Oleh S.P. Tumanggor Pikiran dalam, tulisan dalam. Pikiran dangkal, tulisan dangkal. Saya selalu memandang tulisan yang apik—seringan atau seberat apa pun—berhulu pada pikiran yang apik. Di Komunitas Ubi (Kombi), saya dan para rekan peladang (penulis), selalu berusaha menghidupi pandangan tersebut dan menerapkannya dalam setiap tulisan kami, bulan demi bulan, selama… Read more »
Oleh S.P. Tumanggor Kekeluargaan. Di telinga orang Indonesia pada umumnya kata itu terdengar syahdu sekali—malah mungkin nyaris “sakral.” Ketika mendengarnya terbayanglah budaya keakraban yang membentuk kita jadi bangsa peramah, bertenggang rasa, bergotong royong, dan sederet gambaran baik lainnya. Tak heran Sukarno, proklamator kemerdekaan Indonesia, menyatakan gotong royong—salah satu wujud budaya… Read more »
Oleh S.P. Tumanggor Jvari vasiza—palang/salib pokok-anggur. Inilah palang unik yang identik dengan bangsa Jorjia1 sehingga tenar pula dengan nama “Palang Jorjia.” Tegak sebagai simbol Gereja Ortodoks Jorjia dan simbol kekristenan Jorjia, palang pokok-anggur bertutur tentang suatu pempribumian kekristenan yang rancak. Dan seperti semua palang Kristen, Palang Jorjia mewartakan kasih Sang… Read more »
Oleh S.P. Tumanggor Sejak waktu yang tak terbilang lamanya umat manusia dan bebatuan telah menjadi karib. Era Batu Besar (Megalitikum), ribuan tahun silam, adalah salah satu bukti besarnya. Ketika itu manusia memanfaatkan batu-batu raya sebagai tugu, bangunan, meja, makam, dll.—tanpa bantuan semen apa pun. Tinggalan-tinggalannya terserak di seantero bumi, termasuk… Read more »
Oleh S.P. Tumanggor Tangga nada hanya beranak dua belas not, tapi rupanya itu cukup untuk membiakkan berbagai jenis musik orisinal—tradisional ataupun moderen—yang kita kenal di dunia. Saya, satu dari bermilyar penyuka musik, selalu takjub akan fakta itu dan akan kekreatifan para jenius pencetus jenis-jenis musik. Di masa kini, orang Barat… Read more »
Oleh S.P. Tumanggor Nabi-nabi di masa silam adalah para pemberani berhati singa. Tanpa ambil pusing soal pencitraan atau kepopuleran diri, mereka tak segan melayangkan teguran kepada rakyat, pejabat, bahkan rohaniwan yang berlaku busuk di tengah masyarakat. Walau aniaya atau ancaman terhadap nyawa terkadang menjadi “imbalan” keberanian mereka, semua itu tak… Read more »
Oleh S.P. Tumanggor Bagaimana dengan segala damai/Yang mengharuskanmu menjaminkan putra tunggalmu/…Pernahkah engkau berhenti untuk memperhatikan/Semua anak yang mati karena perang/Pernahkah engkau berhenti untuk memperhatikan/Bumi yang menangis ini, pantai yang meratap ini/Aaaah uuuuh1 Demikianlah rintih pilu Michael Jackson dalam nyanyian nelangsa yang digubahnya sendiri, Earth Song. Ramuan unsur musik blus, gospel,… Read more »
Oleh S.P. Tumanggor Mendengar vonis “masuk neraka” dari Tuhan, wajah Saleh dan rekan-rekannya memucat. Mereka ini telah menghadap Tuhan untuk beradu argumen seputar keputusan-Nya memasukkan mereka ke neraka. Mereka merasa tidak layak menghuni tempat jahanam itu karena selama hidup di dunia mereka taat beribadah. Sialnya argumen-argumen mereka patah di hadapan… Read more »
Oleh S.P. Tumanggor Tumbuh besar di Jawa Barat membuat saya yang lahir di Sumatera Selatan jadi mampu bercakap dalam bahasa Sunda. Tapi bukan cuma jadi mampu, saya juga jadi mengapresiasi bahasa kedua saya ini karena segala kekayaannya. Yang paling berjasa dalam menimbulkan apresiasi itu bukanlah teman-teman sepermainan yang asli Sunda… Read more »
Oleh S.P. Tumanggor Urupu sulapa eppa atau hurupu sulapak appak—“huruf segi empat”—demikianlah orang Bugis dan orang Makassar menjuluki aksara yang biasa mereka gunakan di masa silam.1 Lazim dipandang sebagai turunan aksara Pallawa dari keluarga aksara Brahmik (asal India), aksara Bugis-Makassar dulu sering dituliskan pada daun lontar hingga dinamai pula “aksara… Read more »