Oleh Bunga Siagian
“Pada akhirnya tujuan hidup kita adalah membawa jiwa untuk Tuhan,” seru seorang pembicara dalam suatu ibadah Minggu. Di lain kesempatan dan lain gereja, seorang pengkhotbah menyatakan, “Apa pun profesi kalian, tujuan akhirnya harus mengacu kepada Amanat Agung.”1
Banyaknya pengajaran semacam itu membentuk pemahaman bahwa seluruh karya kristiani kita di dunia harus selalu dibebani muatan Injil dengan fokus pada “membawa jiwa.” Tidak sedikit orang Kristen yang mempercayainya, mengamininya sebagai kebenaran, mengajarkannya turun-temurun, dan mengejawantahkannya dalam keseharian. Namun, apakah pengajaran itu merupakan kebenaran atau mitos?
Mitos, menurut kamus bahasa Inggris versi Merriam-Webster, ialah ide atau cerita yang dipercaya oleh banyak orang meskipun salah.2 Karena sudah dianggap begitu lazim, ide atau cerita itu luput dari proses penalaran yang sehat dan langsung dipercayai dalam hati. Akibatnya, banyak orang termakan mitos, yakni berpegang pada apa yang tidak atau kurang benar.
Orang Kristen pun tidak jarang termakan mitos. Ini bisa terjadi akibat kurangnya upaya menggali teks Alkitab secara bertanggung jawab. Banyak orang Kristen puas menerima atau menelan saja dari orang lain ajaran ini dan itu, termasuk mitos “penginjilan adalah tujuan hidup.”
Penginjilan sering diartikan sebagai usaha menyampaikan kepada orang lain kabar keselamatan dari dosa/maut melalui iman kepada Yesus Kristus dengan tujuan pindah keyakinan (konversi).Penginjilan dengan pengertian ini begitu tersohor di dunia Kristen dan menjadi program pokok di banyak gereja. Program ini memang (bertujuan) baik, namun dapat “menyeleweng” jika dilakukan tanpa acuan yang alkitabiah tentang tujuan hidup kita di dunia.
Apa kata Alkitab tentang tujuan hidup kita di dunia? Yesaya 43:7 menyatakan bahwa kita diciptakan untuk kemuliaan Allah. 1 Korintus 10:31 menekankan bahwa apa pun yang kita lakukan, kita harus melakukannya untuk kemuliaan Tuhan. Kolose 3:23 menegaskan bahwa apa pun yang kita kerjakan, kita harus mengerjakannya dengan segenap hati seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.
Semua itu menepiskan mitos bahwa tujuan hidup orang Kristen adalah penginjilan dengan fokus pada “membawa jiwa” (seperti dalam pengertian di atas). Menyiarkan berita keselamatan memang diamanatkan Allah kepada kita, tetapi itu bukanlah amanat Allah satu-satunya. Alkitab memuat segudang amanat lain bagi kita, dan semua bertujuan satu: Allah dimuliakan. Tanpa acuan ini kita akan sukar mengerjakan tugas “dengan segenap hati” dalam profesi masing-masing.
Profesi kita di dunia tidaklah seragam sebagai juru dakwah alias misionaris (atau pekabar Injil). Betul, dalam profesi non-misionaris apa pun kita bisa bersaksi tentang Injil kepada siapa pun, entah melalui perkataan atau perbuatan. Tapi itu bukanlah pekerjaan utama kita, seperti yang diisyaratkan oleh mitos “penginjilan adalah tujuan hidup.”
Jika orang Kristen dari profesi non-misionaris berpegang teguh pada mitos itu, ia bisa sedemikian berfokus pada upaya mencari jiwa sehingga menomorduakan perannya yang sesungguhnya dalam profesinya. Bayangkanlah, misalnya, seorang hakim atau ilmuwan yang tidak cakap mengerjakan tugas-tugasnya atau mengembangkan keilmuannya karena sibuk “mengejar” jiwa-jiwa. Jika ini terjadi di segala lini kehidupan, tidak ada orang Kristen yang akan menyumbangkan hal berarti dalam bidang profesinya masing-masing.
Kita harus betul-betul mengacu kepada Alkitab dalam memandang arah segala profesi atau hidup kita di dunia. Menjadikan “kemuliaan Allah”—bukan “penginjilan” atau lainnya—sebagai tujuan hidup adalah sangat alkitabiah dan sangat cocok dengan amanat/perintah yang disebut Yesus paling utama dalam Kitab Suci: “Hukum yang terutama ialah … ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu …’” (Mrk. 12:29-30).
Itu juga sangat cocok dengan ajaran Alkitab tentang tujuan Allah menyelamatkan manusia, yakni berbuat baik atau “melakukan pekerjaan baik” (Ef. 2:10). Kita ingat sabda Yesus dalam Matius 5:16: “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan …” “Dan …” apa? “Dan dimenangkan bagi-Ku (Kristus),” sesuai dengan mitos “penginjilan adalah tujuan hidup”?
Bukan, tetapi “dan memuliakan Bapamu yang di sorga [yaitu Allah].”
.
Bunga adalah seorang asisten pengacara publik yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat.
.
Catatan
1 Amanat Agung adalah istilah yang digunakan banyak orang Kristen untuk menyebut perintah Yesus Kristus dalam Matius 28:19-20: “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarilah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”
2 Lema “myth” dalam kamus Merriam-Webster versi elektronik. <http://www.merriam-webster.com/dictionary/myth>.
Sayangnya salah satu ayat penting mengenai hal ini seringkali dipahami setengah saja, bahkan dilupakan, yaitu Yohanes 3:16. Seringkali orang berpikir bahwa ayat tersebut hanya terkait dengan keselamatan jiwa. Namun, saya meyakini ayat tersebut tidak semata mengatakan bahwa barangsiapa percaya kepada Yesus selamat, namun juga menyatakan untuk apa manusia diselamatkan. Jelas, menurut ayat tersebut manusia diselamatkan bukan untuk keselamatan manusia sendiri, tapi “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini…”
Saya pikir hal ini terkait dengan kejadian 1:28 (mandat sosial dan budaya), dimana manusia dikembalikan kepada fungsinya yang semula, yaitu bekerja melayani Allah.