Oleh Victor Samuel
“Pencambukan Kristus” (Ing.: The Flagellation of Christ) adalah lukisan yang dibuat Jaume Huguet, (1412-1492) sebagai dekorasi altar di Katedral Barcelona.1 Yesus Kristus digambar seniman Spanyol abad pertengahan itu dalam keadaan terikat tangan-Nya pada sebuah tiang. Sementara itu, dua orang prajurit Romawi mencambuki-Nya atas perintah Gubernur Pilatus.
Bangsa Romawi, penjajah Negeri Israel di masa Kristus, biasa mencambuk orang yang akan dihukum mati. Pencambukan ini amat mengerikan, sampai-sampai sekadar ancaman untuk dicambuk saja dapat mendiamkan khalayak dan menaklukkan niat pemberontak terkuat.2 Mereka yang dicambuk menanggung sengsara, secara harfiah, setengah mati.
Cambuk Romawi terdiri dari gagang kayu yang disambungkan kepada beberapa utas tali kulit binatang. Tali-tali kulit ini dipasangi buhul-buhul logam kecil dengan selang jarak tertentu dan terkadang dilengkapi dengan kait-kait logam di bagian ujung. Bayangkan betapa sakitnya saat cambuk itu berulang kali dilecutkan dan ditarik sehingga mencerabuti kulit dan daging orang terhukum!3
Sebelum dicambuk, orang terhukum ditelanjangi supaya seluruh bagian tubuhnya dapat dikenai cambuk. Badannya diikat ke sebuah tiang dan pergelangan tangannya diikat di atas kepalanya (dalam lukisan Huguet di bawah kepala) kegelang logam. Dengan begitu ia tak mungkin menghindari pencambukan yang biasanya dilakukan oleh dua prajurit.4
Berbeda dengan pencambukan Yahudi yang dibatasi sampai 39 lecutan,5 pencambukan Romawi tidak dibatasi dan dapat terus dilakukan selama orang terhukum belum mati—hanya “setengah” mati. Darahnya deras mengalir keluar, dan kehilangan cairan tubuh ini bisa membuatnya terguncang, pingsan, atau bahkan mengalami gagal jantung.6 Kesadisan semacam itu dialami Yesus sampai-sampai rupa-Nya, seperti dinubuatkan Nabi Yesaya, “bukan seperti manusia lagi” (Yes. 52:14).
Kekejian pencambukan Kristus dilukiskan Huguet, seorang Eropa, dengan nuansa budaya Eropa, bukan budaya Romawi atau Yahudi yang merupakan latar aslinya. Ini terlihat dari model pakaian (prajurit, para penonton, Pilatus) dan bentuk bangunan (kastil) yang bergaya Eropa, khususnya Spanyol abad pertengahan.
Karya seni kristiani yang dipribumikan seperti itu tentunya dapat lebih mengilhami pikiran dan menggugah rasa. Melaluinya penikmat mula-mula karya Huguet, yakni orang Eropa, dapat lebih mudah memikirkan dan merasakan kesengsaraan Kristus. (Ironisnya, banyak orang Eropa saat ini justru menghina warisan kerohanian dan standar moral kristiani.)
Kristus yang tak berdosa rela sengsara dicambuk setengah mati supaya kita terhindar dari “pencambukan” Allah sebagai hukuman atas dosa-dosa kita. Ia rela luka parah dilecut supaya “oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” (Yes. 53:5). Inilah kabar baik!
Kita, sebagai penerima kabar baik itu, wajib mewartakannya dan mengejawantahkannya dengan berbuat baik di dunia. Ini tidak mudah, sebab keberdosaan akan senantiasa “mencambuk” (baca: berdampak buruk kepada) kemanusiaan, termasuk Gereja (kumpulan orang yang beriman kepada Kristus). Namun, kita harus mengikuti teladan Kristus: teguh berbuat baik meski harus menanggung kesusahan.
Namun, kita tidak perlu pesimistis. “Pencambukan Kristus” menampilkan suatu pengharapan pula. Huguet melukiskan tiga malaikat yang melayani Kristus di tengah sengsara-Nya: satu menyeka luka di wajah-Nya dan dua berlutut menghibur di dekat kaki-Nya. Dalam Alkitab, kehadiran malaikat menandakan restu dan penyertaan Allah. Jadi, Allah merestui dan menyertai Kristus—dan juga Gereja—dalam kesusahan akibat menjalankan misi di dunia.
Satu ciri yang menonjol dari lukisan-lukisan Huguet adalah penggambaran sosok-sosok yang tenang dan syahdu dengan gestur yang elegan secara rohani.7 Demikianlah sosok Kristus dalam “Pencambukan Kristus” ditampilkannya begitu teduh meski sengsara setengah mati. Mungkin itu menyiratkan bahwa meskipun “mereka menyesah dan membunuh Dia”, hati-Nya teguh dalam kesusahan karena Ia tahu bahwa “pada hari ketiga Ia akan bangkit” (Luk. 18:33).
Kita juga dapat memiliki ketenangan jiwani dalam berkarya di dunia meski ada kesusahan. Ketenangan itu bertumpu pada pengharapan bahwa sebagaimana Kristus bangkit dan dimuliakan, demikian pula kita akan bangkit dalam kemuliaan.
“Pencambukan Kristus” karya Huguet memang hanya barang mati yang menampilkan babak menyedihkan dalam riwayat Yesus. Namun, darinya memancar kabar baik: Yesus sengsara setengah mati supaya kita dapat sepenuhnya hidup.
Victor Samuel adalah seorang insinyur di bidang energi yang bermukim di DKI Jakarta.
Catatan
1 “The Flagellation of Christ” dalam situs Web Gallery of Art. <https://www.wga.hu/html_m/h/huguet/flagella.html>.
2 “The Roman Scourge” dalam situs Bible History. <http://www.bible-history.com/past/flagrum.html>; “Scourged!” dalam situs Renner. <https://renner.org/scourged/>.
3 “The Roman Scourge”, Bible History; “Scourged!”, Renner.
4 “Scourged!”, Renner.
5 Lihat 2 Korintus 11:24.
6 “Scourged!”, Renner.
7 “Gothic Painting” dalam situs Web Gallery of Art. <https://www.wga.hu/tours/spain/p_14_15.html#intro>.