Dinomorduakan!

Oleh Victor Sihombing

Kepada saudara-saudara kami di Pulau Jawa, yang telah berjuang bersama kami sejak lama.

Kami, saudara-saudaramu dari luar Pulau Jawa, ingin berkeluh kesah soal hidup kami di pulau-pulau kami, yang terbentang dari Sumatera hingga ke Papua di sepanjang khatulistiwa. Melihat keadaan di Pulau Jawa, kami merasa seakan-akan segala hal di negeri kita berpusat di sana. Dan kami pun merasa dinomorduakan!

Bukan sesumbar, tapi kami seharusnya kaya raya. Kekayaan alam pulau-pulau kami sudah dikenal sejak masa lampau. Besi Luwu dari Pulau Sulawesi contohnya. Di abad kesebelas, Kerajaan Majapahit yang ternama di Pulau Jawa menjadi salah satu pembelinya.1 Di masa kini, Grasberg di Pulau Papua merupakan salah satu pertambangan emas terbesar di dunia2 dan blok Mahakam di Pulau Kalimantan merupakan penghasil gas terbesar di Indonesia.3

Tetapi mengapa kami tidak menikmati segala kekayaan ini? Hasil alam kami dijual, tapi tak terlihat keuntungannya. Walau kumpulan pulau di Nusa Tenggara Barat berstatus lumbung beras dan kelebihan hasilnya dikirim ke Pulau Jawa, sebagian besar petaninya miskin.4

Ya, kami hidup dengan susah payah. Harga barang di pulau-pulau kami bisa begitu mahal. Harga semen di Pulau Papua sepuluh kali lipat lebih tinggi dari harga semen di Pulau Jawa.5 Hal sederhana seperti listrik tak bisa kami nikmati dengan nyaman. Di Aceh, di ujung Pulau Sumatera, pemadaman listrik bisa dilakukan hingga lebih dari sepuluh kali dalam sebulan.6

Kami merasa diperlakukan bak pendatang di rumah sendiri. Kami serasa hidup tanpa hak atas kekayaan tanah kami sendiri. Layaknya petani upahan di kampung sendiri, kami hanya sedikit menikmati hasil bumi, sedangkan tuan tanah bersenang-senang di atas kami.

Di negeri kesatuan kita, kami seperti jadi warga kelas dua—dinomorduakan!

Dari kejauhan, kami melihat segalanya berbeda di Pulau Jawa. Di sana semuanya ada: rumah sakit terbaik, pendidikan bermutu, harga yang murah, sarana transportasi yang nyaman, gedung-gedung yang tinggi-megah. Itu hasil kekayaan alam pulau-pulau kami juga. Semuanya seolah-olah dipusatkan hanya untuk kebutuhan Pulau Jawa.

Kami jadi bertanya-tanya, mengapa nasib kita berbeda? Kami jadi ingat peristiwa emas 87 tahun lampau saat kita semua duduk satu meja di Jakarta. Kita sama-sama berjuang untuk merdeka. Kita sama-sama berikrar untuk bersatu: “Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.”

Mulai hari itu, pulau-pulau kami dan Pulau Jawa menjadi satu: Indonesia namanya. Sejak saat itu, kita seharusnya sama-sama menikmati kesejahteraan di Indonesia. Tidak ada yang jadi warga nomor satu  dan warga nomor dua. Tidak ada yang dirampas haknya atau dibiarkan hidup susah. Tidak ada pembedaan antara Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa.

Kami juga ingin mengecap hasil sumber daya alam kami. Batu bara dan gas alam kami bisa digunakan untuk memudahkan kami memperoleh listrik di pulau-pulau kami. Hasil penjualan emas, nikel, padi, ternak, dan lainnya bisa digunakan untuk membangun jalan, sekolah, rumah sakit, dan banyak sarana kehidupan lainnya yang bermutu.

Kami punya banyak kekayaan alam yang belum dikelola sepenuhnya. Di Maluku Utara ada cadangan minyak dan gas alam yang besar.7 Di Nusa Tenggara Timur ada potensi mangan yang berlimpah.8 Kami ingin semuanya bermanfaat bagi kami. Pengelolaan penuhnya nanti haruslah bisa mengusir kemiskinan dari pulau-pulau kami.

Dengan demikian, kami tidak merasa dinomorduakan. Pembangunan negeri kesatuan kita tidak terpusat di Pulau Jawa.

Saudara-saudara kami di Pulau Jawa, surat ini kami susun bukan untuk memojokkan kalian. Melaluinya kami justru berharap agar kita bisa kembali bergandengan tangan memperjuangkan cita-cita luhur kemajuan bersama.

Dalam semangat satu tumpah darah dan satu bangsa, kita bisa memajukan semua pulau di Indonesia. Tidak ada yang dinomorsatukan dan tidak ada yang dinomorduakan. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.  Seperti 87 tahun yang lampau, semuanya satu  demi Indonesia.

.

Victor Sihombing adalah seorang karyawan di bidang konstruksi fasilitas industri yang tinggal di Depok, Jawa Barat.

.

Catatan

1 “Desa Pandai Besi yang Hilang” dalam situs majalah online Historia. <http://historia.id/budaya/desa-pandai-besi-yang-hilang>.

2 “The world’s top 10 gold mines” dalam situs Mining. <http://www.mining.com/the-worlds-top-10-gold-mines/>.

3 “Mengenal Mahakam, Blok Penghasil Gas Terbesar di Indonesia” dalam situs CNN Indonesia. <http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150619153846-95-61145/mengenal-mahakam-blok-penghasil-gas-terbesar-di-indonesia/>.

4 “Beras Penyumbang Kemiskinan di Lumbung Padi” dalam situs Antara Mataram. <http://mataram.antaranews.com/berita/29382/beras-penyumbang-kemiskinan-di-lumbung-padi?utm_source=populer_home&utm_medium=populer&utm_campaign=news>.

5 “Mensos Kaget Harga Semen di Papua Capai Rp1,7 Juta/Zak” dalam situs Harian Terbit. <http://nasional.harianterbit.com/nasional/2015/07/22/35853/25/25/Mensos-Kaget-Harga-Semen-di-Papua-Capai-Rp17-JutaZak>.

6 “Mengatasi Krisis Listrik dengan proyek 35.000 MW” dalam situs BBC Indonesia. <http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/09/150910_indonesia_listrik_35ribumw>.

7 “Punya Kekayaan Alam, Maluku Harus Merdeka dari Kemiskinan” dalam situs Okezone. <http://news.okezone.com/read/2015/08/10/340/1193349/punya-kekayaan-alam-maluku-harus-merdeka-dari-kemiskinan>.

8 “Peluang Investasi Penambangan Mangan di Kabupaten Kupang Berlimpah” dalam situs Berita Daerah. <http://beritadaerah.co.id/2015/07/29/peluang-investasi-penambangan-mangan-di-kabupaten-kupang-berlimpah/>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *