Salam sejahtera di bulan empat 2016, Sidang Pembaca!
Sejarah bangsa-bangsa mengenal apa yang disebut “diaspora,” yakni penyebaran sekelompok anak bangsa ke luar negerinya karena bermacam alasan, misalnya mengungsi, dipindahkan bangsa lain, mencari penghidupan, dll. Diaspora pun menjadi sebutan untuk komunitas anak-anak bangsa yang menyebar dan menetap di luar negeri itu. Di Nusantara kita mengetahui diaspora orang Tionghoa, Arab, dan India yang sudah berpadu dengan kita menjadi satu bangsa.
Yang mungkin jarang kita ketahui adalah bahwa orang Nusantara pun sejak lama telah berdiaspora ke banyak negeri, bahkan hingga menjadi warga bangsa lain pula. Dari kepulauan khatulistiwa ini sanak setanah air kita itu pergi ke utara, timur, selatan, barat, menetap di berbagai kawasan, dan menjadi saudara-di-kejauhan bagi kita. Bulan ini Komunitas Ubi (Kombi) menelusuri persebaran mereka sambil memunguti hal-hal yang berharga darinya. Delapan peladang menyusun tujuh tulisan tentang diaspora orang Nusantara.
Victor Samuel menulis tentang diaspora orang “Melayu Cape” (baca: keip) di Afrika Selatan. Ia mendapati dalam kisah diaspora mereka nilai-nilai luhur khas Nusantara seputar ketabahan, kinerja, dan keterbukaan. Christina Hutabarat menulis tentang diaspora orang “Melayu Kelapa” di Kepulauan Kelapa. Ia mencicipi dalam kisah diaspora mereka rasa Nusantara berupa penjunjungan tradisi dan adab.
Paul Sagajinpoula menulis tentang diaspora mahid (mahasiswa ikatan dinas) di beragam negara. Dalam kisah diaspora mereka, ia menemukan ilham semangat belajar dan etos kerja. Samsu Sempena dan Daniel Siahaan menulis tentang diaspora TKI di bermacam negara. Dalam kisah diaspora mereka, keduanya menangguk gagasan mengenai keberanian, penyesuaian diri, daya tahan tinggi, dan pengharapan besar.
Efraim Sitinjak menulis tentang diaspora orang Jawa di Kaledonia Baru. Ia memperhatikan dalam kisah diaspora mereka ide integrasi dan prestasi yang penting bagi pembangunan bangsa. Victor Sihombing menulis tentang diaspora orang Jawa di Suriname. Ia mengamati dalam kisah diaspora mereka bagaimana cita-cita dan cinta dapat memberikan daya gerak untuk maju menembus keadaan sulit.
S.P. Tumanggor menulis tentang diaspora orang Nusantara ke Madagaskar, Kepulauan Filipina, dan Semenanjung Malaya. Dalam kisah diaspora mereka, ia menyaksikan jiwa perantau dan pembangun peradaban yang sebetulnya laten pada orang Nusantara. Jiwa tangguh itu, yang tercermin lewat pepatah “sekali layar terkembang, pantang surut kembali,” sungguh penting digiatkan kembali di tengah-tengah generasi Nusantara terkini.
Segala kisah diaspora orang Nusantara adalah kisah yang mengesankan. Kita sangat bersyukur atas setiap hal baik yang mereka bawa, hidupi, dan sumbangkan di negeri-negeri asing. Dan meski sudah tidak dekat dengan mereka, meski sudah tidak sebangsa dengan mereka, kita berbangga memiliki sanak saudara seleluhur yang berdampak baik di mancanegara. Semoga, Sidang Pembaca, orang Nusantara dapat selalu mengunjukkan kebaikan di manapun bumi dipijaknya dan langit dijunjungnya.
Selamat ber-Ubi.
Penjenang Kombi