Dari Bumiaji ke Surabaya, dari Lahir Baru ke Perbuatan Baik

Oleh S.P. Tumanggor

Kalau Porong tidak diluapi lumpur, mungkin saya tak akan pernah mengunjungi kawasan permai di Kecamatan Bumiaji, Malang. Waktu itu, tahun 2006, saya dan beberapa rekan harus pulang ke Bandung dengan kereta api dari Surabaya seusai beracara di Batu, Malang. Karena jalur Malang-Surabaya terhambat di Porong, kami dibawa supir lewat jalur alternatif Bumiaji agar bisa tiba di Surabaya tepat waktu.

Itu perjalanan yang mengasyikkan. Mata kami amat dimanjakan oleh panorama hamparan kebun apel bersaput kabut tipis. Meski jalannya relatif sempit, suasana daerah tinggi itu semarak sekali. Lewat situ, lewat Mojokerto, akhirnya tibalah kami di Stasiun Pasar Turi, Surabaya. Belum terlambat, tetapi kami harus berlari-lari supaya tidak ditinggal kereta.

Dari jalur Bumiaji itu saya memetik pelajaran Kristiani penting yang akan saya bagikan dalam tulisan ini. Tetapi sebelumnya, coba Anda simak dulu pengandaian berikut. Sekiranya kami malah “terlena” oleh pesona Bumiaji hingga berlambat-lambat ke Surabaya, apa pendapat Anda? Sekiranya kami malah bercokol di Bumiaji, menikmati segala kerancakannya, dan lupa harus mengejar jadwal kereta, apa pandangan Anda?

Mungkin Anda akan menilai kami lalai terhadap tujuan. Mungkin juga Anda akan menilai kami terkecoh (oleh kepermaian Bumiaji) sehingga kehilangan sasaran penting (kereta api di Surabaya yang akan membawa kami pulang ke Bandung). Penilaian seperti itu sangat tepat, dan di sinilah kita mendapatkan analogi pentingnya.

Bandung, kota tujuan dalam cerita saya, ibarat tujuan penciptaan manusia yang diungkapkan Alkitab: untuk memuliakan Allah dengan seluruh hidupnya. Surabaya, kota tempat kereta api, ibarat sarana untuk mencapai tujuan itu. Lumpur Porong ibarat dosa yang memutus jalan manusia kepada tujuan itu. Jalur Bumiaji ibarat kelahiran baru, yakni jalan keluar yang Allah sediakan melalui Kristus agar manusia bisa kembali mencapai tujuan penciptaannya.

Ayat Alkitabnya bisa kita tilik di Titus 2:14 (sekaligus saya bubuhi ibaratnya): “[Yesus] telah menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita (jalur Bumiaji) dari segala kejahatan (lumpur Porong) dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat, kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik (Surabaya).” “Rajin berbuat baik” adalah “Surabaya” karena inilah sarana kita untuk memuliakan Allah.1

Sialnya, tren kekristenan saleh sejauh ini menunjukkan sikap yang saya gambarkan dalam pengandaian di atas. Bukannya mendorong orang yang sudah tiba di Bumiaji (sudah lahir baru) untuk bergegas ke Surabaya (rajin berbuat baik) agar tiba di Bandung (memuliakan Allah), banyak gereja malah mengajak mereka berfokus mengagumi betapa indahnya Bumiaji (kelahiran baru)—dan betapa pentingnya untuk mengatasi masalah jalan putus di Porong (dosa). Tujuan ke Bandung (memuliakan Allah) via Surabaya (rajin berbuat baik) tersisihkan oleh keajaiban panorama Bumiaji (kelahiran baru)!

Akibatnya, kalangan Kristen-taat-Alkitab lebih memusatkan perhatian kepada cara-cara agar orang bisa lahir baru daripada cara-cara agar orang Kristen bisa rajin berbuat baik. Doktrin keselamatan dan penginjilan lebih mereka tekankan daripada doktrin keterlibatan Kristiani untuk berbuat baik dalam berbagai bidang kehidupan. Mereka serius menempuh jalur Bumiaji tetapi lalai berlanjut ke Surabaya untuk pulang ke Bandung.

Ini tentu saja sangat merugikan kesaksian Kristiani di tengah bangsa dan dunia. Kerugian ini sudah dialami dunia Barat, seperti diratapi H.R. Rookmaaker, “Dengan terlalu mudah, area-area luas realitas manusia, misalnya filsafat, sains, seni, ekonomi, dan politik, diserahkan kepada dunia, sedang orang Kristen memusatkan perhatian hanya pada kegiatan-kegiatan saleh. … Akibatnya, meskipun banyak orang menjadi Kristen, dunia kita menjadi tersekulerkan secara total, nyaris tanpa pengaruh Kristen.”2

Guna menanggulangi kerugian itu, umat Kristen harus kembali ke Alkitab lalu mencamkan dan mengajarkan tujuan sesungguhnya manusia diselamatkan dalam Kristus: bukan untuk berkutat dalam misi memenangkan jiwa, melainkan dalam misi berbuat baik (yang mencakup memenangkan jiwa pula). Bukan untuk Bumiaji (lahir baru), melainkan untuk Bandung (memuliakan Allah) via Surabaya (berbuat baik) via Bumiaji (lahir baru).

Ya, Bumiaji memang permai dan penting dalam mengatasi masalah lumpur Porong. Tetapi jangan lupa, ada kereta api ke Bandung yang harus dikejar di Surabaya.

. 

S.P. Tumanggor adalah seorang pengalih bahasa dan penulis yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.

.

Catatan

1 Banding pula dengan Efesus 2:10 (sekaligus saya bubuhi ibaratnya): “Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus (jalur Bumiaji) untuk melakukan pekerjaan baik (Surabaya).” Tidak pernah ada pernyataan dalam Alkitab, tersurat atau tersirat, bahwa yang dimaksud dengan “pekerjaan baik” hanyalah pekerjaan yang berbau agamawi/rohani atau yang berkaitan dengan misi memenangkan jiwa belaka. Artinya, “pekerjaan baik” mencakup segala perbuatan yang bisa dikatakan baik.

2 H.R. Rookmaaker. Art Needs No Justification. Downers Grove, Illinois: Inter-Varsity Press, 1978, hal. 17-18.

4 thoughts on “Dari Bumiaji ke Surabaya, dari Lahir Baru ke Perbuatan Baik

  1. Altur Lubis

    Betul bang Sam,,
    kira-kira menurut abang, ada nggak pengaruh saat orang2 pertama kali diinjili, yang didengar itu,kalimat bahwa perbuatan baik tidak menyelamatkan, sehingga banyak orang-orang yang lahir baru menganggap bahwa kelahir-baruan mereka adalah klimaks dari resolusi hidup??sehingga yang lain dinomer-duakan, dan ‘jaminan hidup dibuku kehidupan kekal’ membuat orang jadi nyaman…

    Reply
    1. SaTu

      Tekanan “perbuatan baik tdk menyelamatkan” itu mmg mempengaruhi psikologi umat Kristen dlm menyikapi “perbuatan baik.” Bukan pd wkt “pertama kali diinjili” saja, melainkan pd wkt2 sesudahnya juga. Saya pun dulu menganggap lahir baru sbg “klimaks” pengalaman Kristen–sampai akhirnya berpikir kritis thd sekaligus tercelikkan oleh Ef. 2:10 dan Tit. 2:14.

      Reply
  2. Renata Amelia

    Selamat tahun baru, Bang!
    Analogi lahir baru dan tujuan hidup di dunia nya mantap sekali! Mudah dimengerti oleh orang awam sekalipun. Semoga pembaca-pembaca tercerahkan melalui tulisan ini. 🙂

    Reply
    1. SaTu

      Selamat tahun baru, Ret. Tks atas apresiasinya. Sukses di menuju “Surabaya” via “Bumiaji” utk pulang ke “Bandung” di tahun 2012. 🙂

      Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *