Kelola Tanah Air Sepanjang Umur

Oleh Daniel Siahaan

Indonesia, Indonesia/Tanahku subur/Tanah subur/Ya subur
Kami cinta kau/Kami cinta kau sepanjang umur/Ya umur
Utara-selatan, utara-selatan/Timur dan barat/Timur-barat/Ya timur
Rukun dan damai/Rukun dan damai, aman dan makmur/Ya makmur

Lirik indah nan sederhana itu digubah oleh Mohammad Syafei (1896-1966), pegiat pendidikan Indonesia yang namanya mashur sebagai pendiri sekolah INS (Indonesische Nederland School) Kayutanam.2 Di bawah judul “Indonesia Subur,” baris-baris sederhana itu menunjukkan keruntutan ide yang bagus. Syafei mendapati bahwa kesuburan tanah Indonesia (seharusnya) membangkitkan rasa cinta seumur hidup di hati orang Indonesia. Dan karena demikian, harapnya, seluruh Indonesia (utara-selatan, timur-barat) menjadi rukun, damai, aman, dan makmur.

Namun faktanya, setelah 70 tahun merdeka, Indonesia belum mencapai aman dan makmur secara maksimal seperti yang dilagukan Syafei. Saat ini kasus-kasus pembegalan/pertikaian masih sering terjadi di Indonesia. Sebanyak 183 kabupaten di Indonesia pun masih dinyatakan tertinggal.3 Padahal pastilah banyak orang Indonesia yang cinta kepada negeri “zamrud khatulistiwa”-nya. Lalu mengapa kecintaan kita belum sanggup memaksimalkan rukun, damai, aman, dan makmur di seluruh Indonesia

Jawabannya dapat ditemukan dalam dasar pikiran M. Syafei ketika mendirikan INS Kayutanam di tahun 1926: “Indonesia hidup di alam khatulistiwa dengan bumi yang subur, tetapi masyarakatnya sebagian tidak memiliki etos kerja dan hidup dalam budaya santai4 (tekanan oleh penulis). Ternyata dari dulu hingga sekarang rasa cinta orang Indonesia kepada tanah air bercokol di dalam hati tetapi tidak merambat ke tangan kakinya—kepada etos kerjanya. Kita merasa begitu puas dengan kesuburan tanah Indonesia sehingga malas mengelolanya.

Hal ini buruk, sebab kecintaan yang benar seharusnya menimbulkan kerja keras dan pengorbanan. Cinta tanah air seharusnya membuat kita mau menggunakan “sepanjang umur” untuk bekerja mengelola seluruh tanah air (di utara, selatan, timur, barat wilayahnya). Itulah yang diidamkan Syafei dalam “Indonesia Subur.”

Syafei kemudian merancang dan menetapkan cara meraih idaman itu dalam sistem pendidikan INS Kayutanam: “Strategi dan sistem yang sesuai adalah penanaman etos kerja melalui pengembangan vital manusia yaitu otak, tangan, dan hati (jiwa).”5 Masuk akal kalau “hati” ia letakkan di paling akhir karena kita, orang Indonesia, memang perlu lebih banyak mengedepankan “otak” dan “tangan” kalau ingin mengelola tanah air secara menyeluruh.

Dalam mengelola tanah air, kita perlu menggunakan “otak”/pikiran karena kita harus memikirkan cara menyamaratakan pembangunan, pendidikan, dan pengawasan di 17.508 pulau6 Indonesia—jumlah yang amat besar! Kita mesti mewawas semua potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia—dari ketinggian Puncak Jaya sampai kedalaman Palung Jawa—untuk diambil hasil alamnya ataupun dijadikan objek wisata alam yang menarik.

Kita perlu menggunakan “tangan”/daya kerja untuk melaksanakan rancangan-rancangan bagus tadi dengan benar. Kita perlu bekerja keras supaya tanah air terus memberikan hasil buminya—aneka tumbuhan, binatang, dan bahan tambang—kepada kita. Kita butuh banyak “tangan” untuk mengelola Indonesia dari ujung pesisir Sabang sampai pelabuhan Merauke.

Bila semua hal itu dikerjakan, akhirnya seluruh wilayah Indonesia akan menggapai kemakmuran. Dan kemakmuran akan menimbulkan rasa aman karena semua orang merasa cukup dengan bagiannya masing-masing. Maka, dengan “hati” tulus, kita ciptakanlah suasana yang rukun dan damai di seluruh penjuru Indonesia. Inilah pesan inti dari “Indonesia Subur.”

Sungguh bagus pesan lagu ciptaan M. Syafei itu! Tak heran dahulu beberapa daerah di Sumatera lebih mengenal “Indonesia Subur” sebagai lagu kebangsaan daripada “Indonesia Raya.” Bahkan Husein Mutahar, pencipta lagu “Hari Merdeka,” menganggap “Indonesia Subur” lebih cocok dijadikan lagu kebangsaan Indonesia berdasarkan segi kemusikannya.7 Ya, lagu ini memang bagus kita resapi sebagai ilham pembangunan berskala bangsa.

Indonesia, Indonesia/Tanahku subur/Tanah subur/Ya subur
Kami cinta kau/Kami cinta kau sepanjang umur/Ya umur

Dalam perayaan 70 tahun kemerdekaan Indonesia ini sungguh indah kalau kita lantunkan lirik syahdu itu sambil memantapkan tekad besar bersama: kita kelola seluruh tanah air sampai penghujung umur!

.

Daniel adalah seorang mahasiswa jurusan teknik mesin yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Catatan

1 Mohammad Syafei. Indonesia Subur. Lirik dapat dilihat, antara lain, dalam situs Musikaranah. <http://www.musikaranah.com/id/nasional/lirik-lagu-indonesia-subur-lagu-wajib-nasional>.

2 Andi Halimah. “Sistem Pendidikan Muhammad Syafei (Tokoh Pendidikan dari Sumatera Barat)” dalam jurnal Inspiratif Pendidikan Volume 1 Nomor 1 Desember 2012. Makassar: UIN Alauddin, 2012, hal. 136.

3 “Daerah Tertinggal” dalam situs Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia. <http://www.kemendesa.go.id/hal/300027/183-kab-daerah-tertinggal>.

4 Andi Halimah, hal. 136.

5 Andi Halimah, hal. 137.

6 “Geografi Indonesia” dalam situs Indonesia. <http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia>.

7 Ekho Pratama. “Fakta dan Kontroversi seputar Lagu Indonesia Raya” dalam blog Ekho Pratama. <https://ekhopratama.wordpress.com/2013/10/16/838/>.

 

2 thoughts on “Kelola Tanah Air Sepanjang Umur

  1. Adhi Pradono

    Mungkin kita terlalu banyak diberi privilege oleh Tuhan YME dengan lokasi geografis Indonesia. Kita dianugerahi tanah subur, siklus 2 musim : kemarau dan hujan, dan keanekaragaman hayati laut yang melimpah. Menurut saya karena banyaknya keuntungan ini kita tidak punya etos kerja seperti negara-negara lain. Contohnya di negara yang memiliki 4 musim, mereka harus bekerja keras di musim panas dan semi agar di musim dingin dan semi bisa hibernasi atau dilewati dengan tanpa penderitaan. Sedangkan kita dimanjakan dengan 2 musim dimana kita bisa bekerja di segala musim dan bisa menanam apa saja saking suburnya tanah kita. Seperti lirik Koes Plus – Kolam Susu dibawah ini :

    Bukan lautan hanya kolam susu
    Kail dan jalan cukup menghidupimu
    Tiada badai tiada topan kau temui
    Ikan dan udang menghampiri dirimu

    Bukan lautan hanya kolam susu
    Kail dan jala cukup menghidupmu
    Tiada badai tiada topan kau temui
    Ikan dan udang menghampiri dirimu

    Orang bilang tanah kita tanah surga
    Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
    Orang bilang tanah kita tanah surga
    Tongkah kayu dan batu jadi tanaman

    Reply
    1. Daniel Siahaan

      Terima kasih atas komentarnya, Bapak Adhi.

      Ya, saya setuju sekali dengan pendapat Bapak. Etos kerja orang Indonesia, secara umum, bisa dibilang memang rendah. Hal ini sangat mungkin diakibatkan oleh melimpahnya berkat (kesuburan, kekayaan alam, kemudahan melewati musim, dst.) yang diberikan Tuhan YME. Sangat disayangkan ketika kita diberi banyak berkat respon kita terhadap berkat tersebut justru bermalas-malasan, bukannya bersyukur dan bekerja keras. Hal ini dibahas lebih lanjut oleh peladang Komunitas Ubi lain, berjudul “Berkat Karunia, Patut Disyukuri”, di topik bulan yang sama. Klik tautan berikut bila Bapak tertarik untuk membacanya: http://komunitasubi.com/index.php/2015/08/17/berkat-karunia-patut-disyukuri/

      Sebagai penutup, semoga kutipan lagu Koes Plus di atas menambah rasa bangga kita akan “tanah surga” kita, Indonesia, sekaligus menyindir kita yang tidak mau berbuat apa-apa untuk mengelolanya. Salam Ubi.

      Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *