Oleh S.P. Tumanggor
“Kita berbuat baik bukan supaya selamat tetapi karena sudah selamat”. Setiap orang Kristen yang menekuni ajaran Alkitab tentunya tidak asing lagi dengan moto itu.1 Didasarkan atas tulisan Rasul Paulus (sebagaimana akan kita lihat di bawah), moto itu menunjukkan hubungan antara perbuatan baik dan keselamatan dalam kekristenan.
Sayangnya, paruhan pertama moto itu lebih sering digadang-gadang daripada paruhan keduanya. Banyak orang Kristen suka sekali menekankan bahwa kita selamat bukan karena berbuat baik tapi tidak begitu suka menekankan bahwa kita selamat untuk berbuat baik. Alhasil, keselamatan jadi lebih banyak dibicarakan dan dikhotbahkan daripada perbuatan baik.
Selamat memang keadaan yang enak, entah selamat dari murka ilahi, kebinasaan, atau kuasa dosa. Apalagi jika dipahami bahwa keselamatan itu dikaruniakan Allah. “[K]arena kasih karunia,” tulis Rasul Paulus, “kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah” (Ef. 2:9). Karena keberdosaan kita tidak memungkinkan kita meraih keselamatan, maka Allah memberikan keselamatan itu—asalkan kita beriman dan bertobat. Enak betul!
Tapi di balik yang enak itu ada yang tidak enak. Di balik kasih karunia ada derita Yesus Kristus untuk menyelamatkan dunia. Ia, Firman Allah yang menjadi manusia dan yang kedatangan-Nya kita peringati dalam masa raya Natal, harus menanggung sengsara bahkan mati di kayu salib untuk mengerjakan karya keselamatan Allah. Kisah Natal adalah kisah kegagalan manusia selaku citra dan mitra Allah di dunia sekaligus kisah kemurahan hati Allah kepada manusia.
Kegagalan manusia adalah keberdosaannya, yakni ketidakmampuannya memenuhi standar Allah. Alih-alih mengamalkan kebaikan selaku citra Allah dan mengelola hidup di dunia dengan baik selaku mitra Allah, manusia sering mengikuti hawa nafsunya yang jahat dan berbuat dosa terhadap Allah, sesama manusia, dan alam ciptaan. Jadi, syukurlah bahwa Allah melalui Kristus bermurah hati untuk menyelamatkan manusia dari kejahatannya.
Karena Allah berkarya, kita yang menerima dan menikmati karya-Nya diarahkan-Nya untuk berkarya juga. “[K]ita ini buatan Allah,” tulis Rasul Paulus, “diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Ef. 2:10). Keselamatan menjadikan kita ciptaan baru, buatan Allah yang baru, yang dimampukan-Nya menang atas keberdosaan dan hawa nafsu jahat.
Dan tujuan keselamatan kita adalah “untuk melakukan pekerjaan baik” di berbagai bidang kehidupan—bukan bidang rohani/agama belaka—sesuai dengan panggilan dan talenta yang diberikan Allah kepada kita. Pendeknya, kita selamat untuk berbuat baik. Dan perbuatan/pekerjaan baik ini sudah dirancang Allah bagi kita, yakni “dipersiapkan Allah sebelumnya”, dan sudah diniatkan Allah bagi kita, sebab “Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya”.
Di Indonesia, salah satu contoh tokoh Kristen yang memahami dan menghidupi “selamat untuk berbuat baik” adalah T.B. Simatupang. Iman Kristen mendorongnya mengejawantahkan keselamatan dalam perbuatan baik di bidang gelutannya—bidang militer. Simatupang dikenal sebagai jenderal yang cerdas, berintegritas, dan banyak karya. Ia menggagas sumpah prajurit dan Sapta Marga, pegangan hidup tentara Indonesia sampai hari ini, dan berjasa sebagai “salah satu peletak awal fondasi militer Indonesia”.2
Ia juga seorang pemikir Kristen. Ia menyatakan bahwa “menyampaikan Berita Kesukaan [injil] tidak hanya berarti menyampaikan ajakan kepada manusia untuk bertobat, tetapi juga mengambil bagian dalam upaya dan perjuangan untuk mendirikan tanda-tanda mengenai kehadiran dan tuntutan dari Kerajaan Allah dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, ilmu, teknologi, hubungan dengan alam dan juga dalam hubungan internasional”.3
Pemahamannya tepat. Kita bertobat, kita diselamatkan Allah, untuk melakukan pekerjaan baik di berbagai bidang kehidupan, baik di bidang rohani (dengan, antara lain, “menyampaikan ajakan kepada manusia untuk bertobat”) maupun di bidang-bidang lain yang lebih luas (“politik, sosial, ekonomi, kebudayaan, …”). Perbuatan baik adalah buah mutlak dari keselamatan, dan ini sepatutnya tidak kurang ditekankan di tengah-tengah umat Kristen.
Ya, kita memang selamat untuk berbuat baik. Sebab itu, saudara-saudari kristiani, selamat melakukan pekerjaan baik di bidang gelutan masing-masing—demi kemuliaan Allah dan demi kebaikan sesama manusia.
S.P. Tumanggor adalah seorang pengalih bahasa yang bermukim di Bandung, Jawa Barat.
Catatan
1 Atau moto lain yang senada, misalnya: “Kita tidak diselamatkan karena berbuat baik; kita diselamatkan untuk berbuat baik”.
2 “TB Simatupang, Salah Satu Peletak Awal Fondasi Militer Indonesia” dalam situs 1001 Indonesia. <https://1001indonesia.net/tb-simatupang-peletak-awal-fondasi-militer-indonesia/>; Albertus Patty. “T.B. Simatupang: Pemikiran dan Kontribusinya bagi Gereja dan Indonesia” dalam situs Selisip. <http://selisip.com/2017/04/t-b-simatupang-pemikiran-dan-kontribusinya-bagi-gereja-dan-indonesia/>.
3 T.B. Simatupang. Kehadiran Kristen dalam Perang, Revolusi dan Pembangunan: Berjuang Mengamalkan Pancasila dalam Terang Iman. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1997, hal. 139.