Dialog Guru-Murid: Dalam Atmosfer Persahabatan

Oleh Paul Sagajinpoula

Pak Anom, guru Bahasa Indonesia di SMA Gilang Gemilang, disukai para muridnya sebagai pengajar yang ramah dan rajin. Setiap pagi, sebelum jam belajar sekolah dimulai, ia sudah hadir di ruang guru, membaca koran dengan ditemani segelas teh hangat. Pagi ini tak terkecuali.

“Selamat pagi, Pak Anom.” Terdengar suara riang menyapa. Pak Anom mengangkat muka. Ternyata itu suara Garda, seorang murid kelas sebelas. Ia menjengukkan kepala dari balik pintu.

“Hai, selamat pagi, Garda. Mari masuk. Kamu mau mengambil buku titipan Bu Mestika ya?”

“Betul, Pak. Wah, Bapak kelihatan asyik sekali membaca koran. Ada berita menarik rupanya, Pak?” Garda tertawa ringan.

“Mungkin bukan menarik tepatnya, tapi memilukan. Saya sedang membaca berita tentang seorang murid SMA di Kefamenanu, NTT, yang mengalami koma setelah dihukum gurunya di sekolah. Anak ini dan 23 temannya tidak menyelesaikan tugas mata pelajaran Bahasa Jerman sehingga sang guru memberi hukuman dengan cara membenturkan kepala mereka berkali-kali ke meja.”1

“Mengerikan sekali.” Garda menggeleng-gelengkan kepala.

“Ya, hal itu sangat patut disayangkan. Guru seharusnya mengutamakan dialog, bukan kekerasan, dalam berhubungan dengan murid. Tindakan membenturkan kepala berkali-kali ke meja jelas tak dapat dibenarkan.” Nada suara Pak Anom sedikit naik.

Tertarik mendengar perkataan Pak Anom, Garda bertanya lebih lanjut. “Bicara soal dialog, menurut Bapak apakah pola dialog antara guru dan murid di sekolah-sekolah sudah baik?”

“Pertanyaan bagus,” jawab Pak Anom sambil melipat koran yang dibacanya. “Secara umum dialog antara guru dan murid boleh dikatakan belum baik karena masih banyak guru yang cenderung mendikte murid. Guru semacam itu lebih suka didengar tapi kurang suka mendengar.”

“Jadi, pola dialog guru-murid sebaiknya seperti apa, Pak?”

“Guru harus mengembangkan pola dialog yang bersahabat dengan murid. Atmosfer persahabatan ini akan membuat murid merasa nyaman dan bisa menghormati guru bukan lagi karena takut. Dialog itu mengembangkan keakraban dan kepercayaan.”

Garda mengangguk-angguk tanda mengerti. “Saya kira dialog yang bersahabat itu sangat bisa mencegah hal-hal buruk seperti kekerasan kepada murid tadi.”

“Benar,” kata Pak Anom. “Selain itu, murid akan senang berinteraksi dengan guru dan tak lagi bersikap kaku seperti yang sering terlihat. Karena diajar oleh guru yang ramah-bersahabat, murid tentu akan lebih mudah menyerap pelajaran di kelas—dalam suasana belajar yang tak menegangkan. Hal ini akan berimbas positif kepada prestasi murid di sekolah. Murid akan bisa menjalani masa sekolah dengan baik dan sangat bisa diharapkan bermanfaat bagi masyarakat.”

“Besar sekali imbasnya.” Garda berdecak kagum. “Nah, bagaimana caranya agar dialog yang bersahabat ini bisa terwujud dan terpelihara, Pak?”

“Harus ada kerja sama yang baik di antara kedua pihak. Di satu pihak, guru harus belajar memahami karakter murid yang berbeda-beda dan mendengar pendapat mereka. Lalu, berdasarkan pemahaman dan pendengaran itu, secara bersahabat guru harus mengarahkan mereka di jalur yang benar dalam hal pendidikan. Mereka jangan lagi dipandang sebagai objek pendidikan, yang selalu didikte, tapi sebagai sesama subjek pendidikan, yang harus diajak berdialog. Di lain pihak, murid harus menyimak arahan/didikan guru, bahkan mempercakapkannya dengan guru, demi mencapai tujuan kegiatan pendidikan. Masing-masing pihak harus punya iktikad baik satu terhadap yang lain.”

“Dengan begitu,” timpal Garda, “bisa dihindari jugalah kejadian naas dan menghebohkan seperti kematian siswa SMA akibat dipukul gurunya di Ternate.2 Dialog guru-murid, apalagi dalam atmosfer persahabatan, akan menjauhkan tindak kekerasan.”

“Tepat sekali, Da. Kita berharap semoga dialog guru-murid yang bersahabat itu semakin kental terasa di sekolah kita, bahkan di seluruh Indonesia,” pungkas Pak Anom.

Tak terasa jam masuk kelas sudah makin dekat. Sambil menerima buku titipan Bu Mestika dari Pak Anom, Garda pun berpamitan.

“Saya pamit masuk kelas dulu, Pak.” Garda tersenyum lebar. “Terima kasih atas dialog guru-murid dalam atmosfer persahabatan di pagi hari ini.”

“Haha, sama-sama, Garda. Selamat belajar.”

Catatan

1 Sefnat Bessie. “Benturkan Kepala ke Meja 800 Kali, Siswa SMA Koma” dalam situs Sindo News. <http://daerah.sindonews.com/read/1046964/174/benturkan-kepala-ke-meja-800-kali-siswa-sma-koma-1442848463>.

2 Aryo Putranto Saptohutomo. “Guru SMAN 7 di Ternate yang pukul murid hingga tewas dipecat” dalam situs Merdeka. <http://www.merdeka.com/peristiwa/guru-sman-7-di-ternate-yang-pukul-murid-hingga-tewas-dipecat.html>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *