Oleh Victor Samuel
Menjadi peladang (penulis) Komunitas Ubi (Kombi) adalah seperti menjadi musafir wawasan. Sebagai peladang Kombi, saya harus melakukan perjalanan pikiran—mewawas beragam hal yang dijadikan topik-topik tulisan Kombi. Perjalanan itu panjang dan melelahkan namun memuaskan, sebab saya kerap menemukan oasis hikmah berupa pemahaman atau anjuran yang bersifat menyemangati, mencerahi, atau mengoreksi bagi bangsa, Gereja, dan dunia.
Awal kemusafiran saya bersama Kombi ditandai oleh tiga tulisan pertama saya di tahun 2011-2012. Saya menulis “Energi untuk NKRI”1 yang mewawas kebijakan energi nasional, “Gagalnya Kaum Lahir Baru”2 yang mewawas masalah kantong-kantong Kristen (termasuk kampung halaman saya), dan “Berderma dengan Teknologi”3 yang mewawas teknologi tepat guna bagi masyarakat. Saya mendapati bahwa oasis-oasis hikmah dekat dengan kita, asalkan kita jeli mewawas hal-hal sekeliling kita.
Saya pun mendapati oasis-oasis hikmah di tempat-tempat jauh yang membuat saya mensyukuri hal-hal yang dimiliki Indonesia. Mewawas kehidupan di Swedia (sewaktu tinggal di sana), saya melayangkan “Sepucuk Surat Rindu dari Swedia untuk Para Pekerja Informal Indonesia”4 guna mensyukuri kehadiran mereka di tanah air. Mewawas “Melayu Cape dan Tiga Nilai Luhur Nusantara”,5 saya menemukan oasis hikmah mengenai nilai-nilai luhur bangsa kita yang mendunia.
Perjalanan pikiran saya berlanjut pula ke Amerika Serikat untuk bertemu “Booker T. Washington: Pengusaha Kesejahteraan”,6 teladan baik tentang kesalehan yang mengejar keadilan sosial. Saya juga mengembara ke Eropa Tengah dan menemukan oasis hikmah tentang pentingnya persatuan bangsa sewaktu menulis “Yugoslavia: Gesekan Pembuyar”.7
Bukan hanya batas geografis, menulis di Kombi juga membawa saya melintasi batas bidang keilmuan. Berlatar belakang teknik, saya mewawas kehidupan sastrawan Leo Tolstoy dan Aleksandr Solzhenitysn dan berpikir tentang “Sastra Penyuara Kebenaran”.8 Saya menjenguk bahasa Berber dan merenung tentang “Bahasa Persatuan: Lukisan atau Cat Tembok?”9 Saya menengok rumah adat Karo dan melihat gambaran tentang kekristenan yang “Menggarami dan Menerangi Budaya”.10
Kemusafiran saya juga berlanjut ke oasis-oasis hikmah unik yang jarang dikunjungi, di mana saya bisa mempertemukan ide-ide yang jarang dipertemukan. Ber-“Belanja Ide Inovasi di Pasar Swalayan”,11 saya mempertemukan ide-ide tentang sistem/barang di pasar swayalan dengan ide-ide tentang inovasi. Mewawas “Kekeluargaan (Tanpa) Menggerogoti Keprofesionalan”,12 saya mempertemukan ide tentang kekeluargaan dari peribahasa Nusantara dengan ide tentang keprofesionalan.
Pada hari-hari raya Kristen, saya berziarah pikiran ke oasis-oasis hikmah yang suci. Di situ, selagi merayakan kelahiran Yesus, saya mewawas kaitan antara “Natal dan Pencitraan”13 yang benar serta pentingnya “Tubuh: Kurban Hidup”14 dalam ibadah. Di situ pula, selagi memperingati Jumat Agung, saya menyaksikan kengerian sekaligus kemuliaan Yesus yang “Sengsara Dicambuk Setengah Mati”.15
Setelah sekian lama menjadi musafir wawasan, saya mendapati bahwa makin jauh perjalanan saya, semakin menyegarkan oasis-oasis hikmah yang saya temukan. Dengan terbiasa meluaskan wawasan, saya dapat menemukan ide-ide dari berbagai informasi dan akhirnya menuliskan hikmah-hikmah yang mendalam dan menggugah. Tanpa meluaskan wawasan, saya hanya akan menemukan oasis kering dan dangkal—tidak layak untuk Kombi, apalagi untuk Gereja dan bangsa.
Bayangkanlah itu terjadi di tingkat bangsa. Jika bangsa kita tekun meluaskan wawasan (dengan gemar membaca, bernalar, dan menulis), tentulah kita akan senantiasa disegarkan oleh oasis-oasis hikmah. Semua oasis hikmah itu akan membantu kita menghadapi berbagai permasalahan negeri dan melangkah lebih cepat menuju kesejahteraan dan kemajuan.
Namun, meluaskan wawasan memerlukan pandu yang tepat, yaitu hikmat. Berkelana mencari oasis hikmah tanpa hikmat—mengandalkan emosi picik dan pikiran pendek—justru akan merusak masyarakat. Janganlah kita terkecoh oleh fatamorgana wawasan sesat yang berujung pada oasis tandus atau bahkan beracun.
Melihat kondisi bangsa dan Gereja hari ini, saya merasa harus menemukan lebih banyak lagi oasis hikmah dan menuliskannya demi melihat kekristenan turut menyumbangkan hal-hal baik bagi keindonesiaan. Ya, tampaknya perjalanan kemusafiran saya masih panjang.
Victor Samuel adalah seorang insinyur di bidang energi yang bermukim di DKI Jakarta.
Catatan
1 Victor Samuel. “Energi untuk NKRI” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2011/10/energi-untuk-nkri/>.
2 Victor Samuel. “Gagalnya Kaum Lahir Baru” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2012/01/gagalnya-kaum-lahir-baru/>.
3 Victor Samuel. “Berderma dengan Teknologi” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2012/04/berderma-dengan-teknologi/>.
4 Victor Samuel. “Sepucuk Surat Rindu dari Swedia untuk Para Pekerja Informal Indonesia” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2013/03/sepucuk-surat-rindu-dari-swedia-untuk-para-pekerja-informal-indonesia/>.
5 Victor Samuel. “Melayu Cape dan Tiga Nilai Luhur Nusantara” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2016/04/melayu-cape-dan-tiga-nilai-luhur-nusantara/>.
6 Victor Samuel. “Booker T. Washington: Pengusaha Kesejahteraan” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2017/07/booker-t-washington-pengusaha-kesejahteraan/>.
7 Victor Samuel. “Yugoslavia: Gesekan Pembuyar” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2018/02/yugoslavia-gesekan-pembuyar/>.
8 Victor Samuel. “Sastra Penyuara Kebenaran” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2016/06/sastra-penyuara-kebenaran/>.
9 Victor Samuel. “Bahasa Persatuan: Lukisan atau Cat Tembok?” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2016/10/bahasa-persatuan-lukisan-atau-cat-tembok/>.
10 Victor Samuel. “Menggarami dan Menerangi Budaya” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2016/11/menggarami-dan-menerangi-budaya/>.
11 Victor Samuel. “Belanja Ide Inovasi di Pasar Swalayan” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2016/01/belanja-ide-inovasi-di-pasar-swalayan/>.
12 Victor Samuel. “Kekeluargaan (Tanpa) Menggerogoti Keprofesionalan” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2015/05/kekeluargaan-tanpa-menggerogoti-keprofesionalan/>.
13 Victor Samuel. “Natal dan Pencitraan” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2013/12/natal-dan-pencitraan-2/>.
14 Victor Samuel. “Tubuh: Kurban Hidup” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2017/12/tubuhkurban-hidup/>.
15 Victor Samuel. “Sengsara Dicambuk Setengah Mati” dalam situs Kombi. <http://komunitasubi.com/2018/03/sengsara-dicambuk-setengah-mati/>.