Mau Kenal Allah? Gelutilah Pergulatan Bangsamu!

Oleh Yulius Tandyanto

Semua orang Kristen tentu setuju bahwa mengenal Allah merupakan hal yang penting. Menurut Rasul Yohanes, mengenal Allah berkaitan dengan hidup yang kekal (lihat Yohanes 17:3). Tak heran kita berupaya mengenal Allah sedalam-dalamnya karena hal ini berkaitan dengan cara kita menyikapi kehidupan kini dan kelak.

Umumnya kita mengenal Sang Khalik melalui kegiatan-kegiatan rohani, misalnya belajar Alkitab bersama, melayani sesama di gereja atau di persekutuan, dan lain sebagainya. Malahan ada pula orang yang mengabdikan hidupnya untuk urusan rohani, misalnya jadi pendeta dan semacamnya.

Tentu jadi pendeta atau karyawan penuh waktu di lembaga pelayanan bukanlah hal yang keliru jika dijalani dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab. Namun, sungguh sial, jika ada yang menyatakan bahwa pengenalan akan Tuhan hanya didapat dari kegiatan rohani atau aktif di perkumpulan rohani saja, terlebih-lebih harus jadi pendeta. Justru mengenal Allah tidak hanya dibatasi lewat pengalaman rohaniah tetapi juga bersentuhan dengan hal-hal jasmaniah, yang sekuler, yang maujud.

Allah sendiri pernah menyatakan hal tersebut melalui Nabi Yeremia. Allah memuji pemerintahan Raja Yosia yang adil dan benar dibandingkan pemerintahan anaknya, Raja Salum. Dalam Yeremia 22:15-16 tertulis, “Sangkamu rajakah engkau [Salum], jika engkau bertanding dalam hal pemakaian kayu aras? Tidakkah ayahmu [Yosia] makan minum juga dan beroleh kenikmatan? Tetapi ia melakukan keadilan dan kebenaran, serta mengadili perkara orang sengsara dan orang miskin dengan adil. Bukankah itu namanya mengenal Aku? demikianlah firman TUHAN.”

Pernyataan dalam ayat di atas menandaskan bahwa mengenal Allah dapat disejajarkan dengan berlaku adil, benar, dan membela kaum tertindas. Jika diletakkan dalam tautan saat ini, kita seharusnya juga berlaku adil dan benar dalam menyikapi isu korupsi, plagiarisme, kemiskinan, dan seterusnya, dan seterusnya yang sedang digulati oleh bangsa kita. Oleh karena itu kita tak bisa menutup mata, telinga, dan mulut atas hal-hal yang tidak adil dan tidak benar di bangsa ini.

Johanes Abraham Dimara (1916-2000), pejuang Indonesia Kristen, pernah membela orang-orang tertindas di masa revolusi 1945 dan pembebasan Irian Barat. Ia mengorganisir perlawanan fisik untuk merdeka dari jajahan Jepang dan Belanda. Tak hanya itu, pejuang yang dianugerahi gelar pahlawan nasional tahun 2010 ini juga ditunjuk sebagai salah satu anggota delegasi RI ke PBB untuk membicarakan masalah Irian Barat.

Sebagai seorang guru agama Kristen, J.A. Dimara bisa saja memilih untuk menekuni profesinya dan tidak terlibat langsung dalam perjuangan kemerdekaan. Namun, ia punya cara pandang lain untuk menyikapi kondisi kala itu. Bisa jadi hati J.A. Dimara bergetar melihat ketidakadilan dan ketidakbenaran para penjajah terhadap kaum sebangsanya. Dengan hati bergejolak, ia putuskan untuk terlibat lebih jauh dalam pergerakan kemerdekaan.

Dari kiprahnya kita belajar bahwa kita pun perlu dan bisa berbuat sesuatu untuk menegakkan keadilan serta kebenaran bagi bangsa ini—tidak sekedar berkutat pada kegiatan rohani saja. Kita dapat memulainya dengan menekuni bidang kajian atau profesi kita masing-masing dan menautkannya dengan pergulatan bangsa saat ini. Usaha ini pun, menurut sabda di Kitab Yeremia tadi, adalah wujud mengenal Allah.

Dengan demikian mengenal Allah tidak hanya berkaitan dengan urusan rohani tapi juga jasmani. Dan kedua-duanya perlu seimbang. Jika urusan rohani dan jasmani seimbang, syabaslah!

.

Yulius adalah seorang mahasiswa jurusan komunikasi yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *