Setia Melakukan Sumpah Guru

Oleh Amin Maggang

Seorang teman saya menjadi relawan pengajar SD dan SMP di Sulamu, salah satu kecamatan di Kabupaten Kupang, NTT. Kepada saya, teman itu bercerita, “Kawan, bayangkan saja, tidak ada satu orang pun sarjana pendidikan Fisika (maksudnya, guru Fisika, pen.) di dua SMP tempat saya mengajar. Memang ada yang mengajar Fisika, tetapi dia sarjana Biologi.”

Mendengar ceritanya, saya jadi teringat pengalaman pribadi mengajar di sebuah SD ketika mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN). Kondisi sekolah itu sangat memprihatinkan. Hanya empat orang guru yang mengajar di sana. Parahnya lagi, guru-guru itu lebih banyak membaca koran di sekolah daripada mengajar di kelas.

Kedua pengalaman di atas sangat bertolak belakang dengan sumpah guru Indonesia. Ayat pertamanya mengatakan, “Bahwa saya akan membaktikan diri saya untuk tugas mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran peserta didik guna kepentingan kemanusiaan dan masa depannya.”

Sementara itu, ayat keempatnya mengatakan, “Bahwa saya akan melaksanakan tugas saya serta bertanggung jawab yang tinggi dengan mengutamakan kepentingan peserta didik, masyarakat, bangsa dan negara serta kemanusiaan.”1

Ketika merenungkan sumpah ini, saya menyimpulkannya sebagai salah satu penyebab NTT selalu menduduki peringkat terakhir dalam Ujian Nasional (UN). NTT kehilangan sosok guru yang setia kepada sumpah tersebut!

Jika guru-guru NTT setia kepada sumpah itu, tentulah mereka akan mau mengabdikan diri untuk mengajar di sekolah-sekolah yang masih kekurangan guru. Mereka pun akan lebih banyak mengajar di kelas daripada membaca koran di ruang guru. Akibatnya, pendidikan murid akan terlaksana dengan baik dan NTT bisa naik peringkat dalam UN.

Sumpah guru Indonesia harus dimengerti baik-baik oleh para alumni baru sarjana pendidikan di NTT dan, secara lebih luas, di tanah air tercinta ini. Dengan demikian, dalam diri mereka muncul keinginan untuk menetap dan mengajar di tempat-tempat yang sangat membutuhkan guru.

Kebanyakan sarjana pendidikan lebih memilih mengajar di sekolah-sekolah swasta di kota karena gajinya besar. Memang tidak ada salahnya mencari penghasilan yang lebih besar, tetapi kita juga tidak bisa mengabaikan kebutuhan daerah kita. Harus selalu diingat bahwa profesi guru berkaitan erat dengan pembangunan daerah dan bangsa. Lewat pendidikan, manusia Indonesia dibentuk dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan wawasan untuk membangun daerah dan bangsa.

Itulah sebabnya pemerintah pusat berusaha meningkatkan kinerja guru Indonesia dengan mengadakan program sertifikasi guru. Melalui program ini, guru akan dibayar dua kali lipat apabila mengajar minimal 24 jam dalam seminggu.

Namun, program tersebut berpotensi memunculkan masalah: profesi guru bisa dipandang sebagai mata pencaharian belaka, bukan suatu panggilan untuk mengabdi bagi bangsa. Dengan pandangan seperti itu, kemajuan pendidikan daerah atau bangsa tidak akan tercapai karena guru tidak serius mendidik dan mengubah hidup siswa.

Sebetulnya lebih baik kalau pemerintah mengadakan program yang menempa guru-guru Indonesia sehingga memiliki pengabdian tinggi dan kerelaan “bayar harga” untuk memenuhi sumpahnya. Saya pikir hal ini harus dimulai dari Perguruan Tinggi, khususnya Fakultas Keguruan. Selain diajari untuk menguasai ilmu pengetahuan, para calon sarjana pendidikan juga harus ditanami rasa cinta yang besar kepada daerah dan bangsa. Mereka harus didoktrin untuk setia mengabdikan diri sesuai dengan sumpah guru Indonesia.

Sementara itu, pemerintah daerah harus membayar lebih untuk sarjana-sarjana pendidikan yang mau mengabdikan diri sebagai guru kontrak di sekolah-sekolah desa. Penghasilan yang cukup, diiringi rasa cinta yang besar kepada daerah, tentunya akan mampu meningkatkan kinerja guru-guru dan alumni baru sarjana pendidikan demi kemajuan pendidikan di daerah mereka.

Semoga rasa cinta yang besar kepada daerah dan bangsa menggerakkan setiap guru untuk setia melakukan sumpah guru Indonesia. Selamat berjuang untuk daerah dan bangsa kita tercinta!

.

Amin adalah seorang dosen yang tinggal di Kupang, NTT.

.

Catatan

1 Secara daring, Sumpah Guru Indonesia bisa dilihat di blog PGRI Kabupaten Banyuasin. <http://pgribanyuasin.blogspot.com/2010/02/sumpah-guru.html>.

One thought on “Setia Melakukan Sumpah Guru

  1. Julia

    Sekedar berbagi..
    Gaji yang memadai dan rasa cinta yang besar kepada daerah kurang cukup untuk menyokong seseorang menjadi guru yang benar dan mengerjakan tugasnya dengan baik. Saya sedikit mengamati hal tersebut ketike beberapa waktu di NTT.
    Sebenarnya pelayanan mahasiswa menjadi sarang yang sangat baik untuk menghasilkan guru-guru yang tidak hanya sekedar mencintai daerah tertinggal manapun atau bahkan Indonesia. Tetapi kesadaran bahwa Allah sangat mengasihi setiap manusia itulah yang akan mendorong seseorang untuk bertahan walaupun dikirm ke bagian yang paling sulit di Indonesia.

    anyway, tulisannya menginspirasi..
    salam kenal
    Julia

    Reply

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *