Oleh Efraim Sitinjak
Keras, perantau, spontan, agresif, suka main catur, preman, bersuara kuat. Itulah gambaran yang banyak dipahami suku lain tentang suku Batak. Tetapi suku Batak juga terkenal sebagai seniman, pengacara handal, guru, politikus cerdik, dan, tentu saja, penyanyi ulung.
Suku Batak dan nyanyian adalah dua hal yang tak terpisahkan. Suara penyanyi Batak dan lagu-lagu Batak sudah mewarnai seluruh pelosok Indonesia hingga dunia. Lirik lagu-lagu Batak banyak yang menuturkan nilai-nilai hidup, termasuk satu nilai penting yang menjadi ciri khas suku Batak: semangat untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya.
Satu contoh yang baik adalah lagu Anakkon Hi do Hamoraon di Au karya Nahum Situmorang yang termashur itu. Sebagian liriknya berkata demikian:
Huhoho pe massari arian nang bodari
Lao pasikkolahon gellengki
Naikkon marsikkola satimbo-timbona
Sikkap ni natolap gogokki1
Terjemahan Indonesianya:
Aku akan bekerja keras siang dan malam
Untuk menyekolahkan anakku
Harus bersekolah setinggi-tingginya
Sampai semampu kekuatanku
Itulah semangat mengejar pendidikan yang dimiliki suku Batak, khususnya Batak Toba. Orang Toba mengutamakan pendidikan karena falsafah hidup mereka menekankan pentingnya manusia menggapai hamoraon, hasangapon, hagabeon (kekayaan, kehormatan, keturunan) dalam hidup. Dan di zaman moderen ini tentu saja pendidikan merupakan sarana ampuh untuk merengkuh hamoraon dan hasangapon. (Walaupun pendidikan tinggi terkadang membuat pemuda Batak lambat-lambat menikah sehingga menghambat hagabeon.)
Itulah sebabnya banyak orang tua Batak berani berkorban apa pun demi pendidikan anaknya. Mereka rela menjual tanah atau perhiasan asalkan anak bisa bersekolah. Bahkan orang tua Batak dari kalangan menengah ke bawah menjadikan hal ini prinsip hidup mereka: ketika tak ada harta atau lahan yang bisa diwariskan bagi masa depan anak, pendidikanlah yang dijadikan warisan.
Hal itu tertuang dalam lagu Boto Lungun (Ingat Kesusahan) yang dipopulerkan oleh Victor Hutabarat:
Burjuhon damang na marsingkola i,
I do na boi tarbahen ahu, na lao panguseangmi,
Ai soada hauma hasian na lao panjaeanmi,
Burjuhon ma, parhaseang ma,
Hinorusni hodokki2
Terjemahan Indonesianya:
Bekerja keraslah anakku menempuh pendidikanmu
Itu yang bisa aku berikan sebagai warisanmu
Karena tidak ada ladang yang bisa kaulah, Sayang
Bekerja keraslah, pergunakanlah
Hasil kerja kerasku
Bermodalkan pengorbanan dan kerja keras, banyak orang tua Batak akhirnya melihat anaknya sukses dalam pendidikan dan karir di seluruh Indonesia. Namun, hal itu tentunya berpulang juga kepada keseriusan si anak. Sedih, memang, ketika ada anak yang malah lalai menghargai lelah dan keringat orang tuanya. Pengorbanan orang tua haruslah diimbangi dengan usaha gigih anak sebagai wujud penghargaan terhadap pengorbanan itu.
Semangat suku Batak dalam mencari kehidupan yang lebih baik lewat pendidikan bisa menjadi teladan bagi orang Indonesia lainnya. Ketulusan pengorbanan orang tua Batak bisa menjadi ilham untuk berjuang menyekolahkan anak. Usaha gigih anak dalam menghargai setiap tetes keringat orang tua pun bisa menjadi ilham untuk menuntut ilmu dengan giat.
Penghargaan terhadap pendidikan, yang menonjol pada suku Batak (dan beberapa suku lain), haruslah dimasyarakatkan di seluruh Indonesia. Orang Indonesia, dari suku apa pun, patut mencamkan bahwa pendidikan memegang peran penting dalam pembangunan bangsa. Melalui pendidikan yang baik akan terlahirmanusia Indonesia yang mampu berpikir dan bertindak lebih baik serta mampu bersaing. Manusia Indonesia seperti inilah yang akan membangun kejayaan suku dan bangsa.
.
Efraim adalah seorang konsultan kebijakan publik yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.
Catatan
1 “Anakkon Hi do Hamoraon di Au” (artis: Victor Hutabarat). Lihat indo.coolmusiclyrics.com <http://indo.coolmusiclyrics.com/liriklagu/musik-daerah/anakkon-hi-do-hamoraon-di-au>.
2 “Boto Lungun” (artis: Victor Hutabarat). Lihat lagubatak.wordpress.com <http://lagubatak.wordpress.com/syair/boto-lungun/>.
[pendidikan terutama]