Merdeka Memanfaatkan Momentum

Oleh Lasma Panjaitan

“Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. … sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.”1

Kutipan di atas berasal dari pidato yang disampaikan Sukarno sebelum ia membacakan teks proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Kata-kata “sekarang tibalah saatnya” dan “sekaranglah datang saatnya” mengungkapkan bahwa Sukarno, Hatta, dan para pejuang kemerdekaan lainnya telah merasa bahwa saat itu merupakan momentum alias saat yang tepat bagi kemerdekaan Indonesia.

Saat itu adalah 17 Agustus 1945. Cita-cita merdeka yang dimimpikan rakyat Indonesia akhirnya mewujud. Jiwa merdeka mendorong para pemimpin bangsa—Sukarno, Hatta, dan lain-lain—untuk bertindak cepat memanfaatkan momentum. Jepang, yang menjajah Indonesia, telah kalah perang oleh Sekutu. Kekalahan Jepang ini tidak disia-siakan oleh para tokoh bangsa untuk memaklumkan kemerdekaan Indonesia.

Kesigapan para tokoh bangsa dalam memanfaatkan peluang yang terbuka mengajarkan kepada kita beberapa hal seputar jiwa merdeka dan momentum.

Pertama, jiwa merdeka jeli melihat momentum. Ini terjadi karena jiwa merdeka membebaskan orang dalam berpikir dan bertindak sehingga dapat “membaca” situasi dan kondisi. Posisi Jepang yang lemah setelah kalah perang jeli dilihat para pemimpin bangsa sebagai peluang bagus. Sebelum kekuasaan direbut kembali oleh Belanda (yang membonceng Sekutu), Indonesia harus menyatakan dirinya merdeka.

Kedua, jiwa merdeka berani memanfaatkan momentum. Tanpa keberanian, kemerdekaan Indonesia tidak akan terwujud. Waktu itu Jepang seolah-olah hendak memberikan kemerdekaan dengan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Namun, dalam kenyataannya, Jepang malah melarang PPKI mengadakan rapat pelaksanaan proklamasi kemerdekaan.2 Maka para pemimpin memutuskan untuk melaksanakan proklamasi secara mandiri. Keputusan berani ini tentu berisiko besar, sebab pertumpahan darah bisa saja terjadi jika ada perlawanan dari pihak Jepang.

Ketiga, jiwa merdeka tidak buta arah dalam bertindak setelah memanfaatkan momentum. Sesudah memutuskan untuk memanfaatkan momentum kekalahan Jepang, para pemimpin bangsa tahu apa yang harus dilakukan dan dipersiapkan. Mereka segera menyusun teks proklamasi, membuat bendera negara, dan memilih lokasi proklamasi yang paling aman. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, mereka segera mengadakan rapat untuk mengesahkan kelengkapan negara dan pemerintahan.

Jiwa merdeka macam itu juga harus dimiliki oleh orang Indonesia masa kini. Kita harus jeli melihat momentum-momentum yang berpotensi baik bagi bangsa lalu memanfaatkannya dengan berani dan terarah.

Sebagai contoh, Indonesia sedang akan mendapatkan bonus demografi,3 yaitu keadaan di mana penduduk usia kerja berjumlah lebih banyak dari penduduk usia tidak kerja dan usia belum kerja. Ini tentu saja sebuah momentum yang baik!

Bangsa Indonesia harus jeli melihat momentum bonus demografi dengan antisipasi berupa rencana pemberdayaan penduduk usia kerja lewat beasiswa pendidikan, kursus keterampilan, dst. Kita harus berani memanfaatkan momentum itu dengan, misalnya, menargetkan penyebaran penduduk usia kerja secara merata di tanah air untuk merangsang ekonomi kreatif, membenahi sistem birokrasi, dsb. Dan seluruh tindakan itu tentu saja terarah kepada pewujudan cita-cita kemerdekaan: “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa.”

Ya, segala momentum, segala peluang baik, yang tersedia di masa kini harus jeli kita lihat, berani kita manfaatkan, dan serius kita arahkan untuk kebaikan bangsa. Jika dahulu kita sigap memanfaatkan momentum, sekarang pun kita harus berbuat serupa. Mari, jiwa merdeka, kita manfaatkan setiap momentum untuk memproklamasikan kemerdekaan dari segala masalah yang masih melilit bangsa kita hari ini. Dirgahayu Indonesia!

.

Lasma adalah seorang pegiat Lembaga Bantuan Hukum yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Catatan

1 Kutipan pidato Sukarno diambil dari Suparman, dkk. IPS Sejarah untuk kelas 3 SLTP. Jakarta: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2000, hal 7.

2 Lihat Dadan Wildan. “Membuka Catatan Sejarah: Detik-Detik Proklamasi, 17 Agustus 1945” dalam situs Sekretariat Negara Republik Indonesia. <http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=19>.

3 “DBS: Pertumbuhan Andalkan Konsumsi” dalam situs Tempo. <www.tempo.co, http://www.tempo.co/read/news/2014/03/27/090565711/Penduduk-Usia-Produktif-Indonesia-Paling-Unggul-di-ASEAN>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *