Mimbar Jangan Dangkal

Oleh Lasma Panjaitan

Bak motivator ulung, pengkhotbah menyampaikan firman dengan penuh energi dari mimbar gereja. Sesekali ia melontarkan lelucon yang mengundang gelak tawa jemaat. Sesekali ia menggeledekkan nada suara untuk menegaskan maksud dan menggugah semangat jemaat. Pemandangan seperti ini lazim kita temui di gereja-gereja masa kini, bukan?

Secara penampilan, kinerja mimbar gereja-gereja ini memang menarik. Khotbah-khotbah yang disampaikannya “memikat” telinga jemaat. Gaya pengkhotbahan yang berapi-api mampu membuat jemaat terjaga selama penyampaian khotbah sambil memunculkan rasa senang dan gairah di hati jemaat. Semua ini pun sangat efektif untuk menarik jemaat berbondong-bondong datang.

Tentu tidak jadi soal jika mimbar gereja mengemas dan menyajikan khotbah secara menarik. Bahkan ada pula yang memutar klip video atau menciptakan jargon-jargon yang gampang diingat. Namun, jadi soal besar jika mimbar gereja akhirnya lebih memperhatikan kulit daripada isi khotbah. Tindakan ini membuat firman Tuhan disampaikan secara dangkal saja, dan mimbar yang bertindak demikian dapatlah kita sebut “mimbar dangkal.”

Khotbah yang dikemas secara menarik namun dangkal akan berdampak buruk kepada jemaat. Jemaat akan menyerap ide-ide Alkitab secara dangkal saja, dan yang namanya “dangkal” tentu saja tidak akan memberi tumpuan kokoh (bagi hidup kristiani kita) dibanding yang mendalam. Akibatnya, ajaran-ajaran Alkitab pun mengalami pendangkalan makna di pikiran jemaat.

Misalkan ajaran bahwa orang Kristen adalah “pemenang.”1 Ketika dikhotbahkan dari mimbar dangkal, jemaat yang mendengarnya bisa mengira bahwa asalkan kita dekat dengan Tuhan, maka segalanya akan dimudahkan Tuhan bagi kita. Contoh lainnya adalah ajaran tentang pentingnya pertobatan.2 Ketika disampaikan dari mimbar dangkal, jemaat yang mendengarnya bisa mengira bahwa pertobatan semata akan secara otomatis mengubah keadaan buruk di tengah masyarakat.

Maka orang Kristen binaan mimbar dangkal pun tidak tahan berjuang di lingkungan keras, sebab dalam kenyataan Tuhan memang tidak selalu memudahkan segalanya. Selain itu orang Kristen tempaan mimbar dangkal jadi enggan terlibat dalam perjuangan sosial karena hanya mau berfokus pada perjuangan mempertobatkan jiwa-jiwa. Dengan begitu, mimbar dangkal gagal membentuk umat Kristen yang tangguh dan berdampak.

Kegagalan ini jelas harus lekas-lekas ditanggulangi. Mimbar jangan dangkal dan khotbah jangan hanya mementingkan kulit. Sebaliknya, mimbar harus mampu menguraikan secara mendalam—dan tetap secara menarik!—bagaimana, misalnya, Tuhan sanggup membawa kita kepada kemenangan dalam pergumulan pribadi atau perjuangan hidup di dunia meski tanpa memudahkan segala-galanya bagi kita. Mimbar juga harus mampu menjelaskan secara utuh bahwa pertobatan adalah titik awal dan modal kita untuk melakukan berbagai karya di dunia, termasuk perjuangan sosial.

Teks-teks Alkitab yang dikhotbahkan harus didalami dengan baik. Caranya bisa dengan menjelaskan konteks ruang dan waktu dari teks yang bersangkutan. Juga khotbah harus betul-betul berpijak pada teks Alkitab—bukan sekadar membacakan teks lalu melantur ke mana-mana, melenceng dari gagasan teks. Tak kalah penting adalah uraian tentang terapan-terapan teks yang dapat dilakukan jemaat dalam kehidupan sehari-hari, di masa sekarang dan di Indonesia.

Saat firman Tuhan dipaparkan secara mendalam, firman itu akan mengakar kuat di hati jemaat. Saat firman mengakar kuat, jemaat akan mampu melaksanakannya dengan kuat pula. Bahkan firman itu bisa tidak hanya mengakar dalam kehidupan jemaat, tapi juga dalam kehidupan masyarakat/bangsa, karena jemaat adalah warga masyarakat/bangsanya.

Firman itu akan kentara dalam tindak-tanduk jemaat. Jika di antara jemaat ada pedagang, maka ia tidak akan berdagang dengan mengejar keuntungan diri semata. Jika ada pengusaha, maka ia tidak akan menjalankan perusahaannya dengan menggerogoti hak-hak karyawan dan orang lain. Jika ada hakim, maka ia akan memutuskan perkara dengan adil dan tanpa pandang bulu. Jika ada atlet, maka ia akan berjuang untuk memenangkan pertandingan tanpa berbuat curang.

Mimbar gereja harus tetap menyampaikan khotbah yang menarik tapi juga mendalam dengan tujuan agar umat Kristen dikuatkan untuk hidup baik dan berkarya baik. Maka selamanya hati kita berseru sepenuh rindu, “Mimbar, janganlah dangkal!”

.

Lasma adalah seorang pegiat Lembaga Bantuan Hukum yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.

.

Catatan

1 Ajaran ini didasarkan pada Roma 8:37, “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, oleh Dia [Allah] yang telah mengasihi kita.”

 2 Ajaran yang didasarkan, antara lain, pada Lukas 24:47, “… dalam nama-Nya [Yesus] berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *