Dicinta dan Dipuja: Tanah Air Indonesia

Oleh Victor Sihombing

Tanah airku Indonesia, negeri elok amat kucinta/Tanah tumpah darahku yang mulia, yang kupuja sepanjang masa1

Demikian petikan lirik lagu yang pernah menutup siaran TVRI dengan menggambarkan negeri Indonesia secara begitu anggun. Diciptakan pada tahun 1944, “Rayuan Pulau Kelapa” merupakan satu dari 250 lagu karya Ismail Marzuki (1914-1958) selama ia hidup.2 Lewat lagu tersebut, Ma’ing—panggilan Ismail Marzuki—menyampaikan cinta dan pemujaannya kepada alam raya Indonesia yang elok.

Sayangnya, kita, bangsa Indonesia, kadangkala tak sepaham dengan Ma’ing. Pelan tapi pasti, alam Indonesia yang rupawan rusak oleh karena ulah kita. Tindak tanduk kita tidak menunjukkan kalau kita memuja dan mencintai negeri ini sebagaimana mestinya.

Padahal, negeri ini istimewa. “Untaian zamrud khatulistiwa,” demikian gelarnya. Untaian pulau hijau subur di serentang panjang garis khatulistiwa adalah “zamrud” Indonesia. Lihat bagaimana para turis mancanegara berdatangan ke berbagai tempat di tanah air kita. Mereka ingin menikmati alam Indonesia yang elok.

Perairan Indonesia disukai karena keragaman makhluk hidup di dalamnya. Para penyelam dari berbagai bangsa berdatangan demi melihat keindahan terumbu karangnya. Raja Ampat, misalnya, menjadi tujuan wisata kegemaran dunia. Tujuh puluh lima persen dari jenis terumbu karang di dunia ada di Raja Ampat.3

Daratan Indonesia tidak kalah mengagumkan. Beragam gunung, padang, dan hutan menawarkan pesonanya masing-masing. Para turis dari beragam negara berdatangan ke Gunung Bromo demi melihat matahari terbit di pagi hari.4 Alam yang eksotis memikat hati mereka untuk terbang ke negeri kita.

Semesta raya Indonesia membawa kemuliaan bagi kita yang menghuninya. Decak kagum dan rasa hormatlah yang dibawa pulang para pelancong berbagai bangsa ketika kembali dari sini ke tanah air mereka. Negeri ini bak diciptakan secara khusus oleh Sang Pencipta.

Karena itu, bukankah sayang seribu sayang, bila nelayan kita merusak karang karena menangkap ikan dengan menggunakan bom? Belum lagi, alam dibiarkan kotor. Gunung Semeru—gunung tertinggi di Jawa—dihadiahi sampah 250 kilogram setiap hari oleh para pendakinya.5

Kita, bangsa Indonesia, tampak tidak peduli kepada negeri kita yang elok ini. Kepentingan ekonomi lebih kita pentingkan daripada keasrian alam. Asalkan kita tetap bisa tidur dan makan, lingkungan hidup bisalah diurus belakangan. Pikiran pendek seperti ini membuat kita dianggap ceroboh dan diejek dunia. Di tahun 2008, Indonesia pernah tercatat dalam buku rekor dunia Guinness sebagai negara yang paling cepat menghancurkan hutannya sendiri.6 Kita mencoreng kemuliaan kita sendiri!

Maka saat kita merayakan hari kemerdekaan nusa dan bangsa kita yang ke-70, mari kita mengingat kembali alam raya yang kita tinggali ini. Bak wanita elok yang dipuja dan dicintai pria pilihannya, demikianlah negeri elok ini seharusnya mendapat pemujaan dan cinta kita.

Bertanggung jawab atas alam seharusnya menjadi bentuk pemujaan kita. Memperhatikan keasrian negeri merupakan bukti kita mencintainya. Alam Indonesia yang rupawan layak dilindungi. Menjauhkannya dari sampah dan pencemaran adalah cara kita merawatnya. Tidak merusaknya demi kepentingan ekonomi adalah bukti kedewasaan cinta kita. Tanah air berhak untuk dipelihara dan dibiarkan tetap elok. Dengan demikian, kita menjaga kemuliaannya sepanjang masa.

Mari berpikir panjang! Kita seharusnya mewariskan kerupawanan negeri kepada generasi sesudah kita. Biarlah mereka juga bisa memuja dan mencintai semesta raya Indonesia yang elok-mulia ini.

Maka seperti kita, mereka pun bisa melantunkan dan menghayati setiap baris lagu “Rayuan Pulau Kelapa.” Dan bersama Ma’ing, generasi Indonesia turun-temurun bisa mendengar angin, yang telah berkelana ke segala tempat, tak tahan memuja negeri yang elok dan mulia, Indonesia.

Melambai-lambai nyiur di pantai, berbisik bisik raja kelana/Memuja pulau nan indah permai, tanah airku Indonesia

.

Victor Sihombing adalah seorang karyawan di bidang konstruksi fasilitas industri yang tinggal di Depok, Jawa Barat.

.

Catatan

1 Ismail Marzuki. Rayuan Pulau Kelapa. Lirik bisa dilihat, antara lain, di Koleksi Terlengkap Lagu Wajib Nasional, Daerah dan Anak-anak/dihimpun oleh Farid. Jakarta: Cetak Buku Publisher, 2013, hal 73-74.

2 “Ismail Marzuki: Komponis Pejuang Legendaris” dalam situs Tokoh Indonesia. <www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/1414-komponis-pejuang-legendaris>.

3 “Indonesia, Places We Protect: Raja Ampat” dalam situs The Nature Conservancy. <www.nature.org/ourinitiatives/regions/asiaandthepacific/indonesia/placesweprotect/raja-ampat-islands.xml>.

4 “Turis Mancanegara Terus Berdatangan ke Gunung Bromo” dalam situs RRI. <www.rri.co.id/post/berita/146020/daerah/turis_mancanegara_terus_berdatangan_ke_gunung_bromo.html>.

5 “Masalah sampah di gunung dan taman nasional Indonesia mengkhawatirkan” dalam situs BBC Indonesia.
<www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150625_indonesia_sampah_gunung>.

6 “Indonesia makes it to 2008 Guinness World Records as fastest forest destroyer on the planet” dalam situs Greenpeace. <www.greenpeace.org/seasia/ph/News/news-stories/indonesia-makes-it-to-2008-gui/>. Waktu itu diperhitungkan bahwa hutan Indonesia seluas 300 lapangan sepakbola hancur setiap jam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *