Pionir Proklamasi Kemerdekaan dari Sulawesi

Oleh Ogy Willyam

“Pada hari ini, tanggal 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada di sini sudah merdeka bebas, lepas dari penjajahan bangsa mana pun juga. Bendera kita yaitu Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya.”

Tiga tahun sebelum Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo telah lebih dulu melakukannya! Kata-kata di atas adalah cuplikan dari proklamasi kemerdekaan yang dikumandangkan Wartabone di depan kantor pos Gorontalo, Sulawesi bagian utara.1 Dengan demikian, bolehlah kita sebut Wartabone sebagai pionir proklamasi kemerdekaan dari Sulawesi.

Peristiwa bersejarah itu, yang tidak banyak diketahui orang Indonesia masa kini, menunjukkan jiwa merdeka Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo sebagai pionir. Hanya jiwa yang tidak terkungkung ketakutan dan keraguanlah yang bisa merintis atau memulai sesuatu sebagai pionir: menggebrak struktur sosial yang mengekang rakyat dan mengubah keadaan buruk yang tampaknya tak dapat diubah lagi.

Jiwa merdeka pionir adalah pemberani. Proklamasi kemerdekaan bukanlah sekadar pidato. Wartabone bertaruh nyawa saat mengumandangkannya—suatu keberanian besar. Bagaimana tidak? Dengan memproklamasikan kemerdekaan, Wartabone menyatakan kepada penjajah bahwa ia dan seluruh rakyat Gorontalo tidak akan tunduk lagi kepada mereka. Senapang kolonial pasti mengintai orang-orang yang “lancang” seperti ini. Namun, jiwa-jiwa merdeka pantang gentar oleh ancaman semacam itu karena bagi mereka hanya ada dua pilihan: merdeka atau mati.

Jiwa merdeka pionir juga tak berkutat dengan diri sendiri sehingga bebas memperhatikan nasib sesama. Wartabone terbeban saat melihat rakyat yang setiap hari ditindas, dan kemauan untuk melawan pun timbul dalam dirinya. Padahal hidupnya tergolong nyaman saat itu, dengan ibu keturunan ningrat dan ayah pegawai Belanda.2 Namun, kepedulian terhadap nasib rakyat mendorongnya keluar dari kenyamanan, berhenti sekolah untuk bergabung dengan perkumpulan pemuda, ikut berperang, dan menjadi pionir proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Dan jiwa merdeka pionir, karena bebas dari keterkungkungan, leluasa memunculkan karisma diri yang mampu menarik simpati orang lain untuk ikut berjuang. Jika kita hidup di Nusantara pada tahun 1942, hampir pasti kita terkondisikan untuk takut kepada pihak penjajah yang menguasai negeri kita. Namun, Wartabone dengan segala karismanya mampu mengilhami rakyat Gorontalo untuk berdiri menentang penjajah dalam proklamasi kemerdekaan di depan kantor pos.

Berani, peduli, berkarisma—betapa Indonesia masih membutuhkan jiwa-jiwa merdeka pionir saat ini! Kita melihat ketidakidealan masih melanda berbagai bidang kehidupan berbangsa: pendidikan, ekonomi, pertanian, hankam, transportasi, dll. Maka tugas kitalah untuk menjawab kebutuhan dan tantangan itu.

Kita semua bisa menjadi pionir—di kampus, di tempat kerja, di manapun. Salah satu definisi pionir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “pembuka jalan.”3 Artinya, pionir memulai suatu hal baik (alias “membuka jalan”) di tempat di mana hal baik itu tidak/langka didapati, misalnya dengan menjadi mahasiswa jujur ketika rekan-rekan lain memilih curang dalam ujian atau menjadi pejabat bersih di lingkungan kerja yang cenderung tak bersih. Paling tidak kita bisa menjadi teladan pembuka jalan. Namun, lebih bagus lagi jika kita juga bisa merangkul orang lain untuk melangkah di jalan itu.

Ya, kita butuh dan kita bisa menjadi pionir yang muak akan situasi tak ideal di tengah bangsa dan yang mengambil tindakan untuk mengubahnya. Ketika kita tampil sebagai pionir, kita bisa mengilhami ratusan, ribuan, atau jutaan orang lain untuk bangkit mendukung. Kisah Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo bersaksi tentang hal itu.

Sebab itu, dalam perayaan kemerdekaan Indonesia yang ke-69 ini, marilah kita bercermin kepada jiwa para pejuang kemerdekaan—salah satunya Nani Wartabone, sang pelopor proklamasi kemerdekaan dari Sulawesi. Marilah kita lihat apakah jiwa kita sudah sama merdekanya dengan jiwa mereka.

Wahai jiwa merdeka, Indonesia butuh karya-karya kepioniranmu! Teruslah kobarkan keberanianmu, nyalakan kepedulianmu, dan pancarkan karismamu di segala sektor kehidupan bangsa. Jayalah Indonesia!

.

Ogy adalah seorang guru les yang tinggal di Pontianak, Kalimantan Barat.

.

Catatan

1 Lihat “Nani Wartabone” dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia. <http://id.wikipedia.org/wiki/Nani_Wartabone>.
Tujuh belas tahun setelah beliau meninggal, Nani Wartabone dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.

2 Latar belakang kehidupan Nani Wartabone dapat dilihat di “Biografi Pahlawan Nani Wartabone” dalam situs Pahlawan Indonesia. <www.pahlawannasional.com/biografi-pahlawan-nani-wartabone/>.

3 Lema “pionir” dalam situs Kamus Besar Bahasa Indonesia. <http://kbbi.web.id/pionir>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *