Oleh Stefani Krista
Salah satu keajaiban dunia di zaman kuno adalah Taman Gantung Babel, bangunan megah berupa taman bertingkat seluas 400 kaki persegi dan setinggi 80 kaki. Babel, bangsa pembuatnya, tak hanya mashur karena taman ini, tetapi juga karena iptek, budaya, ekonomi, dan bidang-bidang lainnya. Seperti ditunjukkan sejarah kepada kita, semua itu menjadikan Babel “kepala” dunia pada masanya. Namun, kekuasaannya yang agung tak bertahan untuk selamanya.1
Kekuasaan Babel dimulai sejak kejatuhan Kerajaan Akadia pada abad ke-8 SM. Babel, yang diperintah Raja Hammurabi, naik daun menjadi “kepala” dunia di kawasan Mesopotamia. Setelah Hammurabi wafat, Babel sempat ditaklukkan oleh Kerajaan Asyur, tetapi bangkit kembali lewat pemberontakan Raja Nabopolasar pada abad ke-7 SM yang bertepatan dengan wafatnya penguasa Asyur.2
Nabopolasar kemudian digantikan oleh putranya, Nebukadnezar, yang membawa Babel menjadi “kepala” kembali. Raja Nebukadnezar membangun ulang monumen-monumen keagamaan yang telah hancur dalam perang dan memperbaiki kanal-kanal air Sungai Efrat. Ia pulalah yang membangun Taman Gantung Babel untuk istrinya.3 Tetapi setelah masa pemerintahannya kekuasaan Babel boleh dibilang surut menuju sirna.
Itu sesuai dengan nubuat yang tertulis dalam Alkitab. Kitab Daniel pasal 2 menceritakan bagaimana Raja Nebukadnezar bermimpi melihat patung manusia besar yang kepalanya terbuat dari emas tua, dada dan lengannya dari perak, perut dan pinggangnya dari tembaga, sedang kakinya sebagian dari besi dan sebagian dari tanah liat—semua melambangkan kerajaan-kerajaan adikuasa di dunia. Kemudian sebuah batu menimpa dan meremukkan patung itu.
Mimpi sang raja Babel menunjukkan bahwa tidak ada bangsa adikuasa yang berjaya selamanya di dunia. Begitu pula Babel, yang disimbolkan oleh kepala emas itu. Kekuasaannya digeser oleh bangsa Media-Persia, yang disimbolkan oleh dada dan lengan perak—dan yang kemudian digeser oleh bangsa lain pula. Pada akhirnya, semua kuasa bangsa-bangsa akan ditaklukkan oleh Kerajaan Allah yang disimbolkan oleh batu.
Kerajaan Allah yang kelak tegak di bumi jauh mengatasi negara adikuasa manapun, baik sebelum maupun setelah Babel. Inilah pengharapan besar bagi umat Allah dan dunia, sebab Kerajaan Allah akan membawa keadilan, kebenaran, dan kesejahteraan sejati yang selalu didamba umat manusia. Namun, sebelum masa itu tiba, umat Allah dan dunia tak akan terlepas dari pengaruh bangsa-bangsa adikuasa, baik secara negatif maupun positif.
Pengalaman bani Israel di masa lalu menunjukkannya, yaitu ketika Babel menghancurkan Kota Yerusalem dan mengasingkan penduduk Yehuda selama 70 tahun. Tetapi dari Babel juga bani Israel menyerap berbagai ilmu, seperti yang dipelajari Nabi Daniel (Dan. 1:3-6). Di masa kini umat Kristen pun tak terlepas dari pengaruh bangsa-bangsa adikuasa seperti Amerika Serikat atau Uni Eropa dalam hal budaya, agama, dan ekonomi.
Adanya bangsa-bangsa adikuasa sejak dulu hingga sekarang tak terlepas dari izin Allah, “sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah” (Rom. 13:1). Sayangnya, manusia yang telah jatuh ke dalam dosa punya kecenderungan memberontak terhadap Allah. Karena itu, umat Allah harus menyikapi pengaruh bangsa-bangsa adikuasa dengan bijaksana.
Maka kita bisa dan perlu mempelajari dan memanfaatkan hal-hal baik yang dikembangkan bangsa-bangsa adikuasa. Sebagai contoh, kita bisa menyerap iptek dari Amerika Serikat atau Uni Eropa. Tetapi kita bisa dan perlu menentang hal-hal buruk yang disebarkan bangsa-bangsa adikuasa, misalnya pornografi dan humanisme sekuler yang anti-Tuhan.
Pada tahun 529 SM, Babel sang “kepala” dunia jatuh ke tangan bangsa Media-Persia, seperti yang dinubuatkan Alkitab. Babel menjadi contoh gamblang bahwa kuasa bangsa-bangsa—seadikuasa apa pun—tak bertahan untuk selamanya.4 Hanya kuasa Allah, “Kepala” sejati, yang berlangsung dari kekal sampai kekal. Kepada-Nyalah semua bangsa kelak akan takluk dan mengabdi.
Maka di percaturan dunia ini Allah sajalah andalan kita—dalam pengharapan besar yang dikemukakan pemazmur: “Segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di hadapan-Nya. Sebab TUHAN-lah yang empunya kerajaan, Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa” (Mzm. 22:28-29).
Stefani Krista adalah seorang karyawati perusahaan ritel yang bermukim di DKI Jakarta.
Catatan
1 “Babylonian Empire” dalam situs Ancient Civilizations. <http://www.ancient-civilizations.com/babylonian-empire/>.
2 “Babylonian Empire” dalam situs New World Encyclopedia. <http://www.newworldencyclopedia.org/entry/Babylonian_Empire>.
3 “Babylonian Empire”, New World Encyclopedia.
4 “Babylonian Empire”, New World Encyclopedia.