Jawa Kaledonia-Baru: Integrasi dan Prestasi

Oleh Efraim Sitinjak

Latarnya adalah era penjajahan Barat di abad ke-19. Karena kebutuhan besar di sektor pertambangan dan perkebunan, Perancis mengimpor banyak pekerja ke Kaledonia Baru, daerah jajahan mereka di Samudera Pasifik. Para pekerja itu berasal dari berbagai negeri, misalnya Vanuatu, Kepulauan Solomon, Vietnam, Jepang, dan Nusantara, yang kala itu dijajah Belanda. Kebanyakan pekerja Nusantara berasal dari Pulau Jawa.1

Dari situlah bermula kisah diaspora—masyarakat yang tinggal di luar tanah airnya—orang Jawa- Kaledonia Baru. Tahun 1896 jumlah mereka hanya 170 jiwa. Hari ini, setelah beranak pinak dan ditambahi oleh gelombang kedatangan selanjutnya, jumlah mereka mencapai sekitar 7.000 jiwa.2 Mereka hidup sejahtera dan harmonis bersama masyarakat asli dan pendatang lainnya. Kisah mereka, sama seperti kisah diaspora orang Nusantara di belahan dunia lain, penuh dengan nilai-nilai yang berharga untuk kita pelajari.

Kedatangan orang Jawa ke Kaledonia Baru dapat dibagi menjadi tiga gelombang. Gelombang pertama datang pada tahun 1896 untuk bekerja di tambang nikel. Gelombang kedua datang sekitar tahun 1940, sebelum Perang Dunia II. Gelombang ketiga datang pada tahun 1970, yakni kali terakhir pekerja Nusantara datang dengan sistem kontrak.3 Setelah kontrak kerja berakhir, sebagian dari mereka pulang ke Nusantara sedang sebagian lagi menetap dan menjadi warganegara Kaledonia Baru. Orang-orang yang pulang ke Nusantara pun ada yang memutuskan kembali ke Kaledonia Baru, bahkan sambil membawa sanak keluarga.4

Kehidupan orang Jawa di Kaledonia Baru berkembang. Generasi-generasi berikutnya dari para pekerja kasar itu mampu merambah berbagai profesi dan meraih kesejahteraan. Dua hal besar menonjol dari kisah diaspora mereka.

Hal pertama adalah integrasi yang harmonis. Orang Jawa pandai membawa diri sehingga sangat diterima oleh masyarakat Kaledonia Baru. Sifat mereka yang baik hati, ramah, dan setia membuat penduduk asli Kaledonia Baru menyukai mereka lebih dari pendatang asal negeri-negeri lain.5 Mereka juga membaur dan tidak membentuk kantong-kantong pemukiman khusus. Pemerintah Kaledonia Baru sangat mengapresiasi mereka karena berperan penting dalam meningkatkan kerukunan antarumat beragama.6

Hal kedua adalah prestasi yang besar. Orang Jawa giat bekerja sehingga berkarya/berjasa besar dan bisa menjadi kebanggaan Kaledonia Baru. Mereka tidak sekadar mendiami negeri itu, tetapi berbakti pula kepadanya. Kita bisa menyebut nama-nama bernuansa Jawa yang berprestasi di Kaledonia Baru, antara lain: Sargito, pebulutangkis; Mickael Partodikromo, pesepakbola; Rusmaeni Sanmohamat, politisi; Yannick Slamet, pejabat pemerintah; Emanuelle Darman, Putri Kaledonia Baru tahun 2005-2006.7

Kedua hal besar itu memberi pelajaran berharga bagi kita yang tetap tinggal di  Nusantara. Kita sadar bahwa isu integrasi dan prestasi selalu relevan bagi bangsa kita, Indonesia, sampai kapan pun.

Seperti diaspora Jawa-Kaledonia Baru, kita harus selalu mengusahakan integrasi harmonis di Indonesia yang majemuk budaya dan agama. Caranya adalah dengan menghargai perbedaan dan memupuk kerukunan. Kita harus mengembangkan sifat ramah, baik, dan setia sehingga dapat bersatu dengan saudara-saudara sebangsa dari latar yang beragam.

Dalam suasana integrasi yang harmonis, kita akan mudah mengembangkan diri dan berprestasi besar. Segenap talenta harus kita kerahkan untuk mengubah nasib jadi lebih baik dan untuk menghasilkan karya-karya terbaik. Kita kejar dan kita raih prestasi-prestasi hebat di bidang olahraga, politik, pembangunan, dll. demi keharuman nama bangsa.

Integrasi dan prestasi macam itu sesungguhnya mengingatkan kita kepada para pahlawan pendiri bangsa. Meski berasal dari berbagai latar pendidikan, suku, dan agama, mereka memilih bersatu dan bekerja keras untuk mengubah nasib bangsa. Hasilnya adalah kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia yang kita nikmati sekarang ini.

Tahun 2011, dalam peringatan 115 tahun kedatangan orang Jawa di Kaledonia Baru, Philippe Gomes, presiden Kaledonia Baru kala itu, berkata, “Saya menghargai masyarakat keturunan Indonesia yang bisa berintegrasi dengan baik sehingga dapat membangun New Caledonia bersama-sama dengan masyarakat New Caledonia lainnya.”8 Pujian ini tentunya tak hanya membuat bangga diaspora Jawa-Kaledonia Baru, tetapi juga kita, saudara-saudara seleluhur mereka. Integrasi dan prestasi mereka di sana akan dan harus selalu beresonansi dengan integrasi dan prestasi kita di Nusantara.

.

Efraim adalah seorang pegawai lembaga bantuan kemanusiaan yang bermukim di DKI Jakarta.

.

Catatan

1 “New Caledonia” dalam situs Encyclopedia Britannica. <http://www.britannica.com/place/New-Caledonia-French-unique-collectivity-Pacific-Ocean>.

2 Desca Natalia. “115 Tahun Mereka di New Caledonia” dalam situs Kompas. <http://nasional.kompas.com/read/2011/03/03/00555769/115.Tahun.Mereka.di.New.Caledonia>.

3 Desca Natalia, “115 Tahun Mereka di New Caledonia.”

4 Desca Natalia, “115 Tahun Mereka di New Caledonia.”

5 Pam Allen. “Indonesians speaking French” dalam situs Inside Indonesia. <http://www.insideindonesia.org/indonesians-speaking-french>.

6 “Waspan Wakil Wali Kota, Evelyne Saminah Apoteker” dalam situs Suara Merdeka. <http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/08/14/120504/Waspan-Wakil-Wali-Kota-Evelyne-Saminah-Apoteker>; Pam Allen, “Indonesians speaking French.”

7 Sherly Timan. “119 Tahun Migrasi Orang Jawa ke Kaledonia Baru.” Sajian yang disampaikan dalam forum sarasehan Ngumpulke Balung Pisah di Yogyakarta, 15-16 Agustus 2015. Sajian dapat diakses di situs Slide Share. <http://www.slideshare.net/NgumpulkeBalungPisah/119-migrasi-orang-jawa-ke-kaledonia-baru119-years-of-javanese-migration-in-new-caledonia-sherly-timan>; “Waspan Wakil Wali Kota, Evelyne Saminah Apoteker,” Suara Merdeka.

8 Desca Natalia, “115 Tahun Mereka di New Caledonia.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *