Oleh Vicky Aruan
Siapakah “hamba Tuhan” itu? Kalau pertanyaan ini diajukan kepada orang Kristen, tentu banyak sekali yang akan menjawab “pendeta” atau “misionaris.” Jawaban seperti itu mudah diduga karena itulah yang sangat sering dikesankan kepada orang Kristen sejak kecil, baik di lingkungan gereja maupun keluarga.
Selanjutnya, karena “hamba Tuhan” adalah “pendeta” atau “misionaris,” banyak orang Kristen beranggapan bahwa setidaknya ada tiga ciri utama “hamba Tuhan.” Pertama, ia menempuh pendidikan khusus di bidang teologi. Kedua, ia memiliki jabatan khusus di gereja. Ketiga, ia berkhotbah di mimbar gereja.
Kalau seseorang memiliki jabatan khusus di gereja namun tidak berkhotbah, ia tak dapat disebut “hamba Tuhan.” Lebih lagi, kalau seseorang “melek” Alkitab dan mampu berkhotbah namun tidak menempuh pendidikan teologi, ia tak dapat pula disebut “hamba Tuhan.” Dari sini terbentuklah suatu mitos bahwa “hamba Tuhan” memang hanya pendeta atau misionaris belaka.
Mengapa anggapan itu disebut “mitos”? Mitos, kita tahu, adalah sesuatu yang tidak benar atau setengah-benar. Anggapan bahwa “hamba Tuhan” hanyalah pendeta atau misionaris belaka adalah mitos karena berseberangan dengan perkataan Rasul Paulus dalam Alkitab: “Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.”1
Kepada siapakah perkataan itu ditujukan Paulus? Kepada pendetakah? Kepada misionariskah? Bukan, melainkan kepada para hamba, yakni budak. Dari sini kita mendapatkan suatu prinsip bahwa “hamba Tuhan” adalah semua orang beriman, apa pun profesinya. Ya, pendeta dan misionaris adalah hamba Tuhan, tapi “hamba Tuhan” bukan mereka saja.
Apa dampak mitos itu? Mula-mula, orang Kristen bisa beranggapan bahwa yang perlu/harus berkarya secara saleh hanyalah pendeta/misionaris—karena hanya merekalah “hamba Tuhan.” Maka tak jarang kita dengar argumen-argumen macam ini: “Saya kan bukan pendeta, jadi wajar saja kalau saya melakukan hal ini [menyogok, korupsi, atau lainnya]” atau “Semua orang melakukannya; kalau mau suci jadi pendeta saja sana!”
Selanjutnya, orang Kristen bisa beranggapan bahwa profesi lain tidaklah “semulia” profesi pendeta atau misionaris. Argumen minder pun terdengar, misalnya: “Allah begitu luhur untuk dilayani penyapu jalanan seperti saya.” Padahal “Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” Kalau kita benar-benar menghayati prinsip ini, kita akan percaya diri dan bersemangat untuk melakukan segala pekerjaan kita “seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”2
Ketika kita mengerjakan tugas-tugas profesi kita secara demikian, kita telah menjadi hamba yang menyukakan hati Tuhan, Majikan kita—tak peduli apakah profesi kita tinggi atau rendah jenjangnya di tengah masyarakat. Lebih lagi, dalam rancangan besar Allah yang mula-mula, semua manusia memang dimandatkan untuk menaklukkan dan menguasai bumi.3
Mandat mula-mula Allah mencakup kata-kata “berkuasalah atas ikan-ikan di laut, burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” Ranah “laut,” “udara,” dan “bumi” (yakni daratan) yang disebutkan di sini menunjukkan luasnya dan totalnya bidang kehidupan di dunia yang harus dirambah dan dikelola manusia. Apakah mandat tersebut dapat kita jalankan hanya dengan belajar teologi? Bidang kehidupan yang luas dan total itu tentu tidak dapat kita taklukkan dengan mengandalkan satu disiplin ilmu atau satu profesi saja.
Bayangkan jika tidak ada “hamba Tuhan” yang mengolah laut/perairan—para nelayan, ahli oseanografi, ahli bioteknologi, konservator laut. Bayangkan jika tidak ada “hamba Tuhan” yang menguasai udara—para pilot, astronot, pakar aerodinamik, jurutera penerbangan. Bayangkan jika tidak ada “hamba Tuhan” yang mengelola bumi/daratan—para pengusaha, penyapu jalan, penata taman, dokter, hakim, polisi. Tentu mandat mula-mula Allah tidak dapat dilaksanakan! Dengan demikian, mitos bahwa “hamba Tuhan” adalah pendeta atau misionaris belaka jelas tidak sejalan dengan Alkitab.
Ya, “hamba Tuhan” bukan hanya pendeta dan misionaris. Kita—apa pun profesi kita—adalah “hamba Tuhan.” Untuk itu, sudah sepantasnyalah kita berikhtiar sungguh-sungguh dalam bidang pekerjaan kita masing-masing sebagai “hamba-Nya” yang melakukan segala sesuatu “seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.”
.
Vicky adalah seorang praktisi hukum yang tinggal di DKI Jakarta.
.
Catatan
1 Kolose 3:24b.
2 Kolose 3:23.
3 LihatKejadian 1:28.