Memihak Budaya Sendiri: Suatu Teladan dari Korea Selatan

Oleh Lasma Panjaitan

Masyarakat Indonesia saat ini sedang hanyut dalam suatu “gelombang” dari negeri asing: gelombang budaya Korea. Industri hiburan Korea Selatan sukses mempromosikan kebudayaan mereka dengan kemasan apik, baik dalam bentuk musik maupun drama. Alhasil masyarakat Indonesia menjadi tertarik mempelajari produk-produk budaya Korea.

Saya rasa tak jadi perkara jika kita, orang Indonesia, tertarik kepada budaya asing dan mempelajarinya. Tetapi, sayangnya, keterhanyutan dalam gelombang budaya asing (Korea atau lainnya) ternyata sering membuat kita lalai memperhatikan atau mengembangkan budaya sendiri. Gelombang budaya luar menyebabkan terkikisnya budaya Indonesia.

Saya mendapati beberapa teman perempuan terpesona akan pakaian tradisional Korea (hanbok) dan memburunya. Mereka merasa bangga jika bisa difoto dengan mengenakan hanbok. Sekiranya para gadis ini mengenakan kebaya mungkin mereka tidak merasakan kebanggaan yang sama karena kebaya sudah dianggap biasa saja.

Dalam hal musik, saya juga menjumpai perilaku yang sama. Kaum muda kita kini sudah terbiasa mendengarkan dan mengidolakan pemusik-pemusik Korea seperti Suju, SNSD, atau BIG BANG. Perhatian mereka pun teralihkan dari musik Indonesia, terlebih musik daerah. Musik daerah sering kali dianggap kuno dan membosankan.

Semua sikap lalai itu patut disayangkan sebab di zaman globalisasi ini—di mana arus-arus budaya terus berbaur—budaya Indonesia akan punah jika kita tidak punya keberpihakan yang kuat kepadanya. Namun, keberpihakan kita hendaknya bukan keberpihakan yang rusuh dan “membabi buta,” melainkan yang cerdas dalam mengenali karakter dan potensi dari budaya sendiri. Kita harus jeli melihat “nilai jual” dari keragaman budaya yang dimiliki Indonesia.

Korea Selatan ialah contoh bangsa yang berpihak kuat kepada budayanya. Mereka mampu mengungkapkan rasa bangga akan budaya Korea dan mampu mengolah berbagai ide kreatif untuk memperkenalkannya.

Kita bisa saksikan drama-drama Korea yang dibuat rancak dengan latar sejarah Korea. Drama-drama tersebut menampilkan kerajaan, upacara adat, serta pakaian tradisional Korea. Selain itu, Korea Selatan juga memproduksi acara-acara varietas yang unik dan gampang dicerna penonton. Sebagian besar tontonan itu diolah sedemikian rupa sehingga menjadi kemasan yang indah bagi budaya Korea.

Melalui acara-acara itu terlihat bagaimana pemerintah Korea peduli terhadap pelestarian budaya. Museum dan tempat bersejarah dirawat dengan sangat baik, dan pendataan budaya dilakukan dengan teratur. Sikap ekspresif masyarakat Korea memberi nilai lebih pula saat terekam kamera. Mereka tak henti-hentinya mengelu-elukan budaya negerinya. Cara ini ampuh untuk membangkitkan minat penonton akan budaya Korea.

Keberpihakan kepada budaya sendiri, seperti yang dimiliki penduduk Korea Selatan, ternyata belum mengakar kuat di hati masyarakat Indonesia. Hal ini mungkin dikarenakan masyarakat Indonesia cenderung menilai bahwa milik bangsa lain lebih baik dan bermutu ketimbang milik bangsa sendiri. Alhasil kita lebih menghargai budaya asing dibandingkan budaya sendiri. Kita juga sering kali lebih suka melihat hasil ketimbang menekuni proses. Kita jadi malas berpikir dan tak menghasilkan ide menarik untuk mengembangkan budaya yang ada.

Sebagai contoh, film-film kolosal hasil produksi Indonesia masih terkesan kuno dan monoton. Meskipun ada, acara televisi yang mengetengahkan budaya Indonesia belum berhasil dikemas secara unik dan berkualitas. Ini dibumbui pula dengan sikap bangsa kita yang merasa biasa-biasa saja terhadap budayanya sendiri—terhadap ragamnya yang unik-unik dan kaya.

Pengikisan budaya Indonesia memang tidak serta-merta bisa dihentikan. Namun, kondisi ini bisa kita kendalikan. Ibarat bakau yang kuat berdiri untuk mempertahankan pantai dari kikisan gelombang laut, demikianlah orang Indonesia harus mengambil sikap tegas untuk mempertahankan budayanya. Sikap berpihak kepada budaya sendiri harus mengakar kuat sehingga bisa menangkal setiap kikisan.

Akar yang kuat tentu tidak muncul begitu saja. Sikap bangga akan budaya sendiri harus kita tumbuhkan sedari kecil. Selain itu, mari jangan terbiasa dengan sikap biasa-biasa saja. Kita harus terbiasa mengekspresikan kekaguman kita akan budaya Indonesia lewat segala karya dan media. Kita harus mengolah berbagai ide kreatif untuk memperkenalkan budaya Indonesia ke seluruh dunia.

Ya, keberpihakan yang cerdas adalah bakau pertahanan yang ampuh untuk menghadapi segala gelombang pengikisan budaya.

.

Lasma adalah seorang pegiat Lembaga Bantuan Hukum yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

2 thoughts on “Memihak Budaya Sendiri: Suatu Teladan dari Korea Selatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *