Salam sejahtera di bulan empat 2015, Sidang Pembaca!
Selama berabad-abad palang alias salib sudah menjadi lambang kekristenan. Asal-usulnya adalah peristiwa pengorbanan Yesus Kristus di Bukit Tengkorak pada hari yang kini diperingati sebagai Jumat Agung. Karena Kristus wafat di kayu palang (lalu bangkit pada hari yang kini diperingati sebagai Paskah) demi umat manusia, palang menjadi simbol gemilang yang dihargai umat Kristen.
Selama berabad-abad pula umat Kristen dari berbagai bangsa dan negeri telah menggubah dan melestarikan bentuk-bentuk palang yang unik. Palang-palang ini berbicara banyak tentang pempribumian kekristenan pada budaya setempat serta bersaksi kuat tentang pengorbanan Kristus yang menyelamatkan dan menggerakkan kita untuk berkarya baik di dunia.
Bulan ini, dalam rangka Jumat Agung dan Paskah, gagasan pempribumian dan penggerakan karya baik itu menjadi sorotan istimewa Komunitas Ubi (Kombi). Lima peladang meneliti lima palang unik dari lima negeri lantas menguraikan pemaknaannya dalam lima tulisan bernas.
Palang Jorjia dengan nuansa pohon anggurnya diselisik S.P. Tumanggor. Dari palang gemilang itu ia menangkap imbauan untuk senantiasa memikirkan “air anggur” pengorbanan Kristus serta menghasilkan “buah banyak” berupa perbuatan baik.
Palang Kelt dengan nuansa bulatan mentarinya diselidik Stefani Krista. Dari palang gemilang itu ia memetik gagasan tentang hidup karena bertobat dan beriman kepada Kristus, Sang “Mentari,” dan hidup untuk melakukan pekerjaan baik.
Palang Koptik dengan nuansa keabadiannya diamati Daniel Siahaan. Dari palang gemilang itu ia mengambil dorongan untuk mengapresiasi kasih abadi Allah, yang mengutus Kristus, dengan menyerahkan anggota-anggota tubuh kepada-Nya sebagai senjata kebenaran.
Palang Malta dengan nuansa kekesatriaannya dicermati Lasma Panjaitan. Dari palang gemilang itu ia merangkum hikmah tentang kemanusiaan yang dibaharui Allah via pengorbanan Kristus dan yang harus mengamalkan kekesatriaan dan kebajikan di segala lapangan kehidupan.
Palang Armenia dengan nuansa batunya ditelaah Victor Sihombing. Dari palang gemilang itu ia meraup semangat untuk hidup berfaedah sebagai murid Kristus dengan “memahat” karya baik pada “lempeng batu” kehidupan di lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, gereja, dunia.
Kelima palang itu, bersama sederet palang kristiani lain yang tidak turut dibahas, kokoh menjulang di guliran zaman dan terus menyatakan kepada dunia betapa baiknya, dan pentingnya, pempribumian kekristenan. Wujud-wujudnya yang khas terus mengingatkan kita kepada pengorbanan Kristus yang (seharusnya) menggerakkan kita untuk berkarya baik di dunia. Sebagaimana palang-palang itu gemilang, baik idenya maupun hal-hal yang dilambangkannya, demikianlah kiranya karya-karya kita pun gemilang di bumi.
Selamat Jumat Agung-Paskah dan selamat ber-Ubi.
Penjenang Kombi