Kagum dan Bangga akan Tanah Air

Oleh Bill Hayden

Tanah airku, tumpah darahku/Tanah yang subur, kaya makmur/Tanah airku, tumpah darahku/Tanah yang indah, permai nyata1

Deretan kata-kata di atas adalah penggalan lirik lagu nasional “Nyiur Hijau.” Kerap diputar menjelang siaran berita di RRI, lagu ini menyiarkan gambaran tentang tanah air Indonesia yang menawan. Begitu menawannya, dalam kesuburan dan keindahan yang tiada tara, sehingga kita pun kagum dan bangga terlahir dan tinggal di Indonesia.

Adalah Maladi (1912-2001), tokoh olahraga Indonesia yang menciptakan “Nyiur Hijau.” Pernah menjabat sebagai Menteri Olahraga dan Menteri Penerangan RI, Maladi juga menggeluti dunia musik. Meskipun bukan komponis, ia suka menciptakan lagu-lagu, khususnya yang menggambarkan keindahan alam Indonesia—seperti “Nyiur Hijau.”2

Kini, setelah 70 tahun Indonesia merdeka, apakah kagum dan bangga yang terungkap dalam “Nyiur Hijau” masih kentara dalam diri anak-anak bangsa? Apakah indah permai itu nyata dalam kemakmuran dan kesejahteraan segenap bangsa?

Kenyataannya, perekonomian kita masih tergolong payah. Masih banyak rakyat yang miskin dan susah. Padahal negeri berjulukan “untaian zamrud khatulistiwa” ini menyimpan kekayaan yang tak terhitung di tanah dan airnya. Seharusnya kagum dan bangga akan tanah air mendorong kita berpikir bagaimana kekayaan itu dapat memakmurkan dan menyejahterakan seluruh rakyat.

Itu jelas membutuhkan peran segenap bangsa. Pemerintah, sebagai otoritas tertinggi yang mengatur pengelolaan tanah air, harus jadi motor dan teladan keseriusan kerja demi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Aparatnya tidak pantas melakukan korupsi. Korupsi pada hakikatnya menunjukkan sikap tidak kagum dan tidak bangga akan tanah air, karena korupsi hanya menghancurkan tanah air yang indah permai ini.

Kalau pemerintah jadi teladan yang baik, sumber daya manusia (SDM) Indonesia akan terilhami untuk kagum dan bangga juga akan tanah air. Akibatnya, SDM Indonesia akan memacu diri untuk menguasai keilmuan di bidangnya masing-masing dan menggunakannya secara maksimal dalam mengelola kekayaan tanah air.

Sebab itu, pendidikan Indonesia memang harus menanamkan kekaguman dan kebanggaan akan tanah air. Lewat pendidikan, SDM Indonesia bukan hanya dibekali ilmu, tetapi juga dibentuk dengan karakter mulia dan kecintaan kepada tanah air. Bersamaan dengan itu, berbagai peraturan harus dibuat dan ditegakkan untuk melindungi kekayaan tanah air dan menjamin hasilnya dinikmati secara merata oleh bangsa Indonesia.

Kita memang harus mengusahakan agar kekayaan tanah air terlindung dari oknum-oknum tak bertanggung jawab—orang kita sendiri atau orang asing—yang ingin memanfaatkannya tidak demi kepentingan rakyat semesta. Kagum akan tanah air harus menggiatkan kita, sebagai satu bangsa, untuk melawan para koruptor, penambang liar, para pembalak hutan, para penyelundup satwa langka, para pejabat yang mengizinkan bangsa asing menguras hasil bumi kita, dll.

Ya, kagum dan bangga akan tanah air harus mewujud dalam kesungguhan dan kegigihan kita mewujudkan amanat pasal 33 (3) UUD 1945: “Bumi, air dan kekayaaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Acuan “untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” itu harus kita camkan selamanya sehingga kita bekerja keras untuk memastikan tanah tumpah darah kita selalu “kaya makmur” dan “permai nyata.”

Itu dan hanya itulah yang akan melestarikan kenyataan gambaran rancak tanah air dalam lagu Maladi: Nyiur hijau di tepi pantai/Siar-siur daunnya melambai/Padi mengembang, kuning merayu/Burung-burung bernyanyi gembira.

.

Bill Hayden adalah seorang pegawai kontrak dinas pemerintah yang bermukim di Sintang, Kalimantan Barat.

.

Catatan

1 Maladi. Nyiur Hijau. Lirik dapat dilihat, antara lain, dalam situs Surga Indonesia. <http://www.surgaindonesia.com/2010/09/nyiur-hijau-r-maladi.html>.

2 “Maladi: Mantan Menteri Olahraga dan Menpen” dalam situs Tokoh Indonesia. <http://www.tokohindonesia.com/biografi/article/285-ensiklopedi/1570-mantan-menteri-olahraga-dan-menpen>.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *