Salam sejahtera di bulan dua belas 2016, Sidang Pembaca!
Sebagai hari raya dari salah satu agama besar di dunia, Natal diperingati umat Kristen dengan meriah di berbagai belahan bumi setiap kali bulan Desember tiba. Kita pun, umat Kristen Indonesia, tak ketinggalan kemeriahan. Bahkan kita (ternyata) memiliki sejumlah tradisi khas di beberapa wilayah di Indonesia dalam merayakan hari kelahiran Kristus Sang Juruselamat.
Adanya tradisi-tradisi itu jelas menyeruak secara unik dan menawan di tengah perayaan Natal ala Barat yang masih dominan di negeri kita. Jadi, pada masa raya Natal ini, lima peladang Komunitas Ubi (Kombi) menulis tentang lima perayaan Natal khas Indonesia dan kecocokannya dengan Alkitab. Semua dituturkan sembari menunjukkan bahwa hakikat kerayaan Natal bukanlah terletak pada meriah peringatannya melainkan pada arti kedatangan Kristus.
Umat Kristen Papua merayakan Natal dengan pesta bakar batu, yang awalnya diadakan untuk merayakan perdamaian antara suku-suku yang berperang. Herdiana Situmorang mengulas kaitan bakar batu Natal dengan perdamaian raya antara Allah dan manusia berdosa yang terwujud melalui Kristus.
Umat Kristen Batak merayakan Natal dengan marbinda, yakni menyembelih binatang berkaki empat yang dibeli secara patungan. Aronia Lola memaparkan kaitan marbinda Natal dengan kebersamaan yang terjalin antara Allah dan manusia akibat pengorbanan Kristus.
Umat Kristen Flores merayakan Natal dengan meriam bambu, yang semula diletupkan untuk menghormati tokoh besar yang meninggal dunia. S.P Tumanggor mengupas kaitan meriam bambu Natal dengan penghormatan terhadap Kristus yang lahir untuk mati menanggung dosa manusia dan yang kemudian bangkit kembali dan hidup selama-lamanya.
Umat Kristen Jawa merayakan Natal dengan wayang kulit, yang biasanya dipentaskan dengan cerita-cerita mashur dari epos-epos Mahabharata dan Ramayana. Christina Hutabarat dan Bill Hayden membabarkan kaitan wayang kulit Natal dengan cerita agung tentang Kristus, juruselamat dunia.
Umat Kristen Bali merayakan Natal dengan penjor, yang sejak dulu digunakan dalam acara keagamaan di Bali. Rina Saragih membahas kaitan penjor Natal dengan ungkapan sukacita dan ucapan syukur atas Kristus yang membuka jalan keselamatan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi manusia dan dunia.
Selain berfokus pada Kristus dan makna kedatangan-Nya, tulisan kelima peladang juga menekankan betapa indahnya perayaan Natal yang khas Indonesia. Bukankah itu lebih meneguhkan bahwa Kristus memang datang untuk segala bangsa? Karenanya, biarlah kedatangan Kristus dirayakan secara unik dan khas di antara bangsa-bangsa sampai Ia datang kembali ke bumi.
Selamat ber-Natal dan selamat ber-Ubi.
Penyunting Kombi