Natal dan Pembaharuan Bangsa

Oleh Stefani Krista

Sungguh semarak hari Natal di bulan Desember! Anak-anak bersemangat membicarakan baju baru untuk perayaan Natal. Kaum ibu memikirkan resep kue Natal baru. Kaum bapak sibuk mengurusi bagian-bagian rumah yang perlu diperbaiki agar tampak seperti baru. Ya, hari Natal identik dengan hal-hal yang baru.

Kelahiran Yesus Kristus sendiri, yang diperingati sebagai hari Natal, merupakan suatu hal baru—belum pernah terjadi di dunia. Alkitab menyatakan bahwa Ia lahir dari perawan(!), bukan dari keinginan manusia, melainkan dari kehendak Allah.1 Yesus adalah Firman Allah yang sudah ada sejak kekal dan yang menjadikan segala sesuatu di alam semesta.2 Dalam sejarah umat manusia, kehadiran Firman Allah dalam wujud manusia tentulah hal baru yang menggemparkan!

Selanjutnya, Alkitab mencatat bagaimana Yesus melakukan hal-hal ajaib: menyembuhkan orang cacat/sakit (buta, tuli, kusta, lumpuh), mengusir roh-roh jahat, meredakan badai, membangkitkan orang mati. Orang-orang yang menyaksikan kiprah-Nya berujar, “Yang begini belum pernah kita lihat.”3 Lagi-lagi hal yang baru!

Tak cuma secara fisik, Yesus juga menyembuhkan manusia secara batin. Alkitab menulis bahwa manusia telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.4 Melalui pengorbanan-Nya, secara supraalami Yesus memberikan tabiat baru kepada manusia yang mau percaya kepada-Nya untuk menang atas dosa dan senang berbuat benar.5 Yesus membuat manusia menjadi ciptaan baru!

Sebagai umat yang sudah dibaharui Kristus, selayaknyalah hidup kita pun membawa suatu kadar pembaharuan di dunia. Secara khusus, karena Kristus telah datang sebagai terang yang membaharui bangsa-bangsa,6 kita patut memikirkan dan mengerjakan pembaharuan di tingkat bangsa.

Tengoklah Indonesia, bangsa kita tercinta! Korupsi merajalela di berbagai instansi pemerintah. Di bidang pendidikan, hasil-hasil riset internasional yang penting menunjukkan bahwa siswa Indonesia konsisten menempati urutan bawah dalam hal kemampuan matematika, sains, dan membaca.7 Di bidang hukum, para penegak hukum bahkan kerap menjadi pelanggar hukum. Bidang-bidang lain pun tak jauh berbeda.

Kemerosotan di berbagai bidang itu tentulah berakar dari moral dan mental oknum-oknum yang berkecimpung di dalamnya. Moral buruk, moral bejat, mental lamban, mental malas—ingin banyak uang tanpa kerja keras—menghasilkan krisis besar-besaran di tengah bangsa kita. Indonesia sungguh membutuhkan pembaharuan. Kita, sebagai orang yang telah dibaharui Kristus, patutlah turut menjawab kebutuhan itu sesuai dengan kapasitas kita masing-masing.

Dari antara kita, paling tidak dua “Yohanes” telah mencontohkan bagaimana orang yang telah mengalami pembaharuan dalam Kristus bisa membawa pembaharuan di tengah bangsa.

“Yohanes” pertama, Johannes Leimena, seorang dokter-politisi, membawa pembaharuan di bidang kesehatan dan politik. Inovasinya, yang kemudian dikenal dengan nama “puskesmas,” membuat seluruh lapisan masyarakat dapat mengecap pelayanan kesehatan. Di ranah politik pun—yang dipandangnya sebagai sarana untuk melayani—kejujuran dan pengabdiannya sangat teruji.

“Yohanes” kedua, Yohanes Surya, seorang fisikawan, membawa pembaharuan di bidang pendidikan. Kiprahnya menempa anak-anak Indonesia (khususnya dari suku-suku yang dianggap tertinggal) jadi peraih medali-medali olimpiade fisika internasional jelas menggebrak mental malas dan pesimis banyak orang Indonesia.

Seperti mereka, kita pun harus turut menghadirkan pembaharuan di tengah bangsa. Setelah mengalami pembaharuan batin dalam Kristus, kita harus bergerak membawa semangat pembaharuan ke bidang yang kita tekuni. Maka sebagai mahasiswa, kita giat menuntut ilmu yang kelak berguna bagi bangsa—bukan sekadar mencari nilai IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) tinggi! Sebagai dokter, kita melayani pasien dengan cakap dan penuh kasih tanpa memandang status ekonomi. Sebagai penegak hukum, kita menegakkan kebenaran dan keadilan. Sebagai apa pun, kita mewujudkan pembaharuan ala Natal di bidang pekerjaan kita masing-masing.

Hari Natal memang hari pembaharuan. Kristus yang lahir bagi bangsa-bangsa harus terus kita beritakan sebagai pembaharu batin manusia. Biarlah lahir lebih banyak “ciptaan baru” yang siap mengerjakan pembaharuan di dunia! Ya, Natal boleh saja berbicara soal baju baru, resep kue baru, atau renovasi rumah. Namun, lebih penting dari itu, Natal selamanya berbicara soal mengalami pembaharuan diri dalam Kristus yang menggerakkan kita untuk mengerjakan pembaharuan di tengah bangsa dan dunia.

.

Stefani adalah seorang karyawan swasta yang tinggal di Rengat, Riau.

.

Catatan

1 Matius 1:18-25.

2 Yohanes 1:1-3, 12-13.

3 Markus 2:12.

4 Roma 3:23.

5 Roma 6:17-18.

6 Lukas 2:29-32.

7 Lihat Ester Lince Napitupulu. “Indonesia Alami Krisis Pendidikan” dalam situs Kompas. <http://edukasi.kompas.com/read/2013/01/27/21175927/Indonesia.Alami.Krisis.Pendidikan>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *