai sebagai kesalahan yang seharusnya tidak terjadi. Sisa-sisa harapan membuat kita merasa sangat kehilangan. Akan tetapi, yang sudah berlalu tidak bisa kita ulang. Kenyataan mungkin tidak senyaman yang dibayangkan dan sisa-sisa harapan bisa menghantui kita.

Namun, perpisahan dapat pula menjadi kesempatan bagus untuk mengevaluasi diri. Kita bisa meninjau ulang baik-baik bagaimana awal mula hubungan kita dan proses perjalanannya sampai putus. Dalam evaluasi ini, kita harus mencari tahu apa yang salah. Apabila itu tidak kita lakukan, kita tidak akan menemukan hal-hal penting yang bisa menjadi bahan pelajaran dan pemikiran untuk kembali membina hubungan suatu saat kelak.

Arti penting dari menemukan apa yang salah adalah introspeksi diri. Introspeksi diri merupakan metode untuk belajar menjadi dewasa, terutama dalam melihat, menganalisis, dan menarik benang merah dari peristiwa yang kita alami.

Introspeksi menolong kita mengingat apa saja yang telah kita lakukan dalam berpacaran. Dengannya kita bisa memilah mana yang baik dan benar, mana yang buruk, dan mana yang tidak seharusnya terjadi. Pemilahan hal yang baik dan buruk perlu kita lakukan agar di masa mendatang, saat menjalin hubungan kembali, kita tidak membuat kesalahan yang sama.

Hasil evaluasi kita sebaiknya didasarkan atas penilaian dengan itikad baik. Penilaian ini tentu bukan untuk mencari-cari kesalahan mantan pasangan kita. Ketika hasil evaluasi yang sesungguhnya telah kita temukan, kita harus sesegera mungkin menghentikan sikap-sikap kurang baik yang mungkin kita tunjukkan akibat pedihnya patah hati yang kita rasakan.

Segala sesuatu ada masanya. Ketika hubungan asmara tidak bisa dilanjutkan, meski sudah sedapat-dapatnya dipertahankan, kita harus ikhlas menerima “putus cinta” sebagai langkah yang harus diambil. Ketika keikhlasan sudah kita tanamkan, mari bersiap lebih baik lagi untuk hubungan asmara di depan nanti sembari mendoakan yang terbaik bagi mantan pacar kita. Itulah mengakhiri dengan indah.

.

Efraim adalah seorang konsultan kebijakan publik yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Catatan

  1. “Akhiri ini dengan indah” (artis: Jikustik). Lihat KapanLagi.com <http://lirik.kapanlagi.com/artis/jikustik/akhiri_ini_dengan_indah>.

One thought on “Akhiri dengan Indah

  1. Pingback: Antara kita dan cinta « Merekam Kenangan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *