PA dan Mahasiswa Robot

Oleh Bunga Siagian

Kritis, berpikir mandiri. Itulah idealnya mahasiswa. Di ruang kuliah, ideal ini kerap menunjukkan batang hidungnya. Namun, di ruang Pendalaman Alkitab (PA) untuk mahasiswa ideal ini sering kali tidak tampak. Tak sedikit mahasiswa Kristen mengikuti PA dengan mode dengar-dan-terima saja. Saat itu terjadi, mahasiswa Kristen selaku manusia yang berakal budi malah menjadi seperti manusia besi yang sering disebut robot.

Alkitab, buku pedoman berisi ide-ide bagus yang dapat menunjang peran mahasiswa, selayaknya ditelaah dan didalami dengan cara yang tepat. Sayangnya, pola ber-PA yang banyak berkembang saat ini cenderung membuat mahasiswa menghafalkan apa yang diajarkan pembimbing PA, bukannya melatih mahasiswa mengembangkan pemikiran berdasarkan ide-ide Alkitab. Mahasiswa jadi sering menelan bulat-bulat apa yang disampaikan dalam PA, tanpa bergulat dalam kajian cerdas mengenainya.

Pola PA semacam itu memperlakukan mahasiswa Kristen sebagai robot—tanpa otak yang bebas berpikir mandiri. Ini mungkin saja terjadi karena pola PA telah menjadi suatu sistem yang dijalankan dari generasi ke generasi. Akibatnya, para pelaku PA tidak berpikir kritis lagi mengenainya: apakah pola dan muatan PA masih relevan atau ada yang perlu dirombak. Selain itu, mahasiswa Kristen peserta PA sering memilih menerima saja pengajaran yang diberikan atas dasar “tunduk pada otoritas” pembimbing PA. Banyak yang takut berpendapat berbeda atau menguji penafsiran pembimbing. Alih-alih diapresiasi, bisa-bisa dirinya malah dicap pemberontak. Mahasiswa pun menjadi robot.

Sebagai robot yang demikian, miskinlah pemikiran mahasiswa Kristen. Ia hanya berpikir sebagaimana yang dipikirkan pembimbing PA dan tidak terlatih membuat tafsiran (tepat) secara mandiri. Apa yang tertanam dalam hatinya bukanlah hasil pergulatan pikirannya sendiri. Ia hanya “melahap” apa pun yang diberikan, tanpa berjerih payah menambah ilmu ataupun mengkritisi apa yang diberikan itu.

Kerobotan mahasiswa Kristen dapat berdampak besar kepada kiprahnya, tidak hanya di perkuliahan tetapi juga di tengah bangsa. Dengan etos pikir yang miskin (dalam menelaah Alkitab atau buku lainnya), ia tidak akan memiliki taring untuk bersaing di kampus apalagi di kancah nasional maupun internasional. Celaka betul! Padahal PA mahasiswa seyogianya bertujuan utama mempersiapkan mahasiswa Kristen untuk panggilan kesarjanaannya di bidang masing-masing, yakni untuk melaksanakan kehendak Allah, Tuhannya, di bidang itu.

Apabila pola PA yang merobotkan mahasiswa tidak diubah juga, setiap tahun akan dihasilkan sarjana robot. Sarjana robot ini bisa merobotkan pula generasi berikutnya, dan demikianlah seterusnya. Oleh karena itu, persekutuan mahasiswa Kristen dan lembaga pelayanan mahasiswa Kristen harus mencermati baik-baik pola PA-nya serta siap, bilamana perlu, mengkaji ulang dan mengubahnya.

PA bagi mahasiswa seharusnya bersifat tekstual dan kontekstual. Tekstual berarti setia dan jujur kepada teks Alkitab tanpa mengesampingkan unsur tertentu yang ada di dalamnya atau bahkan menambah-nambahkan hal yang tidak ada. Kontekstual berarti memperhatikan konteks kekinian dan konteks masyarakat/negeri sehingga ide-ide Alkitab tidak hanya diterapkan untuk diri sendiri saja.

Berpikir kritis juga harus dibiasakan dalam PA mahasiswa. Mula-mula pembimbing PA harus menelaah bahan PA secara mandiri dan kritis. Setelah itu, peserta PA pun sebaiknya diberi kesempatan untuk menelaah bahan yang sama secara serupa. Apabila ada hal-hal yang belum diketahui pembimbing, ia tidak perlu malu mengakuinya dan dapat membuka ruang diskusi untuk membahasnya bersama-sama. Hubungan hirarkis antara pembimbing dan peserta PA (“kakak” dan “adik” PA) janganlah sampai bersifat kaku dan membuat peserta PA gentar berkritis ria.

Mahasiswa Kristen tidak boleh jadi robot. Akal budi karunia Allah harus dikelolanya sedemikian rupa sehingga ia biasa berpikir kritis dan mandiri. Sebab itu PA mahasiswa seharusnya membantu membentuk dia menjadi kuat dan cerdas laksana Iron Man, tokoh “manusia besi” karya Marvel Comics itu, bukan laksana robot penghafal asupan informasi.

.

Bunga Siagian adalah seorang pengacara publik yang bermukim di DKI Jakarta.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *