Oleh Efraim Sitinjak
Dua perkumpulan pemuda asal Sumatera, Jong Sumatranen Bond (“Perserikatan Sumatera Muda”) dan Jong Bataks Bond (“Perserikatan Batak Muda”), turut membidani lahirnya Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II di tahun 1928. Utusan-utusan dari kedua perkumpulan itu masuk juga dalam kepanitiaan kongres. Mohammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond menjadi sekretaris dan Amir Sjarifuddin dari Jong Bataks Bond menjadi bendahara.1
Jong Sumatranen Bond dan Jong Bataks Bond (dan perkumpulan-perkumpulan lain dalam Kongres Pemuda II) adalah wadah-wadah para pemikir muda. Walau masih berusia muda, anggota perkumpulan-perkumpulan itu telah memikirkan kebutuhan-kebutuhan bangsa dalam proses pembentukan negara merdeka. Mereka melihat realitas Nusantara, permasalahannya kala itu, serta memikirkan pemecahan masalahnya.
Jong Sumatranen Bond dibentuk pada tahun 1917 oleh pemuda-pemuda asal Pulau Sumatera di gedung Stovia, Jakarta. Perkumpulan ini didirikan untuk memperkokoh silaturahmi pelajar-pelajar asal Sumatera, melestarikan budaya Sumatera, serta menanamkan kesadaran bahwa mereka kelak akan menjadi pemimpin.2
Hampir satu dasawarsa kemudian, anggota-anggota Jong Sumatranen Bond yang berasal dari suku Batak memisahkan diri. Mereka membentuk Jong Bataks Bond di Bandung pada tahun 1926. Perkumpulan yang digagas oleh Amir Sjarifuddin dan Sanusi Pane ini memiliki tujuan mengangkat kehormatan dan mengembangkan budaya Batak.3
Kedua perkumpulan itu kemudian melibatkan diri dalam pemikiran-pemikiran tentang kebangsaan, misalnya dalam hal bahasa persatuan, peran budaya dalam kebangsaaan, dan persatuan Nusantara. Pemikiran-pemikiran tersebut mereka tuliskan dalam media surat kabar, baik yang mereka kelola sendiri maupun yang bukan, dan banyak yang berpengaruh/berdampak panjang sampai ke masa kini.
Sebagai contoh, Muhammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond lantang menyuarakan pemikiran tentang bahasa Melayu (yang kemudian disebut bahasa Indonesia) sebagai bahasa persatuan. Sejak awal berkarya tulis pun pemikir muda ini telah menggunakan bahasa Melayu.4 Contoh lainnya adalah Sanusi Pane dari Jong Bataks Bond yang mengemukakan pemikiran tentang sumbangan budaya bagi pembangunan bangsa. Pemikir muda ini berpandangan bahwa sebagian kekuatan bangsa terdapat pada kebudayaannya.5
Selanjutnya, pemikiran-pemikiran mengenai mengenai pentingnya persatuan Nusantara mendorong Jong Sumatrenen Bond, Jong Bataks Bond, dan perkumpulan-perkumpulan lainnya untuk menyukseskan Kongres Pemuda II. Dalam kongres bersejarah itu para pemikir muda merumuskan ikrar Sumpah Pemuda: mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia; mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Pasca-Sumpah Pemuda, para anggota kedua perkumpulan pemuda Sumatera itu tidak berhenti menyumbangkan pikiran bagi Indonesia. Muhammad Yamin, misalnya, mengemukakan gagasan mengenai bentuk pemerintahan yang paling tepat bagi Indonesia—republik, bukan monarki atau serikat.6 Amir Sjarifuddin mengajukan pemikiran tentang kewarganegaraan yang mengacu pada tempat lahir.7 Pemikiran mereka termasuk yang melandasi Negara Indonesia moderen.
Kiprah Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, serta perkumpulan-perkumpulan sezamannya menegaskan peran penting perkumpulan pemuda dalam pergerakan bangsa. Perkumpulan adalah wadah strategis untuk melatih dan menajamkan gagasan-gagasan para pemuda lalu menyalurkannya secara lisan dan tulisan kepada kemaslahatan bangsa.
Hal serupa tentu bisa berlaku pula untuk perkumpulan-perkumpulan pemuda masa kini, yang tetap merupakan wadah strategis untuk menggembleng para pemikir muda dalam berbagai area (seni, politik, olahraga, sains, teknologi, dll.). Lewat pembinaan atau kegiatan, perkumpulan-perkumpulan itu dapat mendorong pemuda untuk menguasai area yang ditekuninya dan merangsang pemikiran-pemikiran mengenai area itu dalam konteks membangun negara.
Dari pemikiran-pemikiran kemudian lahirlah karya-karya. Dan dengan dukungan kemajuan teknologi dan kemudahan informasi di masa kini, bukankah pemuda mutakhir sangat pantas menjadi pemikir muda yang menggagas karya-karya besar? Karya-karyanya bisa menyamai atau bahkan melebihi karya-karya para pemuda cemerlang di masa lalu.
Kiranya perkumpulan-perkumpulan pemuda masa kini sigap meneladani kiprah Jong Sumatrenen Bond dan Jong Bataks Bond untuk menghasilkan para pemikir muda dengan pemikiran-pemikiran hebat dan karya-karya bermanfaat yang melampaui zaman.
Efraim Sitinjak adalah Konsultan Kebijakan dan Pembangunan Berkelanjutan yang bermukim di DKI Jakarta.
Catatan
1 “Ini Sosok di Balik Lahirnya Sumpah Pemuda” dalam situs Harian Riau. <http://harianriau.co/mobile/detailberita/16883/ini-sosok-di-balik-lahirnya-sumpah-pemuda>.
2 “Jong Sumatranen Bond” dalam situs Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. <https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/msp/jong-sumatranen-bond/>.
3 Maruli Simarmata. “Selamat Hari Sumpah Pemuda, Jong Batak!” dalam situs Batak Gaul. <http://batakgaul.com/news/selamat-hari-sumpah-pemuda-jong-batak-657-1.html>; “Gerakan Pemuda Sumatranen Bond 1917” dalam situs Sridianti. <https://www.sridianti.com/gerakan-pemuda-sumatranen-bond-1917.html>.
4 “Mohammad Yamin” dalam situs Tirto. <https://tirto.id/m/mohammad-yamin-ex>.
5 Teguh V. Andrew. ”Membentuk Citra, Menegaskan Identitas: Kehidupan Para Pelajar-Perantau Batak di Batavia (1907-1945)” dalam jurnal Sejarah Vol. 1(2), 2018, hal: 84-102.
6 ”Gagasan Bernegara Yamin” dalam situs Saldi Isra. <https://www.saldiisra.web.id/index.php/tulisan/artikel-majalah/24-majalahtempo/106-gagasan-bernegara-yamin.html>.
7 Yema Siska Purba. Amir Sjarifuddin: Nasionalis yang Tersisih. Yogyakarta: Penerbit PolGov, 2013, hal.87.