Oleh Ericko Sinuhaji
Di Zaman Batu Besar (Megalitikum), ribuan tahun yang lalu, leluhur orang Nusantara sudah memiliki peradaban tinggi. Salah satu buktinya masih teronggok di dataran tinggi Pasemah, Sumatera Selatan. Peninggalan bersejarah yang terletak di kaki Gunung Dempo ini dikenal dengan nama Situs Megalitik Pasemah.
Di Situs Megalitik Pasemah ada berbagai karya budaya batu besar: kubur batu, arca, dolmen, dan menhir. Tersebar di wilayah seluas 80 km2, karya-karya itu pertama kali diteliti oleh L. Ullmann, seorang Belanda.1 Hingga sekarang telah ditemukan dua puluh kompleks megalitik di kawasan Pasemah.2 Sesungguhnya, segenap temuan megakarya itu menyampaikan pesan besar tentang kekreatifan dan bakti bagi kita di kekinian.
Pesan kekreatifan itu disampaikan melalui beragam arca Pasemah yang bergaya dinamis.4 Arca manusia-membawa-nekara di situs Belumai III, misalnya, menampilkan sikap tubuh manusia yang sedemikian rupa sehingga manusia dan nekaranya tampak selaras, bersatu, dan menarik. Arca kerbau di situs yang sama menampilkan sosok kerbau berbaring dengan perupaan yang menunjukkan bahwa pemahatnya sangat menguasai bahan.4 Kedua arca ini dibuat sangat nyata dengan anggota-anggota tubuh yang lengkap (salah satu kekhasan arca Pasemah).
Lebih menakjubkan lagi, arca-arca Pasemah tidak mengenal pengulangan bentuk. Semuanya unik! Dan gaya arca ala Pasemah tidak ditemukan dalam budaya batu besar dari wilayah lain Nusantara seperti Nias, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumba. Bahkan arca Pasemah dinilai mengungguli patung-patung dari wilayah lain dunia yang mengusung budaya serupa—Eropa, sebagian Asia, Amerika, Afrika—karena berani keluar dari pakem gaya statis ala patung totem. Peninggalan Pasemah tampil megah dalam kedinamisan dan kelengkapannya.5
Semua itu menyampaikan pesan kepada kita bahwa kekreatifan merupakan modal untuk berkarya hebat. Meneladani kinerja para leluhur, kita, generasi Nusantara terkini, harus mengerahkan energi kreatif guna menghasilkan megakarya-megakarya mutakhir. Sebagai contoh, kita bisa mengelola potensi raya kelautan dalam berbagai sektor sekaligus: perikanan, transportasi, diplomasi, pariwisata, dsb. Kita juga bisa mengembangkan aneka produk budaya Nusantara hingga mendunia: sastra, musik, obat-obatan, dll.
Sementara itu, pesan bakti disampaikan melalui kesimpulan para ahli bahwa berbagai karya batu besar di Pasemah dibuat mengarah ke Gunung Dempo.6 Kita maklum bahwa para leluhur di masa lampau biasa memandang gunung tinggi sebagai tempat keramat yang dihuni oleh sembahan mereka. Jadi, dengan membuat karya-karya mereka mengarah ke sana, mereka sedang menyatakan bakti kepada sembahan mereka.
Sekalipun sistem kepercayaan para leluhur berbeda dengan sistem kepercayaan kebanyakan orang Nusantara masa kini, pesan bakti itu tetap bisa kita cerminkan di kekinian: segala pencapaian besar kita haruslah diarahkan dan dibaktikan untuk sembahan kita, Tuhan Yang Mahaesa dan Mahabesar. Dengannya kita memastikan pula bahwa segala pencapaian besar itu selalu ditujukan untuk kebaikan umat manusia, sesuai dengan kehendak-Nya.
Dua pesan berharga di atas sangat penting bagi bangsa Indonesia hari ini dalam mengatasi berbagai tantangan untuk menjadi bangsa yang maju dan kuat di dunia. Namun, pesan-pesan itu bisa tidak tersampaikan kepada generasi masa kini apabila tak ada upaya sungguh-sungguh untuk memasyarakatkannya. Karenanya, betapa penting pengajaran di sekolah-sekolah menyingkapkan besarnya karya dan kinerja para leluhur di masa silam! Dan, karenanya lagi, betapa penting pemerintah dan bangsa Indonesia melestarikan segala peninggalan hasil karya dan kinerja besar itu!
Situs Megalitik Pasemah telah menembus waktu ribuan tahun dengan membanggakan berbagai megakarya kekreatifan dan bakti. Sekarang, segala megakarya itu menjadi penyemangat bisu bagi generasi Nusantara terkini untuk mencipta berbagai megakarya kekreatifan dan bakti yang juga mampu bertahan menembus abad-abad.
.
Ericko adalah seorang alumnus jurusan hukum yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.
Catatan
1 Dedi Irwanto. Belajar Dari Onggokan Nan Terabaikan: Strategi Pemuatan Sejarah Lokal tentang Megalitik Pasemah dalam Materi Pelajaran Sejarah di Sekolah. Makalah yang disampaikan dalam Seminar Kongres Sejarah Nasional Indonesia 2011, Jakarta, hal. 4.
2 “Kompleks Megalitikum Baru di Lahat” dalam situs National Geographic Indonesia. <http://nationalgeographic.co.id/berita/2011/05/kompleks-megalitikum-baru-di-lahat>.
3 Arca bergaya dinamis adalah arca berbentuk manusia atau binatang yang digubah dalam wujud sedang melakukan gerak (“dinamika”) tertentu.
4 Erwan Suryanegara, dkk. “Artifak Purba Pasemah: Analisis Ungkap Rupa Patung Megalitik di Pasemah” dalam ITB Journal of Visual Art and Design Vol. 1 D No. 1, 2007, hal. 136-137.
5 Dedi Irwanto, hal. 1-2.
6 Budi Brahmantyo. “Gede dan Dempo: Gunung Api yang Menjadi Kiblat Megalitik” dalam Pikiran Rakyat terbitan 29.03.2011, sebagaimana dimuat dalam blog Budi Bumi.
< http://blog.fitb.itb.ac.id/BBrahmantyo/?p=1116>.