Oleh S.P. Tumanggor
Pikiran dalam, tulisan dalam. Pikiran dangkal, tulisan dangkal. Saya selalu memandang tulisan yang apik—seringan atau seberat apa pun—berhulu pada pikiran yang apik. Di Komunitas Ubi (Kombi), saya dan para rekan peladang (penulis), selalu berusaha menghidupi pandangan tersebut dan menerapkannya dalam setiap tulisan kami, bulan demi bulan, selama empat tahun usia perjalanan Kombi.
Hari ini, di masa hidup kita, dunia Barat secara umum telah dan masih unggul dalam hal tulisan apik, seperti dibuktikan oleh limpahan diktat, buku, dan majalah mereka yang disimak seluruh dunia. Itu bisa terjadi karena mereka telah dan masih unggul dalam hal pikiran apik, seperti dibuktikan oleh sekolah-sekolah mereka yang digolongkan terbaik di seantero bumi.
Kinerja kecendekiaan Barat adalah memikirkan apa pun dan menuliskan apa pun. Mereka paham betul bahwa seperti bintang di antariksa tiada habisnya, demikianlah bahan pikiran dan bahan tulisan pun tiada terbatas. Maka beranekaragamlah tema karya tulis mereka—hingga seolah-olah tak ada tema yang belum mereka tuliskan. Bahkan dari satu tema yang sama pun mereka bisa memikirkan rupa-rupa segi bahasan secara kreatif dan kaya.
Saya dan rekan-rekan peladang Kombi yakin bahwa kalau kinerja serupa kita usung di Indonesia, kita akan dapat menghela bangsa kepada keunggulan. Menulis, pekerjaan yang sudah kita kenal sejak bangku sekolah dasar, harus dibukakan kepada siswa dan mahasiswa Indonesia sebagai kegiatan berpikir kreatif dan, karena kreatif, menyenangkan. Siswa dan mahasiswa harus dilatih menyusun tulisan apik lewat proses berpikir apik-kreatif terhadap berbagai tema yang ada di Indonesia dan dunia.
Ketika mereka terlatih berbuat begitu, buah manisnya adalah kekayaan imajinasi, gagasan, dan inovasi bagi bangsa dan dunia. Sepanjang empat tahun kiprah Kombi, berpikir apik-kreatif selalu kami coba lakukan dalam berkarya tulis. Buktinya dapat saya tunjukkan dari deretan tema tulisan Kombi setahun ke belakang, yakni rentang Juli 2014 hingga Mei 2015. Di bawah tudung “untuk Tuhan dan untuk bangsa”—moto Kombi—sebelas tema tulisan Kombi membeberkan seperti apakah berpikir apik-kreatif itu. Saya pungut delapan saja dari antaranya.
Berpikir apik-kreatif terkadang berarti menepis klise-klise. Karenanya, dalam merayakan Jumat Agung-Paskah 2015, Kombi mengangkat tema pempribumian kekristenan (bersama satu tema lainnya) yang dikembangkan dari riwayat salib-salib khas beberapa negeri/etnis Kristen. Bukan tema klise Jumat Agung-Paskah! Dalam merayakan HUT RI, Kombi mengangkat tema jiwa merdeka yang digali dari kisah-kisah sejarah yang “terpinggirkan”—bukan sudah yang sering didengar—seputar kemerdekaan RI.
Berpikir apik-kreatif terkadang berarti “melawan” tren atau wacana umum dengan tujuan baik. Karenanya, di bulan pertama dan kelima 2015, Kombi menatang tema “Balik ke Suara Kenabian” dan “Bumerang Budaya Kekeluargaan.” Kedua tema itu masing-masing menyoroti pembengkalaian suara kenabian dalam tren ajaran Kristen masa kini dan sisi-sisi negatif dari budaya kekeluargaan (yang cenderung diwacanakan positif belaka di tengah bangsa Indonesia).
Berpikir apik-kreatif terkadang berarti mengenali dan menjadikan berfaedah titik temu antara paham-paham atau hal-hal yang berbeda. Karenanya, tema tulisan Kombi di bulan sebelas 2014, “Belajar dari ‘Robohnya Surau Kami,’” menyajikan ide-ide bagus dari pertemuan antara ide islami cerpen beken karya A.A. Navis itu dengan ide-ide alkitabiah. Tema tulisan Kombi di bulan dua belas 2014, “Damai di Bumi,” menyajikan ide-ide bernas dari pertemuan antara kerinduan akan damai yang dirintihkan beberapa lagu sekuler dengan gambaran Alkitab tentang Kristus, sang pembawa damai.
Berpikir apik-kreatif terkadang berarti merelevankan hal-hal bagus dari masa lalu. Karenanya, tema “Aksara Nusantara” dan “Batu Besar Indonesia” yang digelar Kombi di bulan sembilan 2014 dan bulan tiga 2015 menguraikan relevannya kinerja hebat orang Nusantara di masa silam bagi kinerja kita, penerus mereka, di masa kini.
Pikiran matang, tulisan matang. Pikiran mengkal, tulisan mengkal. Saya dan rekan-rekan peladang Kombi mengidamkan tumbuh-suburnya karya-karya tulis matang yang menyemarakkan kehidupan di Indonesia dan dunia. Kinerja Kombi mengusahakan tulisan-tulisan macam itu selama empat tahun ini kiranya dapat mengilhami banyak orang untuk berbuat serupa.
.
S.P. Tumanggor adalah seorang pengalih bahasa dan penulis yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.
.