Oleh Efraim Sitinjak
Sepanjang sejarah Indonesia sampai masa Reformasi, peran pemuda tidak pernah kurang. Kaum muda sering menjadi motor perubahan kala golongan tua cenderung diam dan berkilah. Peran pemuda mewarnai setiap babak sejarah Indonesia.
Sekitar tahun 1927–1928, di masa penjajahan Belanda, Hendrikus Colijn, Menteri Urusan Daerah Jajahan, mengeluarkan pamflet yang menyebut Kesatuan Indonesia sebagai konsep kosong sebab masing-masing pulau dan daerah di Indonesia dihuni oleh etnis yang terpisah-pisah. Tidak mungkin ada masa depan bagi jajahan ini tanpa membaginya dalam wilayah-wilayah.1
Seakan menjawab tantangan Colijn, pemuda seluruh Nusantara bersatu. Mereka menggelar Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 di Batavia dan mengikrarkan komitmen kepada Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa: Indonesia. Ikrar mereka mashur dengan nama Sumpah Pemuda—wujud kesadaran kebangsaan mereka yang mengatasi kentalnya sentimen kedaerahan.
Ini sesungguhnya mencerminkan semangat dan orientasi kerakyatan di kalangan pemuda-pelajar. Artinya, perjuangan kaum muda waktu itu dijiwai (disemangati) pemikiran membela rakyat dan diacukan (diorientasikan) kepada kepentingan rakyat.
Di era 1960-an, kaum muda kembali menjadi motor gerakan kerakyatan. Orde Lama, dengan pemerintahan yang tak konsisten dan pembangunan yang tak merata, sudah terlalu lama membuat mereka gerah. Maka bergeraklah mereka atas nama rakyat. Bersama TNI (Tentara Nasional Indonesia), pemuda menumbangkan rezim Orde Lama.
Kita juga tidak lupa bagaimana Orde Baru tumbang oleh kaum muda. Atas nama rakyat, kaum muda bergerak menuntut turunnya penguasa otoriter yang notabene adalah rekan mereka sewaktu menumbangkan Orde Lama. Era Reformasi berpangkal dari sini.
Semua itu menunjukkan bahwa kaum muda adalah tumpuan rakyat. Kaum muda diharapkan menjadi penjaga nilai luhur kemerdekaan dan agen pengubah segala kekolotan yang menghambat kemajuan bangsa.
Namun, hari ini semangat juang kaum muda seakan dininabobokan oleh paham kebebasan. Gelora semangat pemuda tak lagi bisa “menggoncangkan dunia,” kalau menyitir perkataan Bung Karno. Kala dibatasi dan ditindas, perjuangan kaum muda berkobar hebat. Namun, kala diberi kebebasan, semangat perjuangan pemuda malah pudar.
Setiap hari terpampang jelas berita mengenai rakyat yang dianiaya, rakyat yang tak bisa makan di negeri yang kaya, pemerintah yang korup dan permainan para politisi tua. Kala penguasa sudah buta untuk melihat derita rakyat, seharusnya kaum mudalah yang mencelikkannya. Kala kaum tua cenderung berkomentar tanpa aksi, seharusnya kaum mudalah yang bangkit sebagai penggerak.
Kaum muda harus menjadi tumpuan rakyat dalam menangani ketidakadilan dan kebobrokan. Untuk itu, mereka harus benar-benar mengenal rakyat: budaya dan pola hidupnya, kebutuhannya, hasrat hatinya. Kaum muda harus mempelajari sejarah rakyat, membangun sikap tanggap dan kritis terhadap persoalan rakyat lewat diskusi, tulisan, dan aksi, tidak puas mendapat informasi tentang rakyat dari teve dan internet belaka.
Pemuda harus kembali memaknai inti Sumpah Pemuda, menjunjung nilai kesederhanaan, kerakyatan, persatuan, dan menjaga nilai gerakan kebangsaan. Pemuda Indonesia tidak boleh dikuasai oleh semangat elitis yang memisahkan diri dari kepentingan rakyat banyak. Indonesia akan berubah ketika kaum muda bergerak dengan orientasi kerakyatan.
Sumpah Pemuda sudah bertahan melewati empat era di Indonesia: Era penjajahan, era Orde Lama, era Orde Baru, dan era Reformasi. Tentu pemuda Indonesia melewati berbagai era itu dengan perjuangan yang berbeda. Pemuda masa sekarang mengalami situasi yang lain dengan pemuda masa penjajahan. Perjuangan boleh berbeda, namun semangat kerakyatan harus tetap dimiliki kaum muda.
Bergeraklah, pemuda Indonesia, tumpuan rakyat semesta.
.
Efraim adalah seorang konsultan kebijakan publik yang tinggal di Bandung, Jawa Barat.
.
Catatan
- Rushdy Hoesein. “Sumpah pemuda dan jalan menuju Revolusi Kemerdekaan” dalam blog Sejarah Kita. <http://sejarah-kita.blogspot.com/2006/>.
Bangsa Indonesia memerlukan orang-orang berintegritas yang dapat menjadi tumpuan rakyatnya. Bangsa kita tidak hanya membutuhkan orang-orang muda.
(Jika tidak ada generasi tua, tidak akan ada generasi muda bukan?) :))
Jadi, biarlah generasi muda mulai berperan sesuai dengan perannya masing-masing. Begitu juga dengan “generasi tua”.
Karena itu, jika anda merasa bahwa anda termasuk ke dalam generasi tua, mulailah membagikan visi, iman dan pemikiran anda pada generasi yang anda anggap muda.