Cinta Kasih dan Sastra

Oleh Bunga Siagian

Cinta kasih, hal yang disukai dan menyukakan manusia sejagat, sukar dilepaskan dari bahasa. Cinta kasih sering diungkapkan dengan bahasa indah melalui karya seni seperti lagu atau sastra. Yang belakangan ini tampak dalam karya-karya dua sastrawan Lebanon Kristen yang terkenal: Kahlil Gibran (1883-1931) dan Mikhail Naima (1889-1998).

Baik Gibran maupun Naima banyak berbicara tentang cinta kasih, entah secara gamblang ataupun secara kiasan. Karya-karya keduanya sangat diilhami oleh gagasan Alkitab tentang cinta kasih, baik kepada Tuhan, sesama manusia, dan alam ciptaan. Ini tentunya tidak terlepas dari latar belakang mereka sebagai penganut Kristen Maronit.1

Gibran acap kali mengungkapkan ide cinta kasih dan terapannya dalam kehidupan sehari-hari. Karya fenomenalnya, The Prophet (“Sang Nabi,” 1923), berisi petuah tentang cinta kasih yang melibatkan pengorbanan.2 Dalam karya lainnya, Al-Ajniha al-Mutakassira (“Sayap-sayap Patah,” 1912), ia menuturkan kisah cinta kasih muda-mudi yang tragis.3 Dalam The Earth Gods (“Dewa-dewa Bumi,” 1931) ia mereka-reka dialog para dewa tentang hati manusia dan cinta kasih.4

Meskipun banyak berbicara tentang kerohanian dan ketuhanan, karya-karya Naima juga mengemukakan topik cinta kasih dan pengampunan (yang tentunya berkaitan erat dengan cinta kasih). Itu nyata dalam Liqa’ (“Perjumpaan,” 1957) dan Mudhakkarat al-Arqash (“Memoar Jiwa Penggelandang,” 1952).5 Dalam The Book of Mirdad (“Buku Mirdad,” 1948) ia menjunjung nilai cinta kasih kepada sesama.6

Tidak hanya menampilkan cinta kasih dalam karya sastra, Gibran dan Naima pun menunjukkan cinta kasih yang besar kepada kesusastraan.7 Sama-sama hijrah ke Amerika Serikat, mereka memulai karir penulisan di sana. Di New York, pada tahun 1916, mereka dan sastrawan-sastrawan keturunan Lebanon lainnya merintis gerakan reformasi penulisan, al-Rabitah al-Qalamiyyah (“Ikatan Pena”). Gerakan itu menjadi wadah perjuangan dan harapan mereka untuk memberikan angin segar bagi seni sastra Arab yang saat itu tidak berkembang.8 Upaya cinta kasih ini terbukti tak sia-sia.

Penyebaran literatur Arab-Amerika meluas dengan terbitnya jurnal Syrian World yang berisi drama, puisi, cerita, dan artikel karya para sastrawan Arab.9 Karya-karya Gibran dan Naima dinikmati oleh pembaca dari berbagai bangsa, keyakinan, ataupun kelas sosial. Didorong cinta kasih terhadap sastra, dipengaruhi ide Alkitab tentang cinta kasih, keduanya mampu menjadi ilham dan membawa gebrakan dalam bidang sastra.

Kiprah Gibran dan Naima seyogianya dapat mengilhami Gereja, yaitu umat Kristen, di Indonesia untuk mencintai dan mengapresiasi sastra. Gereja perlu mengorbitkan sastrawan-sastrawan Kristen seperti mereka yang, secara khusus, menyiarkan ide cinta kasih universal dan alkitabiah. Ide itu akan mengilhami pembaca untuk menghayati cinta kasih sehingga kedamaian dapat terwujud di tengah masyarakat dan dunia.

Cinta kasih universal dan alkitabiah selalu dapat pula menjadi sumber ilham dalam menulis tulisan-tulisan non-sastra. Sebagai contoh, laporan penelitian atau peraturan perundang-undangan dapat ditulis dengan dasar dan dengan mengungkapkan cinta kasih kepada alam dan kepada sesama/bangsa. (Dan secara luas, cinta kasih mampu dan harus menjiwai pekerjaan apa pun, bukan hanya tulis-menulis.) Sungguh indah bukan jika Gereja Indonesia dapat melahirkan banyak Gibran dan Naima ala Indonesia yang mampu menjadi ilham untuk orang dari berbagai bangsa, keyakinan, dan kelas sosial?

Gibran dan Naima telah berupaya mengungkapkan cinta kasih kepada Tuhan, sesama, dan alam ciptaan lewat hidup dan karya mereka. Mengerti bahwa cinta kasih tidaklah berpusat kepada diri sendiri, Gibran berkata, “Cinta tidak memiliki ataupun ingin dimiliki; karena cinta telah cukup untuk cinta. Ketika kita mencintai, kita tidak akan berkata ‘Tuhan ada di dalam hatiku,’ tetapi sebaliknya ‘aku ada di dalam hati Tuhan.’”10 Sementara Naima berujar, “Cinta adalah hukum Tuhan. Kita hidup agar kita dapat belajar mencintai. Kita mencintai agar kita dapat belajar hidup. Tak ada pelajaran lain yang dituntut dari manusia.”11

Semua perkataan itu indah dan dikumandangkan di dunia lewat karya sastra. Benarlah bahwa cinta kasih, hal yang disukai dan menyukakan manusia sejagat, sukar dilepaskan dari bahasa. Maka biarlah kata-kata indah selalu menyuarakan cinta kasih di bumi hingga akhir masa.

.

Bunga Siagian adalah seorang pengacara publik yang bermukim di DKI Jakarta.

.

Catatan

1 Kristen Maronit adalah suatu aliran dalam agama Kristen yang berkembang di Lebanon sejak abad ke-4.

2 Lihat Joan Acocella. “Prophet Motive: The Kahlil Gibran Phenomenon” dalam situs The New Yorker. <http://www.newyorker.com/magazine/2008/01/07/prophet-motive>.

3 Lihat, misalnya, Syed Abdullah Ahmed. “Social Reformations of Jibran Khalil Jibran in the Novel ‘Al-Ajniha Al-Mutakassira’ (The Broken Wings)” dalam IOSR Journal of Humanities and Social Science (IOSR-JHSS) Volume 11, Issue 3, May-Jun. 2013, hal. 1-2.

4 Lihat, misalnya, “The Earth Gods” dalam situs The New York Times. <https://www.nytimes.com/books/98/12/13/specials/gibran-earth.html>.

5 Aida Imangulieva. Gibran, Rihani and Naimy: East-West Interactions in Early Twentieth-Century Arab Literature. Oxford: Inner Farne Press: Oxford, 2009, hal 143.

6 Aida Imangulieva, hal 152.

7 Aida Imangulieva, hal. 143.

8 Lihat “Kahlil Gibran” dalam situs Poetry Fundation. <www.poetryfoundation.org/bio/kahlil-gibran>.

9 Elmaz Abinader. “A Children of Al-Mahjar: Arab American Literature Spans a Century” dalam Jurnal U.S. Society and Values Volume 5 Number 1, Februari 2000, hal. 12.

10 Kahlil Gibran. The Prophet. Wordsworth Editions Limited: Great Britain, 1996, hal 6.

11 Mikhail Naimy. The Book of Mirdad: The Strange Story of a Monastery Which Was Once Called the Ark. Wellington, Shropshire: Clear Press, 1983, hal. 62.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *