Oleh Stefani Krista
Di Desa Oebelo, Kupang, alunan musik indah dari sasando yang dimainkan Jeremias Ougust Pah sangat menghibur para tamu. Bukan hanya tamu Indonesia, tamu dari mancanegara seperti Jerman dan AS pun senang disambut dan dijamu oleh sang maestro. “Begitu ada tamu datang, kami siap menghibur,” ucap Jeremias, “… meski tempat kami sederhana.”1
Sasando, alat musik petik yang dimainkan Jeremias, berasal dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Bentuknya unik dengan senar-senar terpasang pada sebatang bambu dan tempat resonansi berupa daun lontar yang disusun dalam wujud setengah lingkaran. Kedua ujung susunan daun lontar itu dihubungkan dengan kedua ujung bambu. Di tangan piawai Jeremias, alat musik unik itu mengalunkan cerita tentang regenerasi dan inovasi seni kepada kita.
Jeremias lahir pada tahun 1938 di Pulau Rote. Ia bisa tampil sebagai maestro yang cakap membuat dan memainkan sasando akibat regenerasi. Kecakapannya turun dari ayahnya, Ougust Pah, pemain dan pengembang sasando di tahun 1900-an. Dulu, sasando adalah salah satu alat musik yang biasa dimainkan untuk menghibur raja Rote atau tamu raja—dan Ougust adalah salah satu pemain pilihan raja.2
Namun, pada masa hidup Ougust pula sasando sempat terancam punah. Ayah Jeremias tersebut menjadi satu dari sedikit pelestari alat musik unik yang mulai muncul di Rote pada tahun 1800-an itu. Ia berinovasi mengembangkan sasando lima senar menjadi 15 senar. Setelah Ougust meninggal dunia di tahun 1972, Jeremias terus melestarikan dan mengembangkan sasando. Ia berinovasi membuat sasando 45 senar dan 57 senar!3
Dan regenerasi pun diteruskan Jeremias dengan menurunkan kecakapannya kepada anak-anaknya. “Tak banyak yang memainkan alat musik ini dengan baik,” ujarnya. “Saya sendiri mencoba mewariskan kemampuan pada semua anak saya.”4 Alhasil kelima anaknya kini telah menjadi pemain sasando yang andal. Dua dari mereka, Djitron Pah dan Berto Pah, dikenal masyarakat Indonesia secara luas lewat acara-acara di televisi nasional.5
Bersama Djitron, Jeremias berinovasi mengembangkan sasando elektrik. Bagian pangkal sasando elektrik dihubungkan kabel ke sistem suara sehingga nada-nadanya dapat didengar dalam jarak yang jauh. Ia juga mendukung Djitron membawa sasando ke jalur musik pop—yang lebih disukai anak muda masa kini. Maka Djitron mahir memainkan sasando untuk mengiringi lagu-lagu R&B atau dangdut.6
Sayangnya, segala usaha untuk melestarikan sasando itu tidak mendapat dukungan kuat di negeri sendiri. Menurut Jeremias, cara pandang pemerintah terhadap kebudayaan masih bersifat proyek-proyekan. Acara kebudayaan dari pemerintah pun tidak berkelanjutan. Akibatnya, ia pun lebih banyak memainkan sasando pada hajatan pernikahan.7
Terlepas dari itu, ide regenerasi dan inovasi yang menonjol dalam kisah Jeremias dapat menjadi (sebagian) jawaban untuk isu kerelevanan seni tradisi dengan konteks masa kini. Pemerintah perlu merangsang regenerasi dan inovasi para seniman tradisi—sementara masyarakat perlu mengapresiasi kiprah dan karya mereka. Dengan demikian, selaraslah seruan untuk melestarikan budaya bangsa dengan praktik nyatanya.
Regenerasi dan inovasi ala Jeremias juga cocok kita terapkan dalam bidang apa pun yang kita tekuni. Regenerasi akan membuat ilmu/keahlian kita terteruskan kepada generasi berikutnya. Inovasi akan mengembangkan bidang kita dan merelevankannya dengan zaman. Inilah pangkal karya-karya indah ala maestro yang akan memuliakan bangsa.
Berkat kesetiaannya menekuni sasando, Jeremias Ougust Pah digelari “maestro” oleh Kementerian Kebudayaan Pariwisata pada tahun 2007.8 Ia juga diundang ke negeri-negeri Jerman, AS, Jepang untuk memainkan sasando di sana. Dari pemerintah Yokohama, Jepang, ia menerima penghargaan sebagai maestro alat musik sasando NTT.9
Di rumahnya di Desa Oebelo, Jeremias memajang beberapa sasando dan beberapa foto perjalanannya sebagai musisi sasando di luar negeri. “Dengan sasando,” ujar sang maestro, “saya bisa berkunjung ke luar negeri. Itu yang menjadi kebanggaan saya. Saya bisa mengenalkan budaya NTT di luar negeri …”10 Dengan regenerasi dan inovasi, kebanggaan dan keterkenalan budaya suku/bangsa itu tentu akan sinambung dari masa ke masa.
Stefani Krista adalah seorang karyawati perusahaan ritel yang bermukim di DKI Jakarta.
Catatan
1 Muhlis Al Alawi. “Sang Maestro Sasando Hibur Tiap Turis yang Datang ke Rumahnya di Kupang” dalam situs Tribun News. <http://www.tribunnews.com/travel/2015/06/02/sang-maestro-sasando-hibur-tiap-turis-yang-ke-rumahnya-di-kupang?page=all>.
2 Kornelis Kewa Ama. “Jeremias Pah, Pengembang Sasando” dalam situs Kompas. <http://nasional.kompas.com/read/2008/10/30/18262799/Jeremias.Pah..Pengembang.Sasando>.
3 Kornelis Kewa Ama, “Jeremias Pah, Pengembang Sasando”; Frans Sartono. “Sasando untuk Indonesia Raya” dalam situs Kompas. <http://nasional.kompas.com/amp/read/2012/08/30/04085294/Sasando.untuk.Indonesia.Raya>.
4 Sri Noviyanti. “Kisah Putra Rote Melestarikan Sasando” dalam situs Kompas. <http://travel.kompas.com/read/2014/05/16/1007089/Kisah.Putra.Rote.Melestarikan.Sasando>.
5 Muhlis Al Alawi, “Sang Maestro Sasando Hibur Tiap Turis yang Datang ke Rumahnya di Kupang”.
6 Kornelis Kewa Ama, “Jeremias Pah, Pengembang Sasando”; Frans Sartono, “Sasando untuk Indonesia Raya”
7 M. Hilmi Setiawan. “Mengunjungi Yeremias Aougust Pah, Maestro dan Perajin Sasando” dalam situs Jawa Pos. <http://www.jawapos.com/read/2015/11/11/10076/mengunjungi-yeremias-aougust-pah-maestro-dan-perajin-sasando>.
8 M. Hilmi Setiawan, “Mengunjungi Yeremias Aougust Pah, Maestro dan Perajin Sasando”.
9 “Jeremias Pah Kecintaan Sasando dan Pulau Rote” dalam situs Sinar Harapan. <http://www.sinarharapan.co/news/read/150728278/jeremias-pah-kecintaan-sasando-dan-pulau-rote>; Kornelis Kewa Ama, “Jeremias Pah, Pengembang Sasando”
10 “Jeremias Pah Kecintaan Sasando dan Pulau Rote”, Sinar Harapan.